Saya sudah bebarapa kali
menonton sebuah film. Kebanyakan orientasi film saya adalah film-film produksi
orang barat (Hollywood). Saya suka segala genre film. Selama itu pikirku, setelah
menonton bisa memberi waktu untuk
berefleksi dan kontemplasi . Maksudnya, film yang saya nonton bisa bernilai
ibadah yang mengajarkan kita untuk menjadi diri sendiri. Tapi satu hal, aku tak
suka genre horror, karena aku punya pengalaman yang kurang menyenangkan dengan
penampakan bentuk yang tidak sempurna. Dan jalan cerita film Horror hanya akan
selalu membuatku mengingatnya. Untuk itu saya akan sangat susah merefleksikan
film horror lantaran prasangka yang belum bisa di ajak berkompromi. Yang paling
mudah di refleksikan itu adalah film semi. Bukankah begitu.? Hehehe.
Malam ini saya
menyaksikan film yang berjudul Cardboard
Boxer yang di bintangi oleh Thomas Heden Church. Saya semula berpikir film ini akan bercerita tentang perjalanan dan
perjuangan seorang petinju. Sampai mencapai puncak kesuksesannya. Namun generalisasi
awal ku itu keliru, dan generalisasi awal terhadap sesuatu memang tidak bisa
menjadi pijakan yang kuat. Karena dalam hidupku, generalisasi yang selalu saya
tampakkan akan tersimpulkan sebagai sesuatu yang keliru. Seperti malam ini.
Generalisasi ku keliru lagi. Film ini dari detik pertama hingga endingnya, bukan
berbicara kisah seorang petinju. Tapi memaparkan kehidupan seorang pengemis
bernama Willy dan buku diary gosong yang ia dapatkan dari tong sampah.
Film ini tidak memaparkan
latar belakang bagaimana Willy bisa hidup menggelandang. Tetapi kehidupannya di
trotoar jalan, penuh dengan pesan moral. Ia hidup dengan sederhana. Dan memang
tidak bisa lebih dari pada itu. Kalau kita melihat dari sudut pandang uang,
sebagai ukuran ketidaksederhanaan. Namun meski sederhana ia tidak pernah
mengeluhkan apa-apa. Ia jarang mengeluhkan kehidupannya yang menggelandang.
Meski lewat kaca mata orang kaya mungkin hidup seorang pengemis adalah sebuah
bencana. Tapi bagi seorang pengemis ,hidupnya yang hanya untuk makan mampu
membuat mereka dapat berbuat lebih untuk menolong sesama.
Seperti itulah yang di
lakukan Willy. Ia mengakui tidak punya apa-apa dan tidak punya teman. Ketika ia
mendapatkan buku diarry seorang gadis kecil yang setengah terbakar. Dan ia sama
sekali tidak mengenal siapa gadis kecil itu. tapi cerita di dalam buku diarynya
menggugah Willy. Dan ia merasa dekat dengan buku itu. buku diary itu di
anggapnya sebagai seorang teman. Dan itu untuk pertama kalinya ia dapat
memiliki teman.
Setiap malam ia membaca
buku itu. Meski ada bagian buku yang tidak bisa ia baca karena huruf yang tidak
ia kenali. Namun, ia belajar dan berusaha membaca buku itu pelan-pelan. Ia
tergugah dengan kisah gadis kecil dalam buku diary itu. Gadis kecil itu
menghadapi kehidupan yang keras. sang gadis kecil telah di tinggalkan oleh
ibunya dan ia berharap ada malaikat yang mampu menghiburnya seperti yang telah
di janjikan ibunya sebelum menuju surga.
Setelah membaca beberapa
paragraf. Willy akan menulis balasannya untuk bisa menjawab setiap hal yang ada
di buku diary itu. lewat balasan tulisannya ia bersimpatik dengan si gadis
kecil. Ia berharap mampu menjadi teman sekaligus menjadi malaikat.
Yang saya refleksikan
dari film ini. adalah tentang perjalanan Willy seorang tunawisma untuk menjadi
malaikat. Cerita The Cardboard boxer mengarah kepada harapan gadis kecil itu di
buku diarynya agar bisa bertemu dengan malaikat yang di utus dari surga. Dan
malaikat yang di harapkan gadis kecil itu tercerminkan pada sosok Willy.
pengemis yang tidak punya apa-apa namun walaupun hidup sangat kekurangan ia
menunjukkan sikap moral seperti malaikat. Menolong sesama, memberi makan anjing
meski ia sendiri belum tentu makan hari itu. ia juga Mengasihi perempuan malam
dengan memberi lima dolar tanpa harus memesan permainan. Ia mendorong kursi
roda temannya bernama Pink seorang veteran perang yang cacat yang berakhir
menjadi tuna wisma. Lalu di akhir cerita Willy memasang dirinya untuk di pukuli
orang tua yang berkelahi demi uang lima dolar. Dan di akhir cerita ia berkata
kepada seorang gadis berkecukupan yang bertanya kepadanya “ jika kamu masuk
100% di surga apa yang akan kau lakukan.” Williy menjawabnya “ aku tidak ingin
masuk surga, aku ingin masuk neraka”. Perempuan itu tercengang.
Setelah itu ending cerita
dalam film ini sangat memukau. Willi benar-benar menjadi malaikat yang selama
ini di harapkan dalam doa-doa gadis kecil. Di trotoar jalan Willy bertemu
dengan penulis buku diary yang selama ini di bacanya siang dan malam.
Bagaimana bisa mereka
bertemu. Untuk itulah saya merekomendasikan film ini agara saudara tonton.
Selamat menikmati. Dan jangan meninggalkan tempat anda selama film yang anda
tonton berlangsung.!