Jumat, 30 Desember 2016

Pertarungan Jiwa dan Tubuh : Filsafat Rene Descartes




Riwayat hidup Rene Descartes. ( Seorang Petualang Malam)

sumber : Biography.com


“ pikiran-pikiran Agung mampu melakukan baik kesesatan-kesesatan agung maupun kebajikan-kebajikan agung.”(Descartes).

Rene Descartes adalah seorang filsuf dari France(Perancis) yang lahir pada tanggal 31 Maret 1596 di La Haye Tourine. Sejak kecil ia diasuh lewat ilmu pengetahuan yang membuatnya memiliki otak yang encer. Di usia 8 tahun, Rene Descartes sudah menjadi bintang kelas di sekolahnya di La Fleche. Para Yesuit di Asramanya sangat mengagumi kecerdasan Descartes sampai ia mendapat hak istemewa untuk bangun terlambat, kelonggaran yang di berikan gurunya Karena mereka maklum bahwa Descartes sering menemukan gagasan-gagasan briliantnya selagi begadang atau sedang bermimpi. Kebiasaan terlambat bangun pagi berlangsung hingga usianya tua.

Selesai di La Fleche Descartes ke Paris. Ia menikmati masa mudanya sebagai pemuda yang moderat, ia senang melancong ke luar negeri sampai ke Belanda, Jerman, Hungaria, Swiss, Italia, dan Swedia. Ia biasa mengisi waktu luang dengan berjudi dan itupun selalu beruntung.[1]

Sementara melancong , ia tidak meninggalkan kebiasaanya sebagai seorang pembaca yang setia dan penulis yang setia dan Ia banyak menulis pikiran dan hasil refleksinya saat keluar rumah. Itupun di dapatkannya ketika malam tiba dan saat ia sedang bermimpi.

Descartes adalah seorang yang berwatak tenang dan suka menyendiri, namun pikirannya penuh semangat pemberontakan. Hidupnya penuh ketegangan antara tampil kemuka dan surut kebelakang. Dia suka Paris yang ramai, tetapi tiba-tiba dia menyendiri jauh dari keluarganya antara lain ke Jerman. Di Dalam barak militer di Neuburg dekat kota Ulm, Jerman, di malam tanggal 11 November 1619 Descartes menemukan ide sentral Filsafatnya saat ia sedang bermimpi di dalam tidurnya. Dia bermimpi tentang sebuah kamus yang masih harus di lengkapi. Dalam mimpinya itu dia mendengar kata-kata “ Quod vitae sectabor iter?”( Jalan hidup manakah yang seharusnya kutempuh).[2] Dia sendiri menafsirkan impiannya itu sebagai tugas untuk melengkapi seluruh ilmu pengetahuan. Buku Discours di tulis dalam suasana sendiri dalam kesepian di Belanda. Ia menulis “ Aku disini bisa melewatkan seluruh hidupku tanpa di ketahui seorang pun”. “Disini aku tidur malam sepuluh jam tanpa kekhawatiran apa pun yang membuatku terjaga”[3]. Dalam suasana yang sepi itulah ia berkontemplasi untuk menemukan kebenaran yang selama ini di carinya dan ia merasa telah menemukan kebenaran itu.

Masyarakat tempat Descartes hidup berciri Aristokrat yang memberi tempat utama kepada elit bangsawan. Minat elit ini adalah pada masalah metafisika Skolastik. Sementara itu dari kalangan yang sama memiliki minat baru terhadap matematika, geometri, dan fisika yang mulai giat di pelajari di zaman itu.

Sedang Rene Descartes minat kepada keduanya. Dalam situasi yang hampir sama dengan pemikir-pemikir seperti Bacon, Bruno dan Machiavelli. Filsuf ini menghasilkan refleksinya. Dan apa yang di hadapainya juga sama dengan filsuf lainnya, ia mendapat protes serta kecaman yang keras dari kelompok masyrakat yang tidak menyukai filsafatnya. Permusuhan yang paling gencar di arahkan kepadanya adalah dari para Yesuit yang menjadi pengasuh di masa mudanya. Ajarannya di anggap menyimpang dari teologi Katolik, maka Filsafatnya di masukkan dalam daftar ajaran sesat, buku-bukunya yang termasyur dan mempengaruhi gerak zaman modern adalah Discours de la Methode (1673) dan Meditationes de Prima Philosophia (1641).

Seumur Hidupnya, dia kerap di ganggu sakit batuk yang tak kunjung sembuh, sementara dia sendiri engga berurusan dengan dokter. Dan pada tahun 1650 setelah melewati kehidupan yang berarti, Rene Descartes wafat dengan damai di kota Stockholm.

Filsafat Rene Descartes. Pemikirannya tentang Manusia sebagai Pertarungan Jiwa dan Tubuh.
Ada dua Faktor yang penting untuk di ketahui sebelum membaca Pemikiran Rene Descartes. Pertama, perlulah mengetahu sosio historis yang mempengaruhi psikologi Rene Descartes dalam menghasilkan refleksinya,. Kedua, penting pula mengetahui pengalaman-pengalaman yang telah di lewati Rene Descartes terutama petualangan melancongnya ke berbagai tempat.

Mengenai factor yang pertama. Telah sedikit di singgung pada halaman sebelumnya. Bahwa Rene Descartes hidup di tengah-tengah masyarakat yang berciri Aristokrat yakni memberi tempat utama kepada elite bangsawan dan minat elit ini adalah pada masalah metafisika Skolastik.[4] Metafisi skolastik adalah metafisika hasil dari system Plato dan Aristoteles yang mendominasi semua pemikiran filosofis di Barat selama dua ribu tahun. Tatkala agama Nasrani muncul di kancah filsafat untuk pertama kalinya , sebagaian besar pater gereja mengambil beberapa versi idealism Platonik sebagai basis bagi teologi mereka. Kecenderungan itu memuncak pada diri St. Agustinus yang sangat berpengaruh pada masa kegelapan sehingga Aristoteles terlupakan di Eropa. Namun cendikiawan-cendikiawan Muslim melestarikan tulisan-tulisan Aristoteles selama periode itu, terutama dengan bahasa Arab yang di gunakan sebagai landasan untuk penyusunan berbagai bentuk filsafat dan teologi Islam. Lewat St Thomas Aquinas . Aristoteles kembali ke Barat. [5]

Pemikiran realisme Aristotelian mengenai konsep tentang jiwa yang di yakini sebagai prinsip yang memberi kehidupan kepada makhluk hidup. Ada tiga jenis jiwa menurut Aristoteles. pertama, Jiwa vegetatif yang memberi kemampuan untuk menyerap makanan dan bereproduksi.  kedua, Jiwa Hewani/Sensitif yang memberi kemampuan untuk daya penggerak, sensasi, ingatan, dan imajinasi. Ketiga, Jiwa Rasional yang hanya di miliki oleh manusia yang memberinya kemampuan berpikir secara sadar, membuat norma social, serta menyusun kebajikan-kebajikan moral.[6]
Selain Konsep jiwa yang di tawarkan oleh Aristoteles, Rene Descartes juga sedikit terpengaruh oleh konsep Idealis Platonik.  Namun bagi Descartes kedua Tradisi Aristotelian dan Platonian memiliki cacat yang sama bahwa keduanya tidak dapat menciptakan kebenaran mutlak total yang bisa menjadi dasar yang tak terbantahkan untuk menyusun pengetahuan yang ketat. Maka dari itu ia merasa harus menemukan pendasaran metodis yang baru dalam Filsafat.

Metode Kesangsian dan “Cogito Ergo Sum”.

Dengan meragukan konsep Aristotelian- Thomis dan Platonik-Agustinian muncul sebuah pertanyaan bagaimana kepastian mutlak itu dapat di buktikan? Bagaimana pondasi yang kokoh bagi pengetahuan itu dapat ditemukan.?

Dalam kesendiriannya di barak Militer di Jerman. Descartes mendapatkan sebuah kebenaran Mutlak yang dapat kita yakini sekali dan untuk selamanya. Kebenaran Mutlak itu di dapatkan lewat metode Kesangsian “ le doute methodeque” yang sangat membutuhkan kesendirian.[7]

Bagi Descartes untuk menemukan kebenaran Mutlak itu pertama-tama, dia mulai menyangsikan segala bentuk sifat-sifat dasar sederhana pada sebuah objek yang bisa di tangkap oleh Indra kita, dia menyangsikan ide yang bagi Descartes ide bisa tipuan belaka dari semacam Iblis yang sangat cerdik.  dia juga menyangsikan asas- asas matematika dan pandangan metafisis yang berlaku tentang dunia material dan dunia Rohani. [8]

Lalu apakah yang dapat di jadikan pegangan setelah semuanya di sangsikan ? menurut Descartes, sekurang-kurangnya “ aku yang menyangsikan” bukanlah hasil tipuan. Semakin segala sesuatunya di sangsikan  semakin di sadari bahwa kita sedang sangsi. Kesangsian terhadap sangsi itu membuktikan bahwa kita sedang mengada dalam kegiatan berpikir. Karena menyangsikan adalah berpikir. Maka Descartes menyebut “ Cogito Ergo Sum, aku berpikir maka aku ada “.

Dengan metode Kesangsian inilah di temukan sebuah kebenaran Mutlak yaitu “cogito”. Cogito  ini tidak ditemukan dengan deduksi dari prinsip-prinsip umum ala Aristotelian atau lewat intuisi. Cogito di temukan lewat pikiran kita sendiri, sesuatu yang di kenali melalui dirinya sendiri, bukan melalui kitab suci, dongeng, pendapat orang, prasangka, dan seterusnya.[9]

Dalam menyangsikan segala sesuatunya Rene Descartes telah mendapatkan sebuah kebenaran mutlak akan dirinya yang sedang berpikir. Namun saat ia menjelaskan tema-tema seperti  Jiwa dan tubuh yang memang sudah lama dibahas oleh filsuf-filsuf yang di dahuluinya. Filsafat Rene Descartes tetap menyisakan minat akan metafisika. Dia tidak dalam keadaan kosong saat menjelaskan tubuh dan Jiwa.

Rene Descartes mengenai Tubuh.
Setelah meragukan secara sistematis segala bentuk gejala alam fisis, ia lalu menarik kesimpulan, bahwa hanya terdapat dua sifat dasar yang jelas dan terpilah-pilah, atau yang tidak bisa di ragukan dan di analisis lagi yakni keluasan dan gerak. Seluruh badan yang hidup harus di jelaskan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang sama seperti gejala alam fisis lainnya.

Descartes percaya bahwa ada tiga jenis partikel dasar di alam semesta, yakni api, udara dan tanah yang membentuk objek yang berukuran besar.

Partikel Api.

Descartes memahami Api atau partikel-partikel panas, sebagai unsur yang paling kecil, sedemikian kecilnya ketika berkumpul partikel ini membentuk zat cair dan gas yang sangat sempurna. Yang mampu mengisi ruang bentuk atau ukuran. Partikel-partikel tersebut secara alamiah menembus kepartikel-partikel lain yang lebih besar di dalam alam, di samping juga berpadu dengan sangat intens di pusat alam itu, dan membentuk matahari.

Partikel Udara

Menurut Rene Descartes, partikel udara memiliki ukuran yang lebih besar dari pada partikel api. Meskipun tetap tidak dapat di amati secara langsung. Partikel-Partikel yang jumlahnya sangat luar biasa ini mengisi segenap ruang di antara objek-objek dan secara serentak bergerak keruang begitu objek bergerak. Partkel udara secara alamiah memformulasikan dirinya sendiri kedalam kolom-kolom diantara objek-objek yang kemudian membentuk dasar material bagi sinar cahaya. Jadi jika manusia melihat objek sebenarnya ia sedang melihat cahaya yang tersusun dari partikel udara yang sangat halus yang menyebar kemata manusia.

Partikel Tanah.

Semua Objek yang dapat di lihat dengan kasat mata seperti pohon, rumput, sebatang kayu dan Manusia di duga tersusun dari pertembuhan partikel-partikel “tanah”, yakni unsur partikel yang lebih besar dan memiliki massa yang lebih berat. Partikel tanah yang membentuk objek itu secara terus menerus bergerak atau bergetar, gerakan dan geetaran tersebut di salurkan kepada kolom-kolom sinar cahaya menuju mata. Getaran itu lalu merangsang partikel material dari mata dalam gerakan simpatetik.

Lewat tiga unsur partikel ini. Descartes telah menjelaskan bagaimana manusia mempersepsikan Objek. Ia mendapati sebuah landasan yang di jelaskan secara empiris. Tubuh terdiri dari partikel-partikel yang bergerak dan memiliki keluasan seperti benda-benda fisik lainnya.

Rene Descartes Mengenai Jiwa.
Jiwa Hewani dan vegetative yang menjadi kadaluarsa.

Descartes hendak menggurkan konsep-konsep tradisional mengenai jiwa hewani dan vegetative yang memiliki fungus bagi tubuh seperti : mencerna makanan, sirkuluasidarah, daya tahan dan pertumbuhan tubuh , respirasi, tidur dan terjaga, sensasi pada dunia luar, imajinasi, memori, nafsu dan gairah dan pergerakan tubuh. Semua fungsi tersebut ternyata dapat di jelaskan secara empiris. Dan Rene Descartes lebih senang menyebutnya sebagai gerakan mekanis yang bergerak secara otomatis. Itulah mengapa kita tidak perlu menyebut jatuh cinta seorang pemuda pemudi sebagai sebagai sebuah gerakan dari jiwa di dalam hati kecuali sebuah gerakan darah yang di gerakkan oleh panasnya api yang menyala tanpa henti di dalam jantung. Sebagaiman Wiiliam Harvey(1578-1657) juga menjelaskan jantung sebagai pusat peredaran darah.

Rene Descartes juga tertarik pada rongga-rongga di dalam otak yang berisi cairan jernih berwarna kuning, yang disebut sebagai jiwa hewani ( yang berfungsi sebagai sensasi ke dunia luar, nafsu dan gairah serta memori dan imajinasi). Ia berspekulasi bahwa jiwa Hewani adalah partikel yang kecil dan halus yang berkumpul membetuk partikel yang lebih kasar sebagai darah yang menuju otak. Otak ini yang kemudian mengalirkan darah melewati jaringan-jaringan tubuh dan mengaktifkan otot-otot. Otak dan darah inilah yang menjadi biang dari segala kegiatan yang di sebabkan oleh jiwa Hewani.

Descartes percaya bahwa analisisnya berhasil menunjukkan seluruh fungsi-fungsi jiwa vegetative dan hewani dapat di jelaskan secara mekanistik. Maka dari itu Hewan yang ia perhatikan hanyalah sebuah mesin otomatis yang di kendalikan oleh darahnya sendiri. Maka Hewan yang buas di pengaruhi oleh darahnya. Namun bagaimana dengan manusia. Manusia juga memiliki jiwa vegetative dan hewani tubuh manusia adalah mesin otomatis juga yang memiliki darah tetapi Rene Descartes belum menyinggung jiwa Rasional yang tidak di miliki selain manusia.

Jiwa Rasional yang Imaterial.

Descartes merasa ada segi subyektif dari pengalaman manusia yang teramat luhur yang tidak mengzinkan Descartes untuk memesinkan manusia secara keseluruhan.

Jiwa Rasional itu ada bagi Descartes namun jiwa tidak tampak secara langsung dalam kesadaran kita, seperti halnya ketika mata mempersepsikan partikel Cahaya. Namun ia meyakini bahwa jiwa itu benar-benar ada. Yang hanya di peroleh lewat “cogito” aku berpikir. Maka ia menamakan jiwa sebagai ide bawaan. Yaitu sebuah ide yang tidak bergantung dari pengalaman indrawi terhadap yang materi.

Ide bawaan ini membawanya pada ide kesempurnaan dan ide kesempurnaan ini lalu membawa Descartes pada sebuah pemikiran tentang adanya “sesuatu” yang telah menciptakan segala aspek kesempurnaan. Descartes menyebut “sesuatu” itu sebagai Tuhan. Tuhan inilah yang menjadi dalang dalam memperoleh pengetahuan perpaduan partikel dari persepsi Indrawi dan pengetahuan imateri yang di dapati dari integritas jiwa yang mempersepsinya.

Jiwa yakni jiwa Rasional menjadi sesuatu yang lebih dasariah atau Fundamental yang berinteraksi dengan tubuh manusia. Namun bagaimanakan jiwa Rasiona yang Imaterial ini dapat berinteraksi dengan tubuh yang material.

Hubungan Jiwa dan Badan dalam Filsafat Descartes.

Jadi filsafat Descartes menempatkan rasio dan fungsi-fungsi intelektual jiwa sebagai sesuatu yang lebih fundamental dari pada pengalaman Indra, Karena alasan ini Descartes melahirkan mazhab pemikiran Rasionalis dan nativis.  Karena Jiwa rasionallah yang mendahului  pengalaman konkret yang membawanya juga menjadi anti tesa dari empirisme realisme yang percaya bahwa pengalaman Konkretlah yang mempengaruhi jiwa.

Descartes di sebut sebagai seorang dualis Karena pembedaanya  yang tajam antara dua substansi tubuh dan jiwa. Menurut Descartes, Tubuh tanpa Jiwa akan menjadi otomat belaka, yang di gerakkan secara mekanis oleh stimulus eksternal dan kondisi-kondisi hidrolik internal atau “emosional”. Jiwa tanpa Tubuh pun hanya akan menghasilkan ide-ide bawaan saja tanpa di perkaya oleh persepsi-persepsi kompleks Indrawi. Jadi tubuh dan Jiwa adalah hubungan timbal balik. Tubuh memperkaya Jiwa dan jiwa menambah rasionalitas terhadap perilaku manusia.

Untuk menjawab bagaimanakah jiwa yang immaterial dapat mempengaruhi tubuh yang material. Untuk menjawab pertanyaan itu bagi Descartes tempat yang paling logis untuk jiwa adalah di suatu tempat di dalam otak yang menjadi pusat control bagi sensasi-sensasi dan gerakan-gerakan tubuh. Namun otak ternyata merupakan organ fisik yang memiliki dua bidang simetris yang terpisah. Sedang jiwa merupakan entitas yang terpadu.

Tubuh ketika menerima kehadiran ganda dari suatu objek dalam dunia . jiwa hanya mempersepsi satu kehadiran saja . Selanjutnya Descartes percaya bahwa persepsi yang sadar haruslah secara akurat merepleksikan dunia nyata. Ketika aku melihat sebatang pohon dari balik jendela. Phon tersebut secara akurat haruslah mempersatukan semua pohon yang sama di sudut dunia di mana saja. Dengan demikian kesan ganda tersebut dapat di satukan dalam keterpaduan jiwa.

Descartes beranggapan bahwa keterpaduan itu hanya bisa terjadi di dalam stuktur yang tidak terbagi. Di dalam otak Descartes mendapati sebuah kelenjar pinealis yang sebesar biji kacang yang berada dekat dengan pusat otak. Kelenjar Pinealis inilah yang menjadi jembatan antara jiwa dan tubuh manusia.

Analisis Kritis terhadap Filsafat Manusia Rene Descartes.

Mari kita sekarang menyebut filsafat manusia Rene Descartes sebagai dualism Cartesian. Ada bebrapa Konsekuensi penting yang perlu di kritisi. Pertama Rene Descartes telah mengambil langkah berani dan menyiksa ketika mulai mempertanyakan kebenaran mutlak yang berujung pada sebuah kesangsian yang radiks terhadap pikiran Filsafat dari dua filsuf besar yang telah mempengaruhi Barat selama dua ribu tahun lamanya yakni pemikiran filsafat Platonia dan Aristotelian.

Kedua, Rene Descartes telah menggugurkan defenisi manusia sebagai “hewan rasional” dari Aristoteles  dengan hubungan Jiwa-Tubuh dari Descartes meskipun teorinya juga akan di gugurkan oleh pengetahuan yang lebih banyak menggunakan alat.

Ketiga, Dalam bidang ilmu pengetahuan alam Rene Descartes memberikan ke optimisan bagi para Ilmuwan yang dapat meneliti objek secara obyektif dimana ide Platonian tidak lagi menganggu para ilmuwan dalam menemukan bebas nilai meskipun pemikir -pemikir dari Empirisme lah yang berperan paling banyak mempengaruhi penelitian para ilmuwa. Namun tidak dapat di pungkiri dualism Cartesian telah menjadi jalan munculnya anti tesa atau dukungan yang memungkinkan teknologi terapan berkembang dengan sangat pesat di Eropa pada tiga abad ini.

Keempat, Pandangannya mengenai manusia sangatlah mekanistik dan dapat di cerna ketika Rene Descartes membahas Jiwa-Badan secara terpisah. Namun ketika menjelaskan hubungan Jiwa – Badan lewat Kelenjar Pinealis inilah Rene Descartes memunculkan Kontroversi akan penjelasan yang sangat membingungkan. Kontroversi ini lalu memicu sebuah perdebatan panjang bahkan banyak melahirkan filsuf -filsuf yang mndukungnya dan menjadi penentangnya.

Adapun lima aliran yang menanggapi Dualisme Cartesian. Materialisme Thomas Hobbes, Immaterialisme George barkeley, paralelisme, Nicholas Malebrance, Teori Aspek Ganda Spinoza dan Epifenomenalisme David hume.

Namun terlepas dari segala bentuk kritik terhadap Rene Descartes. Rene Descartes sebenarnya tetap mempertahankan kesatuan manusia itu dalam ide kesempurnaan Tuhan, seperti teori dari Spinoza seorang filsuf Rasionalis yang menjelaskan tentang Panteisme.

Kelima, Rene Descates bersama kontroveri Jiwa-tubuhnya telah menimbulkan ragam aliran dalam filsafat. Ia pun memang layak di sebut sebagai Bapak filsafat Modern. Karena dialah yang telah mencoba untuk menemukan Kebenaran Mutlak yang di dapatkannya lewat metode kesangsian yang sangat mengandalkan “Cogito”nya sebagai jiwa ayang berpikir. Sejak saat itu orang Eropa ramai mengedepankan akal yang menjadi ciri khas dari zaman modern.

Demikianlah penjelasan Manusia dari Filsafat Rene Descartes.


Daftar Pustaka.
Hardiman F, Budi, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern.Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011.
Abidin, Zainal .Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat, VII .Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014.
palmquist, Stephen . The Tree of Philosophy a Course of Intruductory Lectures for Beginning Student of Philosophy, ( Hongkong, Philopsychy Press, 2000) di terjemahkan dari Muhammad Shodiq, Pohon Filsafat Teks Kuliah pengantar Filsafat, II  Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007.



[1] F Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern,( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011) h.31.
[2] JB Metzler, Metzeler Philoshopen Lexikon, Stutgart,1989. h. 180. Di kutip dari F Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern,( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011) h.32.
[3] Wilhelm Weischedel, Die philosophiche Hintertreppe, Munchen, 1973. h. 117. Di kutip dari F Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern,( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011) h.32.
[4] F Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern,( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011) h.30
[5] Stephen palmquist, The Tree of Philosophy a Course of Intruductory Lectures for Beginning Student of Philosophy, ( Hongkong, Philopsychy Press, 2000) di terjemahkan dari Muhammad Shodiq, Pohon Filsafat Teks Kuliah pengantar Filsafat, II ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007). h. 74.
[6] Zainal Abidin, Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat, VII ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014) h.51.
[7] Stephen palmquist, The Tree of Philosophy a Course of Intruductory Lectures for Beginning Student of Philosophy, ( Hongkong, Philopsychy Press, 2000) di terjemahkan dari Muhammad Shodiq, Pohon Filsafat Teks Kuliah pengantar Filsafat, II ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007). h. 75.
[8] Stephen palmquist, The Tree of Philosophy a Course of Intruductory Lectures for Beginning Student of Philosophy, ( Hongkong, Philopsychy Press, 2000) di terjemahkan dari Muhammad Shodiq, Pohon Filsafat Teks Kuliah pengantar Filsafat, II ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007). h. 76-77
[9] F Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern,( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011) h.34

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon