Rabu, 18 Januari 2017

Malaikat itu adalah seorang tunawisma. (refleksiku atas film Cardboard Boxer).



Saya sudah bebarapa kali menonton sebuah film. Kebanyakan orientasi film saya adalah film-film produksi orang barat (Hollywood). Saya suka segala genre film. Selama itu pikirku, setelah menonton  bisa memberi waktu untuk berefleksi dan kontemplasi . Maksudnya, film yang saya nonton bisa bernilai ibadah yang mengajarkan kita untuk menjadi diri sendiri. Tapi satu hal, aku tak suka genre horror, karena aku punya pengalaman yang kurang menyenangkan dengan penampakan bentuk yang tidak sempurna. Dan jalan cerita film Horror hanya akan selalu membuatku mengingatnya. Untuk itu saya akan sangat susah merefleksikan film horror lantaran prasangka yang belum bisa di ajak berkompromi. Yang paling mudah di refleksikan itu adalah film semi. Bukankah begitu.? Hehehe.
Malam ini saya menyaksikan film yang berjudul Cardboard Boxer yang di bintangi oleh Thomas Heden Church. Saya semula berpikir film ini akan bercerita tentang perjalanan dan perjuangan seorang petinju. Sampai mencapai puncak kesuksesannya. Namun generalisasi awal ku itu keliru, dan generalisasi awal terhadap sesuatu memang tidak bisa menjadi pijakan yang kuat. Karena dalam hidupku, generalisasi yang selalu saya tampakkan akan tersimpulkan sebagai sesuatu yang keliru. Seperti malam ini. Generalisasi ku keliru lagi. Film ini dari detik pertama hingga endingnya, bukan berbicara kisah seorang petinju. Tapi memaparkan kehidupan seorang pengemis bernama Willy dan buku diary gosong yang ia dapatkan dari tong sampah.
Film ini tidak memaparkan latar belakang bagaimana Willy bisa hidup menggelandang. Tetapi kehidupannya di trotoar jalan, penuh dengan pesan moral. Ia hidup dengan sederhana. Dan memang tidak bisa lebih dari pada itu. Kalau kita melihat dari sudut pandang uang, sebagai ukuran ketidaksederhanaan. Namun meski sederhana ia tidak pernah mengeluhkan apa-apa. Ia jarang mengeluhkan kehidupannya yang menggelandang. Meski lewat kaca mata orang kaya mungkin hidup seorang pengemis adalah sebuah bencana. Tapi bagi seorang pengemis ,hidupnya yang hanya untuk makan mampu membuat mereka dapat berbuat lebih untuk menolong sesama.

Seperti itulah yang di lakukan Willy. Ia mengakui tidak punya apa-apa dan tidak punya teman. Ketika ia mendapatkan buku diarry seorang gadis kecil yang setengah terbakar. Dan ia sama sekali tidak mengenal siapa gadis kecil itu. tapi cerita di dalam buku diarynya menggugah Willy. Dan ia merasa dekat dengan buku itu. buku diary itu di anggapnya sebagai seorang teman. Dan itu untuk pertama kalinya ia dapat memiliki teman.
Setiap malam ia membaca buku itu. Meski ada bagian buku yang tidak bisa ia baca karena huruf yang tidak ia kenali. Namun, ia belajar dan berusaha membaca buku itu pelan-pelan. Ia tergugah dengan kisah gadis kecil dalam buku diary itu. Gadis kecil itu menghadapi kehidupan yang keras. sang gadis kecil telah di tinggalkan oleh ibunya dan ia berharap ada malaikat yang mampu menghiburnya seperti yang telah di janjikan ibunya sebelum menuju surga.
Setelah membaca beberapa paragraf. Willy akan menulis balasannya untuk bisa menjawab setiap hal yang ada di buku diary itu. lewat balasan tulisannya ia bersimpatik dengan si gadis kecil. Ia berharap mampu menjadi teman sekaligus menjadi malaikat.
Yang saya refleksikan dari film ini. adalah tentang perjalanan Willy seorang tunawisma untuk menjadi malaikat. Cerita The Cardboard boxer mengarah kepada harapan gadis kecil itu di buku diarynya agar bisa bertemu dengan malaikat yang di utus dari surga. Dan malaikat yang di harapkan gadis kecil itu tercerminkan pada sosok Willy. pengemis yang tidak punya apa-apa namun walaupun hidup sangat kekurangan ia menunjukkan sikap moral seperti malaikat. Menolong sesama, memberi makan anjing meski ia sendiri belum tentu makan hari itu. ia juga Mengasihi perempuan malam dengan memberi lima dolar tanpa harus memesan permainan. Ia mendorong kursi roda temannya bernama Pink seorang veteran perang yang cacat yang berakhir menjadi tuna wisma. Lalu di akhir cerita Willy memasang dirinya untuk di pukuli orang tua yang berkelahi demi uang lima dolar. Dan di akhir cerita ia berkata kepada seorang gadis berkecukupan yang bertanya kepadanya “ jika kamu masuk 100% di surga apa yang akan kau lakukan.” Williy menjawabnya “ aku tidak ingin masuk surga, aku ingin masuk neraka”. Perempuan itu tercengang.
Setelah itu ending cerita dalam film ini sangat memukau. Willi benar-benar menjadi malaikat yang selama ini di harapkan dalam doa-doa gadis kecil. Di trotoar jalan Willy bertemu dengan penulis buku diary yang selama ini di bacanya siang dan malam.
Bagaimana bisa mereka bertemu. Untuk itulah saya merekomendasikan film ini agara saudara tonton. Selamat menikmati. Dan jangan meninggalkan tempat anda selama film yang anda tonton berlangsung.!

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon