Minggu, 19 Juni 2016

Tafsiran Surah Al Fatihah





Tafsiran surah al Fatihah

Ada sekian banyak nama yang di sandang oleh surah ini. tidak kurang dari dua puuh sekian nama. Ada tiga atau empat nama yang di perkenalkan oleh Rasulullah saw. Yaitu Al Fatihah, Ummul Kitab atau ummul Qur’an dan as- Sab’ al-Matsani.

v Nama Al Fatihah

Rasulullah saw bersabda dalam salah satu hadist dan menyebut nama Al Fatihah. Antara lain : “tidak ada (tidak sah) shalat bagi yang tidak membaca Fatihah al-Kitab” (HR, Bukhari, Muslim dan perawi lainnya)
Kata “Fath” yang menjadi akar kata al Fatihah memiliki arti secara harfiah menyingkirkan sesuatu yang terdapat pada satu tempat yang akan di masuki. Arti harfiah ini bisa di artikan bahwa Al-Fatihah terletak pada Awal Al-Qur’an, dan kerena biasanya yang pertama memasuki sesuatu adalah yang membukanya. Maka kata Fatihah disini berarti awal al-Qur’an atau bisa juga di sebut pembuka yang sangat agung bagi segala macam kebaikan.

v Nama as – Sab al Matsani

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh at Tirmidzi bahwa Rasulullah saw bersabda. “Demi Tuhan Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Allah tidak menurunkan di dalam Taurat, Injil maupun Zabur dan Al-Qur’an suatu surah seperti as-Sab al Matsani”.
Secara etimologi kata “as-Sab” berarti tujuh, karena surah ini berjumlah tujuh ayat, sedang kata Matsani adalah bentuk jamak dari Mutsanna atau matsna yang secara harfiah berarti dua-dua yang bisa di pahami berulang-ulang. Surah ini di namakan demikian karena ia di baca berulang-ulang dalam shalat atau di luar sholat. Atau karena kandungan pesan setiap ayatnya terulang-ulang dalam ayat al-Qur’an yang lain. Maka as-Sab al Matsani bisa disebut sebagai tujuh ayat yang di baca berulang-ulang.

v Nama Ummul Kitab atau Ummul Qur’an.

Penamaanya sebagai ummul Kitab juga bersumber dari hadits bahwa Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang sholat tanpa membaca Ummu al-Qur’an maka sholatnya Khidaj (kurang atau tidak sah).
Secara etimologi kata Umm berarti Induk. Penamaan surah ini dengan induk al-Qur’an karena ia berada di awal al-Qur’an  sehingga ia bagaikan asal dan sumber, serupa dengan ibu yang disamakan dengan induk yang datang mendahului anak serta merupakan sumber kelahirannya.
Ia pula di namakan sebagai Umm, bisa jadi karena ayat-ayat al Fatihah mencakup kandungan tema-tema pokok semua ayat al-Qur’an. Muhammad Abduh beranggapan bahwa Al-Fatihah sebenarnya adalah Wahyu yang pertama kali di turunkan bukan al-Alaq. Melihat kandungan surah al Fatihah yang mencakup tema-tema pokok al-Qur’an seperti
1.      Tauhid pada ayat kedua dan kelima.
2.      Janji dan ancaman pada ayat pertama, ketiga dan ketujuh
3.      Ibadah yang menghidupkan Tauhid pada ayat ke lima dan ketujuh
4.      Penjelasan tentang jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan cara mencapainya. Terdapat pada setiap ayat.
5.      Sejarah masa lampau pada ayat terakhir.
Pendapat Abduh mengenai surah Alfatihah sebagai wahyu yang pertama dengan penjelasan logika tidak di terima oleh mayoritas ulama. Tetapi kita dapat menerima pendapat Muhammad Abduh dalam konteks membuktikan kedudukan al-Fatihah sebagai ummul Qur’an atau untuk menjelaskan mengapa surah al Fatihah di letakkan pada awal al-Qur’an.

v  Asbabun Nuzulnya ?

Ada riwayat yang menyatakan bahwa ia turun sesudah surah al Muddatsir, ada lagi yang berpendapat bahkan sesudahnya dan sesudah al Muzammil dan al kalam turun. Ada lagi yang berkata bahwa ia turun di Madinah. Dan ada pula yang beranggapan bahwa ia turun dua kali, satu kali di Makkah dan satu kali lagi di Madinah untuk menggambarkan keagungan surah ini.
Namun pendapat yang kuat bahwa surah ini tergolong Makkiyah, melihat as-Sab al Matsani telah di singgung oleh al-Qur’an melalui firman-Nya dalam QS. Al-Hijr 15:87: “Sesungguhnya Kami telah menganugrahkan kepadamu as Sab al-Matsani dan AlQur’an al-Karim”. Dan di sepakati oleh para ulama bahwa surah al-Hijr turn ketika Nabi Saw, masih bermukim di Mekkah. Di tambah lagi bahwa sholat sudah di wajibkan sejak saat nabi masih bermukim di Makkah, dan nabi pernah bersabda bahwasanya sholat tidak sah jika tidak membaca al-Fatihah.

v  Tema Pokok dan Tujuan nya ?
                  
Menurut Ibrahim ibn Umar al Biqa’i “nama setiap surah menjelaskan tujuan serta tema umum surah itu.” Al-Fatihah nama-namanya antara lain adalah
1.      Ummul Kitab (induk al-Qur’an)
2.      Al-Asas (asas segala sesuatu)
3.      Al Matsani ( yang di ulang-ulang)
4.      Al-Kanz ( pembendaharaan)
5.      Asy-syafiah (penyembuh)
6.      Al-Kafiyah ( yang mencukupi)
7.      Al-Waqiyah ( yang melindungi)
8.      Ar-Ruqyah (mantra).
9.      Al-Hamd ( pujian)
10.  Asy-Syukr ( syukur )
11.  Ad-du’a dan as-shalat ( doa ).

Kesemua nama ini mengandung serta berkisar atas segala sesuatu yang tersembunyi yang dapat mencukupi segala kebutuhan, yaitu pengawasan yang melekat. Segala sesuatu yang tidak di buka dengannya tidak akan memiliki nilai. Dia adalah pembuka segala kebaikan, asas segala makruf, tidak dinilai salah, kecuali bila di ulang-ulang. Dia adalah pembendaharaan menyangkut segala sesuatu. Dia menyembuhkan segala macam penyakit, serta mencukupi manusia dalam mengatasi segala keresahan , serta melindunginya dari segala keburukan dan menjadi mantera untuk menghadapi kesulitan. Surah inilah yang merupakan ketetapan bagi pujian yang mencakup segaa sifat kesempurnaan, serta kesyukuran yang mengandung pengagungan terhadap Allah, pemberi nikmat, dan dia pula yang merupakan inti doa karena doa adalah menghadapkan diri kepada-Nya sedang doa yang teragung tersimpul di dalam hakikat sholat. Jika demikian,  tujuan utama dari surah al-Fatihah adalah mentapkan kewajaran Allah swt. Untuk di hadapkan kepada-Nya segala puian dan sifat-sifat kesempurnaan, dan meyakini kepemilikan-Nya atas dunia dan akhirat serta kewajaran-Nya untuk di sembah dan di mohonkan dari Nya pertolongan, dan nikmat menempuh jalan lurus sambil memohon keterhindaran dari jalan orang yang binasa.
Itulah tujuan dan tema pokok surah al Fatihah, demikian al-Biqa’i.

TAFSIRAN PER AYAT

v Ayat 1 Bismillahir rahmani arrahim (dengan nama Allah yang Rahman lagi Rahim)

Ayat ini di mulai dengan huruf “Ba” yang berarti dengan. Yang mengandung satu kata atau kalimat yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas di dalam benak ketika mengucapkan Basmalah, yaitu kata “memulai”, sehingga Bismillah berarti “ Saya atau Kami memulai apa yang kami kerjakan ini dengan nama Allah”. Ini menjadi tanda bagi pengucap bahwa apa yang di kerjakannya selalu di iringi dengan doa atas nama Allah.
Apabila seseorang memulai sebuah pekerjaan atas nama Allah maka pekerjaan tersebut akan menjadi baik atau paling tidak, pengucapnya akan terhindar dari godaan nafsu, dorongan ambisi atau kepentingan pribadi, sehinggga setiap perbuatannya membawa manfaat bagi dirinya, orang lain dan lingkungannya serta kemanusiaan secara keseluruhan.
Rasulullah saw bersabda “ Setiap perbuatan yang penting yang tidak di mulai dengan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ maka perbuatan tersebut cacat” (HR As-Suyuthi).
Pengucap basmalah ketika mengaitkan ucapannya dengan kekuasaan dan pertolongan Allah maka seakan akan ia berkata “ Dengan kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya pekerjaan yang saya lakukan dapat terlaksana”.
Apapun aktivitas yang anda lakukan, termasuk menarik dan menghembuskan nafas, makan atau minum, gerak reflex atau sadar, diam atau bergerak, semuanya tidak dapat terlaksana tanpa kekuasaan dan pertolongan Allah.
Di sini pengucap yang menghayati ucapannya akan menyadari kelemahannya di hadap Allah swt., tetapi dalam saat yg sama ia memperoleh kekuatan dan rasa percaya diri , karena ketika itu ia telah menyadarkan diri kepada Allah swt. Sambil memohon bantuannya.

v Ayat 2  Alhamdulillahi rabbil alamin ( segala puji bagi Allah pemelihara seluruh alam).

Ayat ini memiliki dua sisi makna. Pertama berupa pujian kepada Allah dalam bentuk ucapan, dan kedua berupa bentuk perbuatan syukur kepada-Nya . Syukur adalah mengakui dengan tulus dan penuh hormat, nikmat yang di anugrahkan oleh yang di sykuri itu, dengan kata-kata maupun dengan perbuatan.
Pujian kepada-Nya dalam bentuk ucapan merupakan anjuran, apalagi saat mendapatkan anugrah Ilahi. Itu sebabnya Rasulullah saw. Selalu mengucapkan al-hamdu lillah dalam kondisi dan situasi apapun. baik bangun tidur dan sebelum tidur Rasulullah saw sering mengucapkan  al-hamdu lillah.
Apabila seseorang sering mengucapkan al-hamdu lillah, maka seterusnya ia akan merasa berada dalam curahan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Dia akan merasa bahwa Tuhan tidak membiarkannya sendiri. Jika kesadaran ini telah berbekas dalam jiwanya, maka seandainya sesekali ia mendapatkan cobaan atau merasakan kepahitan, dia pun akan tetap mengucapkan al-hamdu lillah. Karena si pengucap sadar bahwa limpahan karunia-Nya sudah demikian banyak, sehingga cobaan dan malapetaka itu tidak lagi berarti di bandingkan dengan besar dan banyaknya karunia selama ini. di samping itu akan terlintas pula dalam pikirannya bahwa pasti ada hikmah di balik cobaan itu, karena semua perbuatan Tuhan pasti terpuji.

v Ayat 3 : Ar-Rahman ar- Rahim

Ketika seseorang membaca ar Rahman atau ar-Rahim maka di harapkan jiwanya akan di penuhi oleh rahmat dan kasih saying, dan saat itu rahmat dan kasih saying akan memancar keluar dalam bentuk perbuatan-perbuatan. Bukankah perbuatan merupakan cerminan dari gejolak jiwa? Bukankah seseorang yang dirundung kesedihan atau kesakitan, keindhaan dapat di anggapnya keburukan? Tidakkah kalu ia sedang mabuk asmara, segalanya akan terlihat indah? Bukankah setiap wadah menumpahkan isinya? Sebuah gelas yang berisi sirup pasti akan menumpahkan sirup, jangan berharap selain sirup.
Menurut Al Gazali buah yang dihasilkan oleh Rahman pada aktivitas seseorang adalah bahwa, “ ia akan mencurahkan rahmat dan kasih sayang kepada hamba-hamba Allah yang lengah, dan ini mengantar yang bersangkutan untuk mengalihkan mereka dari jalan kelengahan menuju Allah dengan memberinya nasihat secara lemah lembut- tidak dengan kekerasan- memandang orang-orang berdosa dengan pandangan kasih sayang – bukan dengan gangguan- serta setiap kedurhakaan yang terjadi di alam raya, bagai kedurhakaan terhadap dirinya, sehingga ia tidak menyisihkan sedikit upaya pun untuk menghilangkannya sesuai kemampuannya, sebagai pengejewantahan dari rahmatnya terhadap si pendurhaka jangan sampai ia mendapatkan murka-Nya dan kejauhan dari sisi-Nya.
Sedang buah ar-Rahim menurut al-Ghazali adalah, tidak membiarkan seorang yang butuh kecuali memenuhi kebutuhannya, tidak juga membiarkan seorang fakir di sekelilingnya atau di negerinya kecuali dia berusaha untuk membantu dan menampik kefakirannya, dengan harta, kedudukan, atau berusaha melalui orang ketiga sehingga terpenuhi kebutuhannya. Kalau semua itu tidak berhasil ia lakukan, maka hendaklah ia membantunya dengan doa serta menampakkan rasa kesedihan dan kepedihan atas penderitannya. Itu semua sebagai tanda kasih dan sayang dan dengan demikian ia bagaikan serupa dengannya dalam kesulitan dan kebutuhan.
Itulah buah yang di harapkan dari bacaan ar-Rahman dan ar-Rahim, demikian al-Ghazali.

v Ayat 4 : Malikiyaumiddin (pemilik hari pembalasan)

Ayat ke empat diatas menyatakan bahwa Allah adalah pemilik atau raja hari Kemudian. Paling tidak ada dua makna yang di kandung oleh penegasan ini yaitu:
Pertama, Allah menentukan dan Dia pula satu-satunya yang mengetahui kapan tibanya hari tersebut, sebagai mana firman-Nya “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu ada pada sisi Tuhanku, tidak satu (makhluk) pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya kecuali Dia semata”. (QS.al-A’raf 7: 187).
Kedua, Allah menguasai segala sesuatu yang terjadi dan apapun yang terdapat ketika itu. Kekuasaan-Nya sedemikian besar sampai-sampai jangankan bertindak atau bersikap menentang-Nya, berbicara pun harus dengan seizin-Nya.
Pada hari itu, Ruh (malaikat Jibril) dan para malaikat (yang lain) berdiri bershaf-shaf. Tidak ada yang berbicara kecuali yang di izinkan oleh ar-Rahman dan dia mengucapkan kata-kata yang benar”(QS. An-Naba’ 76:38).

*    Ayat 5 : iyyakana’budu wa iyyakanastain ( Hanya kepada-Mu Kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan ).

Banyak sekali pesan yang di kandung oleh kedua kata terangkai “iyyaka” dan “na’budu”.
Secara tidak langsung penggalan ayat ini mengecam mereka yang mempertaruhkan atau menyembah selain Allah, baik masyarakat Arab ketika itu maupun selainnya. Memang banyak sekali di antara masyarakat Jahiliah yang menyembah berhala, benda-benda langit atau bahkan binatang-binatang. Dari kalangan masyarakat Arab, kaum Saba’ di Yaman, demikian juga suku Taim, Ukal dan Dhabbat di Jazirah Arabia menyembah matahari.
Penggalan ayat diatas mengecam mereka semua dan mengumandangkan bahwa yang di sembah hanya Dia Rabb al-alamin, Tuhan sesembahan-sesembahan itu, bahkan Tuhan seru sekalian alam.
Ketika seorang menyatakan iyyaka na’budu maka ketika itu tidak sesuatu apapun, baik dalam diri seseorang maupun yang berkaitan dengannya, kecuali telah dijadikan milik Allah. Memang, segala aktivitas manusia harus berakhir menjadi ibadah kepada-Nya sedang puncak ibadah adalah ihsan.
Ibadah merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah, karena itu ia lebih wajar untuk didahulukan dari pada memintapertolongan-Nya. Bukankah sebaiknya Anda mendekat sebelum meminta?. Disisi lain ibadah dilakukan oleh yang bermohon sedang meminta bantuan adalah mengajak pihak lain untuk ikut serta. Memulai dengan upaya yang di lakukan sendiri, lebih wajar di dahulukan daripada upaya dengan meminta bantuan pihak lain. Selanjutnya salah satu hal yang di harapkan bantuan-Nya adalah menyangkut ibadah itu sendiri, sehingga sangat wajar menyebut ibadah terlebih dahulu yang merupakan azam dan kebulatan tekad si pemohon baru kemudian memohon agar di bantu antara lain dalam meraih kesempurnaan ibadah di maksud. Ini dari segi makna, sedang dari segi redaksi adalah lebih tepat menyebut nasta’in sebagai akhir ayat agar iramanya sama atau mirip dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Penggalan kata iyyaka yang berkaitan dengan ibadah mengandung arti pengkhususan mutlak. Tidak di perkenankan memadukan motivasi ibadah dengan apapun selain Allah, karena kalau demikian, keikhlasan akan terganti menjadi riya.

v Ayat 6 : ihdinissaratalmustaqim ( Bimbinglah (antar) lah kami (memasuki) jalan lebar dan luas.)

Ayat keenam ini dapat di pahami dalam arti sebagai permohonan agar kiranya Allah swt. Menganugrahkan kepada si pemohon – melalui naluri, panca indra, akal dan agama kemampuan untuk menggapai jalan lurus lagi luas itu sehingga ash-shirath al-mustaqim tidak saja di rasakan di dalam naluri atau dilihat, di cium, di dengar dan di raba oleh panca indra, tetapi juga di benarkan oleh akal, serta dari saat kesaat memperoleh bimbingan dan pengetahuan yang bersumber dari Allah swt., kemudian di beri pula kemampuan untuk melaksanakannya.

v Ayat 7 : ( yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang di murkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.)

Ada empat kelompok manusia yang telah mendapat nikmat khusus dari Allah swt. Yaitu “nikmat keagamaan”, dan jalan kelompok-kelompok itulah yang di mohonkan agar di telusuri pula oleh pembaca ayat ketujuh surah al-Fatihah ini.
Kelompok pertama, disebut sebagai kelompok nabi dan rasul yakni kelompok yang mendapatkan petunjuk langsung dari Allah swt yang di tugasi untuk menuntun manusa kepada kebenaran ilahi. Mereka adalah klompok yang terpelihara dari dosa atau pelanggaran apapun.
Kelompok kedua disebut sebagai para shiddiqin yaitu orang-orang dengan pengertian apapun selalu benar dan jujur. Mereka juga selalu mendapatkan bimbingan ilahi, sehingga terpelihara dari sikap yang bertentangan dengan kebenaran ilahi. Tetapi tingakatannya berada di bawah tingakatan nabi dan rasul.
Kelompok ketigaa adalah para syuhada yang bersaksi atas kebenaran dan kebajikan melalui ucapan dan tindakan mereka, walau harus mengorbankan nyawa sekalipun, dan atau ereka disaksikan kebenaran dan kebajikan oleh Allah swt, para malaikat dan lingkungan mereka.
Kelompok keempat adalah orang-orang saleh yakni yang tangguh dalam kebajikan, dan selalu berusaha mewujudkannya, kalaupun sesekali ia melakukan pelanggaran kecil tidak berarti dengan kebajikan-kebajikan mereka.
Melalui ayat ketujuh ini kiranya mereka , siapa, kapan dan dimanapun, menjadi panutan kita dalam kehidupan ini.

Sedangkan tipe ad dhallin  ialah sebagai berikut.

Pertama, orang-orang yang memang sama tidak mengenal atau menemukan petunjuk Allah swt dan agama yang benar. Sehingga terhalang dari mereka berpikir jauh kedepan tentang kebenaran yang sebenarnya.
Kedua, orang-orang yang pernah memiliki sedikit pengetahuan agama, sedikit memiliki keimanan dalam hatinya tetapi pengetahuan itu tidak dikembangkannya, di asah, sehingga pudar keimanannya. Termausk dalam tipe ini orang-orang yang hanya mengandalkan akalnya semata-mata dan menjadikannya satu-satunya tolak ukur, walaupun dalam wilayah yang tidak dapat di pahami oleh akal.
Ketiga, yang digambarkan oleh QS. Al-Hijr (15) adalah mereka yang berputus asa dari rahmat Allah swt. Putus asa akan kesembuhan, pencapaian sukses, pengampunan dosa dan lain-lain yang kesemuanya berakhir pada tidak bersangka baik kepada Allah swt.
Demikian ayat terakhir surah al-Fatihah ini mengajarkan manusia agar bermohon kepada Allah, kiranya ia di beri petunjuk oleh-Nya sehingga mampu menelusuri jalan luas lagi lurus, jalan yang pernah di tempuh oleh orang yang telah memperoleh sukses dalam kehidupan ini, bukan jalan orang-orang yang gagal dalam kehidupan ini, karena tidak mengetahui yang benar, atau mengetahui tetapi enggan untuk menelusurinya.

v Amin
Di anjurkan mengakhiri bacaan surah ini dengan ucapan “Aamiin”walaupun kata ini bukan bagian dari surah ini.
Terdapat beberapa makna mengenai kata ini
1.      Ya Allah perkenankanlah! Ini pendapat mayoritas ulama
2.      Ya Allah ! lakukanlah!
3.      Demikian itu Ya Allah. Maka semoga engkau mengabulkannya.
4.      Jangan kecewakan kami ya Allah!
5.      Amin adalah salah satu nama Alah swt.
Jika pengertian Amin di kaitkan dengan surah ini kiranya allah memperkenankan dan tidak mengecewakan pemohon. Jika kita membacanya maka kita bermaksud “perkenankanlah semua itu ya Allah, jangan kecewakan kami.”

Demikianlah tafsiran ringkas surah Alfatihah ini, itulah agama yang benar dan itu pulalah seharusnya kenyataan hidup kita, jalan yang di harapkan itu telah mengantar puluhan ribu manusia, para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang yang saleh ketujuan yang mereka harapkan. Dan semoga kita tergolong salah satu yang berhasil.


Sumber : Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Mishbah, I . I, Jakarta: Lentera hati, 2006.

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon