Waktu itu shubuh. Ada kapal yang berlabuh.
Senja yang perlahan kelabu. Aku bersama
awan yang tabuh.
Sudah kulewati garis hening. Batas-batas
yang membuatku terkoyak.
Semilir angin yang bermain
dengan kelopak bunga.
Derita jiwa yang mendatangkan
gerimis.
Kupanjat doa tertambal, mabuk, pasrah,
dan hening lagi.
Gurauan alam ini, keagungan
serta kebesaran Nya.
Mungkin dalam waktu yang lama.
Membuatku terkucil, semakin
terkucil.
Seperti semut yang berenang di
lautan.
Seperti semut hitam, yang
bersantai pada gelap dan batu hitam.
Aku terkucil. dan aku hening
lagi.
Dapat kubaca. Kata-kata langit.
Tarian angin serta awan bersama
bintang dan galaksi.
Dan makhluk yang menjadi di
telan gravitasi.
Kadang kita harus menjadi arus
yang tenang.
Agar kita dapat melihat pantulan
di permukaan.
Serta kita harus menjadi air
yang hening.
Biar kita dapat melihat ke
kedalaman.
Biarkan matamu terpejam.
Agar kau melihat kegelapan.
Biarkan matamu mekar.
Agar kau tahu arti sebuah
cahaya.
Ada cahaya di atas cahaya. Dan kita
butuh banyak mata mekar.
Dan hening lagi. Aku kembali
dalam doa yang terkoyak.
Aku kembali dalam doa yang
tertambal.
Dalam mimpi aku ingin menjadi
kebenaran.
Tapi aku kembali terbangun. Dan aku
hening lagi.
Kamis, 23 Juni 2016 ( malam ke 18 Ramadhan ) 22;37
berharap bisa hening.
berharap bisa hening.