Riwayat hidup Rene Descartes. (
Seorang Petualang Malam)
sumber : Biography.com |
“ pikiran-pikiran
Agung mampu melakukan baik kesesatan-kesesatan agung maupun kebajikan-kebajikan
agung.”(Descartes).
Rene Descartes adalah seorang
filsuf dari France(Perancis) yang lahir pada tanggal 31 Maret 1596 di La Haye
Tourine. Sejak kecil ia diasuh lewat ilmu pengetahuan yang membuatnya memiliki
otak yang encer. Di usia 8 tahun, Rene Descartes sudah menjadi bintang kelas di
sekolahnya di La Fleche. Para Yesuit di Asramanya sangat mengagumi kecerdasan
Descartes sampai ia mendapat hak istemewa untuk bangun terlambat, kelonggaran
yang di berikan gurunya Karena mereka maklum bahwa Descartes sering menemukan
gagasan-gagasan briliantnya selagi begadang atau sedang bermimpi. Kebiasaan
terlambat bangun pagi berlangsung hingga usianya tua.
Selesai di La Fleche Descartes ke
Paris. Ia menikmati masa mudanya sebagai pemuda yang moderat, ia senang
melancong ke luar negeri sampai ke Belanda, Jerman, Hungaria, Swiss, Italia,
dan Swedia. Ia biasa mengisi waktu luang dengan berjudi dan itupun selalu
beruntung.[1]
Sementara melancong , ia tidak
meninggalkan kebiasaanya sebagai seorang pembaca yang setia dan penulis yang
setia dan Ia banyak menulis pikiran dan hasil refleksinya saat keluar rumah.
Itupun di dapatkannya ketika malam tiba dan saat ia sedang bermimpi.
Descartes adalah seorang yang
berwatak tenang dan suka menyendiri, namun pikirannya penuh semangat pemberontakan.
Hidupnya penuh ketegangan antara tampil kemuka dan surut kebelakang. Dia suka
Paris yang ramai, tetapi tiba-tiba dia menyendiri jauh dari keluarganya antara
lain ke Jerman. Di Dalam barak militer di Neuburg dekat kota Ulm, Jerman, di
malam tanggal 11 November 1619 Descartes menemukan ide sentral Filsafatnya saat
ia sedang bermimpi di dalam tidurnya. Dia bermimpi tentang sebuah kamus yang
masih harus di lengkapi. Dalam mimpinya itu dia mendengar kata-kata “ Quod
vitae sectabor iter?”( Jalan hidup manakah yang seharusnya kutempuh).[2]
Dia sendiri menafsirkan impiannya itu sebagai tugas untuk melengkapi seluruh
ilmu pengetahuan. Buku Discours di
tulis dalam suasana sendiri dalam kesepian di Belanda. Ia menulis “ Aku disini
bisa melewatkan seluruh hidupku tanpa di ketahui seorang pun”. “Disini aku
tidur malam sepuluh jam tanpa kekhawatiran apa pun yang membuatku terjaga”[3].
Dalam suasana yang sepi itulah ia berkontemplasi untuk menemukan kebenaran yang
selama ini di carinya dan ia merasa telah menemukan kebenaran itu.
Masyarakat tempat Descartes hidup
berciri Aristokrat yang memberi tempat utama kepada elit bangsawan. Minat elit
ini adalah pada masalah metafisika Skolastik. Sementara itu dari kalangan yang
sama memiliki minat baru terhadap matematika, geometri, dan fisika yang mulai
giat di pelajari di zaman itu.
Sedang Rene Descartes minat
kepada keduanya. Dalam situasi yang hampir sama dengan pemikir-pemikir seperti
Bacon, Bruno dan Machiavelli. Filsuf ini menghasilkan refleksinya. Dan apa yang
di hadapainya juga sama dengan filsuf lainnya, ia mendapat protes serta kecaman
yang keras dari kelompok masyrakat yang tidak menyukai filsafatnya. Permusuhan
yang paling gencar di arahkan kepadanya adalah dari para Yesuit yang menjadi
pengasuh di masa mudanya. Ajarannya di anggap menyimpang dari teologi Katolik,
maka Filsafatnya di masukkan dalam daftar ajaran sesat, buku-bukunya yang
termasyur dan mempengaruhi gerak zaman modern adalah Discours de la Methode
(1673) dan Meditationes de Prima Philosophia (1641).
Seumur Hidupnya, dia kerap di
ganggu sakit batuk yang tak kunjung sembuh, sementara dia sendiri engga
berurusan dengan dokter. Dan pada tahun 1650 setelah melewati kehidupan yang
berarti, Rene Descartes wafat dengan damai di kota Stockholm.
Filsafat Rene Descartes.
Pemikirannya tentang Manusia sebagai Pertarungan Jiwa dan Tubuh.
Ada dua Faktor yang penting untuk
di ketahui sebelum membaca Pemikiran Rene Descartes. Pertama, perlulah
mengetahu sosio historis yang mempengaruhi psikologi Rene Descartes dalam menghasilkan
refleksinya,. Kedua, penting pula mengetahui pengalaman-pengalaman yang telah
di lewati Rene Descartes terutama petualangan melancongnya ke berbagai tempat.
Mengenai factor yang pertama.
Telah sedikit di singgung pada halaman sebelumnya. Bahwa Rene Descartes hidup
di tengah-tengah masyarakat yang berciri Aristokrat yakni memberi tempat utama
kepada elite bangsawan dan minat elit ini adalah pada masalah metafisika
Skolastik.[4]
Metafisi skolastik adalah metafisika hasil dari system Plato dan Aristoteles
yang mendominasi semua pemikiran filosofis di Barat selama dua ribu tahun.
Tatkala agama Nasrani muncul di kancah filsafat untuk pertama kalinya ,
sebagaian besar pater gereja mengambil beberapa versi idealism Platonik sebagai
basis bagi teologi mereka. Kecenderungan itu memuncak pada diri St. Agustinus
yang sangat berpengaruh pada masa kegelapan sehingga Aristoteles terlupakan di
Eropa. Namun cendikiawan-cendikiawan Muslim melestarikan tulisan-tulisan
Aristoteles selama periode itu, terutama dengan bahasa Arab yang di gunakan
sebagai landasan untuk penyusunan berbagai bentuk filsafat dan teologi Islam.
Lewat St Thomas Aquinas . Aristoteles kembali ke Barat. [5]
Pemikiran realisme Aristotelian
mengenai konsep tentang jiwa yang di yakini sebagai prinsip yang memberi
kehidupan kepada makhluk hidup. Ada tiga jenis jiwa menurut Aristoteles. pertama, Jiwa vegetatif yang memberi
kemampuan untuk menyerap makanan dan bereproduksi. kedua, Jiwa Hewani/Sensitif yang memberi
kemampuan untuk daya penggerak, sensasi, ingatan, dan imajinasi. Ketiga, Jiwa
Rasional yang hanya di miliki oleh manusia yang memberinya kemampuan berpikir
secara sadar, membuat norma social, serta menyusun kebajikan-kebajikan moral.[6]
Selain Konsep jiwa yang di
tawarkan oleh Aristoteles, Rene Descartes juga sedikit terpengaruh oleh konsep
Idealis Platonik. Namun bagi Descartes
kedua Tradisi Aristotelian dan Platonian memiliki cacat yang sama bahwa
keduanya tidak dapat menciptakan kebenaran mutlak total yang bisa menjadi dasar
yang tak terbantahkan untuk menyusun pengetahuan yang ketat. Maka dari itu ia
merasa harus menemukan pendasaran metodis yang baru dalam Filsafat.
Metode Kesangsian dan
“Cogito Ergo Sum”.
Dengan meragukan konsep
Aristotelian- Thomis dan Platonik-Agustinian muncul sebuah pertanyaan bagaimana
kepastian mutlak itu dapat di buktikan? Bagaimana pondasi yang kokoh bagi
pengetahuan itu dapat ditemukan.?
Dalam kesendiriannya di barak
Militer di Jerman. Descartes mendapatkan sebuah kebenaran Mutlak yang dapat
kita yakini sekali dan untuk selamanya. Kebenaran Mutlak itu di dapatkan lewat
metode Kesangsian “ le doute methodeque” yang sangat membutuhkan kesendirian.[7]
Bagi Descartes untuk menemukan
kebenaran Mutlak itu pertama-tama, dia mulai menyangsikan segala bentuk
sifat-sifat dasar sederhana pada sebuah objek yang bisa di tangkap oleh Indra
kita, dia menyangsikan ide yang bagi Descartes ide bisa tipuan belaka dari
semacam Iblis yang sangat cerdik. dia juga
menyangsikan asas- asas matematika dan pandangan metafisis yang berlaku tentang
dunia material dan dunia Rohani. [8]
Lalu apakah yang dapat di jadikan
pegangan setelah semuanya di sangsikan ? menurut Descartes, sekurang-kurangnya
“ aku yang menyangsikan” bukanlah hasil tipuan. Semakin segala sesuatunya di
sangsikan semakin di sadari bahwa kita
sedang sangsi. Kesangsian terhadap sangsi itu membuktikan bahwa kita sedang
mengada dalam kegiatan berpikir. Karena menyangsikan adalah berpikir. Maka
Descartes menyebut “ Cogito Ergo Sum, aku berpikir maka aku ada “.
Dengan metode Kesangsian inilah
di temukan sebuah kebenaran Mutlak yaitu “cogito”. Cogito ini tidak ditemukan dengan deduksi dari
prinsip-prinsip umum ala Aristotelian atau lewat intuisi. Cogito di temukan
lewat pikiran kita sendiri, sesuatu yang di kenali melalui dirinya sendiri, bukan
melalui kitab suci, dongeng, pendapat orang, prasangka, dan seterusnya.[9]
Dalam menyangsikan segala
sesuatunya Rene Descartes telah mendapatkan sebuah kebenaran mutlak akan
dirinya yang sedang berpikir. Namun saat ia menjelaskan tema-tema seperti Jiwa dan tubuh yang memang sudah lama dibahas
oleh filsuf-filsuf yang di dahuluinya. Filsafat Rene Descartes tetap menyisakan
minat akan metafisika. Dia tidak dalam keadaan kosong saat menjelaskan tubuh
dan Jiwa.
Rene Descartes mengenai
Tubuh.
Setelah meragukan secara
sistematis segala bentuk gejala alam fisis, ia lalu menarik kesimpulan, bahwa
hanya terdapat dua sifat dasar yang jelas dan terpilah-pilah, atau yang tidak
bisa di ragukan dan di analisis lagi yakni keluasan dan gerak. Seluruh badan
yang hidup harus di jelaskan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang sama seperti
gejala alam fisis lainnya.
Descartes percaya bahwa ada tiga
jenis partikel dasar di alam semesta, yakni api, udara dan tanah yang membentuk
objek yang berukuran besar.
Partikel Api.
Descartes memahami Api atau
partikel-partikel panas, sebagai unsur yang paling kecil, sedemikian kecilnya
ketika berkumpul partikel ini membentuk zat cair dan gas yang sangat sempurna.
Yang mampu mengisi ruang bentuk atau ukuran. Partikel-partikel tersebut secara
alamiah menembus kepartikel-partikel lain yang lebih besar di dalam alam, di
samping juga berpadu dengan sangat intens di pusat alam itu, dan membentuk
matahari.
Partikel Udara
Menurut Rene Descartes, partikel
udara memiliki ukuran yang lebih besar dari pada partikel api. Meskipun tetap
tidak dapat di amati secara langsung. Partikel-Partikel yang jumlahnya sangat luar
biasa ini mengisi segenap ruang di antara objek-objek dan secara serentak
bergerak keruang begitu objek bergerak. Partkel udara secara alamiah
memformulasikan dirinya sendiri kedalam kolom-kolom diantara objek-objek yang
kemudian membentuk dasar material bagi sinar cahaya. Jadi jika manusia melihat
objek sebenarnya ia sedang melihat cahaya yang tersusun dari partikel udara
yang sangat halus yang menyebar kemata manusia.
Partikel Tanah.
Semua Objek yang dapat di lihat
dengan kasat mata seperti pohon, rumput, sebatang kayu dan Manusia di duga
tersusun dari pertembuhan partikel-partikel “tanah”, yakni unsur partikel yang
lebih besar dan memiliki massa yang lebih berat. Partikel tanah yang membentuk
objek itu secara terus menerus bergerak atau bergetar, gerakan dan geetaran
tersebut di salurkan kepada kolom-kolom sinar cahaya menuju mata. Getaran itu
lalu merangsang partikel material dari mata dalam gerakan simpatetik.
Lewat tiga unsur partikel ini.
Descartes telah menjelaskan bagaimana manusia mempersepsikan Objek. Ia
mendapati sebuah landasan yang di jelaskan secara empiris. Tubuh terdiri dari
partikel-partikel yang bergerak dan memiliki keluasan seperti benda-benda fisik
lainnya.
Rene Descartes Mengenai
Jiwa.
Jiwa Hewani dan vegetative yang
menjadi kadaluarsa.
Descartes hendak menggurkan
konsep-konsep tradisional mengenai jiwa hewani dan vegetative yang memiliki
fungus bagi tubuh seperti : mencerna makanan, sirkuluasidarah, daya tahan dan
pertumbuhan tubuh , respirasi, tidur dan terjaga, sensasi pada dunia luar,
imajinasi, memori, nafsu dan gairah dan pergerakan tubuh. Semua fungsi tersebut
ternyata dapat di jelaskan secara empiris. Dan Rene Descartes lebih senang
menyebutnya sebagai gerakan mekanis yang bergerak secara otomatis. Itulah
mengapa kita tidak perlu menyebut jatuh cinta seorang pemuda pemudi sebagai
sebagai sebuah gerakan dari jiwa di dalam hati kecuali sebuah gerakan darah yang
di gerakkan oleh panasnya api yang menyala tanpa henti di dalam jantung.
Sebagaiman Wiiliam Harvey(1578-1657) juga menjelaskan jantung sebagai pusat
peredaran darah.
Rene Descartes juga tertarik pada
rongga-rongga di dalam otak yang berisi cairan jernih berwarna kuning, yang
disebut sebagai jiwa hewani ( yang berfungsi sebagai sensasi ke dunia luar,
nafsu dan gairah serta memori dan imajinasi). Ia berspekulasi bahwa jiwa Hewani
adalah partikel yang kecil dan halus yang berkumpul membetuk partikel yang lebih
kasar sebagai darah yang menuju otak. Otak ini yang kemudian mengalirkan darah
melewati jaringan-jaringan tubuh dan mengaktifkan otot-otot. Otak dan darah
inilah yang menjadi biang dari segala kegiatan yang di sebabkan oleh jiwa
Hewani.
Descartes percaya bahwa
analisisnya berhasil menunjukkan seluruh fungsi-fungsi jiwa vegetative dan
hewani dapat di jelaskan secara mekanistik. Maka dari itu Hewan yang ia
perhatikan hanyalah sebuah mesin otomatis yang di kendalikan oleh darahnya
sendiri. Maka Hewan yang buas di pengaruhi oleh darahnya. Namun bagaimana
dengan manusia. Manusia juga memiliki jiwa vegetative dan hewani tubuh manusia
adalah mesin otomatis juga yang memiliki darah tetapi Rene Descartes belum
menyinggung jiwa Rasional yang tidak di miliki selain manusia.
Jiwa Rasional yang Imaterial.
Descartes merasa ada segi
subyektif dari pengalaman manusia yang teramat luhur yang tidak mengzinkan
Descartes untuk memesinkan manusia secara keseluruhan.
Jiwa Rasional itu ada bagi
Descartes namun jiwa tidak tampak secara langsung dalam kesadaran kita, seperti
halnya ketika mata mempersepsikan partikel Cahaya. Namun ia meyakini bahwa jiwa
itu benar-benar ada. Yang hanya di peroleh lewat “cogito” aku berpikir. Maka ia
menamakan jiwa sebagai ide bawaan. Yaitu sebuah ide yang tidak bergantung dari
pengalaman indrawi terhadap yang materi.
Ide bawaan ini membawanya pada
ide kesempurnaan dan ide kesempurnaan ini lalu membawa Descartes pada sebuah
pemikiran tentang adanya “sesuatu” yang telah menciptakan segala aspek
kesempurnaan. Descartes menyebut “sesuatu” itu sebagai Tuhan. Tuhan inilah yang
menjadi dalang dalam memperoleh pengetahuan perpaduan partikel dari persepsi
Indrawi dan pengetahuan imateri yang di dapati dari integritas jiwa yang
mempersepsinya.
Jiwa yakni jiwa Rasional menjadi
sesuatu yang lebih dasariah atau Fundamental yang berinteraksi dengan tubuh
manusia. Namun bagaimanakan jiwa Rasiona yang Imaterial ini dapat berinteraksi
dengan tubuh yang material.
Hubungan Jiwa dan Badan dalam
Filsafat Descartes.
Jadi filsafat Descartes
menempatkan rasio dan fungsi-fungsi intelektual jiwa sebagai sesuatu yang lebih
fundamental dari pada pengalaman Indra, Karena alasan ini Descartes melahirkan
mazhab pemikiran Rasionalis dan nativis.
Karena Jiwa rasionallah yang mendahului
pengalaman konkret yang membawanya juga menjadi anti tesa dari empirisme
realisme yang percaya bahwa pengalaman Konkretlah yang mempengaruhi jiwa.
Descartes di sebut sebagai
seorang dualis Karena pembedaanya yang
tajam antara dua substansi tubuh dan jiwa. Menurut Descartes, Tubuh tanpa Jiwa
akan menjadi otomat belaka, yang di gerakkan secara mekanis oleh stimulus
eksternal dan kondisi-kondisi hidrolik internal atau “emosional”. Jiwa tanpa
Tubuh pun hanya akan menghasilkan ide-ide bawaan saja tanpa di perkaya oleh
persepsi-persepsi kompleks Indrawi. Jadi tubuh dan Jiwa adalah hubungan timbal
balik. Tubuh memperkaya Jiwa dan jiwa menambah rasionalitas terhadap perilaku
manusia.
Untuk menjawab bagaimanakah jiwa
yang immaterial dapat mempengaruhi tubuh yang material. Untuk menjawab
pertanyaan itu bagi Descartes tempat yang paling logis untuk jiwa adalah di
suatu tempat di dalam otak yang menjadi pusat control bagi sensasi-sensasi dan
gerakan-gerakan tubuh. Namun otak ternyata merupakan organ fisik yang memiliki
dua bidang simetris yang terpisah. Sedang jiwa merupakan entitas yang terpadu.
Tubuh ketika menerima kehadiran
ganda dari suatu objek dalam dunia . jiwa hanya mempersepsi satu kehadiran saja
. Selanjutnya Descartes percaya bahwa persepsi yang sadar haruslah secara
akurat merepleksikan dunia nyata. Ketika aku melihat sebatang pohon dari balik
jendela. Phon tersebut secara akurat haruslah mempersatukan semua pohon yang
sama di sudut dunia di mana saja. Dengan demikian kesan ganda tersebut dapat di
satukan dalam keterpaduan jiwa.
Descartes beranggapan bahwa
keterpaduan itu hanya bisa terjadi di dalam stuktur yang tidak terbagi. Di
dalam otak Descartes mendapati sebuah kelenjar pinealis yang sebesar biji
kacang yang berada dekat dengan pusat otak. Kelenjar Pinealis inilah yang
menjadi jembatan antara jiwa dan tubuh manusia.
Analisis Kritis terhadap Filsafat
Manusia Rene Descartes.
Mari kita sekarang menyebut
filsafat manusia Rene Descartes sebagai dualism Cartesian. Ada bebrapa
Konsekuensi penting yang perlu di kritisi. Pertama Rene Descartes telah
mengambil langkah berani dan menyiksa ketika mulai mempertanyakan kebenaran
mutlak yang berujung pada sebuah kesangsian yang radiks terhadap pikiran Filsafat
dari dua filsuf besar yang telah mempengaruhi Barat selama dua ribu tahun
lamanya yakni pemikiran filsafat Platonia dan Aristotelian.
Kedua, Rene Descartes telah
menggugurkan defenisi manusia sebagai “hewan rasional” dari Aristoteles dengan hubungan Jiwa-Tubuh dari Descartes
meskipun teorinya juga akan di gugurkan oleh pengetahuan yang lebih banyak
menggunakan alat.
Ketiga, Dalam bidang ilmu
pengetahuan alam Rene Descartes memberikan ke optimisan bagi para Ilmuwan yang
dapat meneliti objek secara obyektif dimana ide Platonian tidak lagi menganggu
para ilmuwan dalam menemukan bebas nilai meskipun pemikir -pemikir dari
Empirisme lah yang berperan paling banyak mempengaruhi penelitian para ilmuwa.
Namun tidak dapat di pungkiri dualism Cartesian telah menjadi jalan munculnya
anti tesa atau dukungan yang memungkinkan teknologi terapan berkembang dengan
sangat pesat di Eropa pada tiga abad ini.
Keempat, Pandangannya mengenai
manusia sangatlah mekanistik dan dapat di cerna ketika Rene Descartes membahas
Jiwa-Badan secara terpisah. Namun ketika menjelaskan hubungan Jiwa – Badan
lewat Kelenjar Pinealis inilah Rene Descartes memunculkan Kontroversi akan
penjelasan yang sangat membingungkan. Kontroversi ini lalu memicu sebuah
perdebatan panjang bahkan banyak melahirkan filsuf -filsuf yang mndukungnya dan
menjadi penentangnya.
Adapun lima aliran yang
menanggapi Dualisme Cartesian. Materialisme Thomas Hobbes, Immaterialisme
George barkeley, paralelisme, Nicholas Malebrance, Teori Aspek Ganda Spinoza
dan Epifenomenalisme David hume.
Namun terlepas dari segala bentuk
kritik terhadap Rene Descartes. Rene Descartes sebenarnya tetap mempertahankan
kesatuan manusia itu dalam ide kesempurnaan Tuhan, seperti teori dari Spinoza
seorang filsuf Rasionalis yang menjelaskan tentang Panteisme.
Kelima, Rene Descates bersama
kontroveri Jiwa-tubuhnya telah menimbulkan ragam aliran dalam filsafat. Ia pun
memang layak di sebut sebagai Bapak filsafat Modern. Karena dialah yang telah
mencoba untuk menemukan Kebenaran Mutlak yang di dapatkannya lewat metode
kesangsian yang sangat mengandalkan “Cogito”nya sebagai jiwa ayang berpikir.
Sejak saat itu orang Eropa ramai mengedepankan akal yang menjadi ciri khas dari
zaman modern.
Demikianlah penjelasan Manusia
dari Filsafat Rene Descartes.
Daftar Pustaka.
Hardiman F, Budi, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia
Modern.Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011.
Abidin, Zainal .Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui
Filsafat, VII .Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014.
palmquist, Stephen . The Tree of Philosophy a Course of
Intruductory Lectures for Beginning Student of Philosophy, ( Hongkong, Philopsychy
Press, 2000) di terjemahkan dari Muhammad Shodiq, Pohon Filsafat Teks Kuliah
pengantar Filsafat, II Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2007.
[1] F
Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang
Membentuk Dunia Modern,( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011) h.31.
[2] JB
Metzler, Metzeler Philoshopen Lexikon,
Stutgart,1989. h. 180. Di kutip dari F Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern,( Jakarta :
Penerbit Erlangga, 2011) h.32.
[3]
Wilhelm Weischedel, Die philosophiche Hintertreppe, Munchen, 1973. h. 117. Di
kutip dari F Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran
yang Membentuk Dunia Modern,( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011) h.32.
[4] F
Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang
Membentuk Dunia Modern,( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011) h.30
[5]
Stephen palmquist, The Tree of Philosophy a Course of Intruductory Lectures for
Beginning Student of Philosophy, ( Hongkong, Philopsychy Press, 2000) di
terjemahkan dari Muhammad Shodiq, Pohon Filsafat Teks Kuliah pengantar
Filsafat, II ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007). h. 74.
[6]
Zainal Abidin, Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat, VII (
Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014) h.51.
[7]
Stephen palmquist, The Tree of Philosophy a Course of Intruductory Lectures for
Beginning Student of Philosophy, ( Hongkong, Philopsychy Press, 2000) di
terjemahkan dari Muhammad Shodiq, Pohon Filsafat Teks Kuliah pengantar
Filsafat, II ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007). h. 75.
[8]
Stephen palmquist, The Tree of Philosophy a Course of Intruductory Lectures for
Beginning Student of Philosophy, ( Hongkong, Philopsychy Press, 2000) di
terjemahkan dari Muhammad Shodiq, Pohon Filsafat Teks Kuliah pengantar
Filsafat, II ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007). h. 76-77
[9] F
Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang
Membentuk Dunia Modern,( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011) h.34