Minggu, 12 Juni 2016

Sindrom pahala menyebar di Bulan Ramadhan ? hati-hati ki'.


Ketika masuk bulan suci Ramadhan, pada hari pertama di saat tenggelamnya matahari, umat islam berbondong-bondong ke masjid untuk melaksankan Sholat Tarawih, tiba-tiba saja masjid menjadi ramai, memang sudah bisa di tebak, kata tarawih itu di maknai sebagi sholat yang lebih menggoda dari pada sholat Isya sebelumnya. Bagaimana jadinya jika tidak ada sholat tarawih apakah masjid tetap seramai itu?.



Mungkin saja, iming-iming pahala yang berlipat ganda menjadi alasan utama yang mendorong para jama’ah untuk melaksanakan setiap ibadah di bulan Ramadhan, dan syindrom angka dan jumlah, tiba –tiba saja menyerang umat. Setiap ibadah di lipat gandakan, dan itu dijumlahkan secara tekstual, hingga ibadah yang bisa di jumlahkan itulah yang paling menggoda dan yang paling sering di laksanakan.

 Seperti misalnya sholat, kita bermain jumlah, sholat sunnah bisa berlipatganda bahkan menyamai pahala sholat wajib, dan sholat wajib pahalanya bisa berlipat-lipat ganda dari sholat jama’ah di luar bulan Ramadhan.

Membaca ayat suci Al-Qur’an, juga menjadi primadona untuk di kerjakan, karena satu huruf saja bisa terhitung 10 pahala, jadi bila sudah membaca Alif,Lam,Mim, maka pahalanya sudah menjadi 30. Bagaimana jika sudah satu surah sepanjang surah Al-Baqarah, apalagi jika satu jus sampai 30 jus. Dan khatam lalu di ulang lagi dari awal hingga khatam berkali-kali.  Maka kita pun membaca AlQur’an dengan sangat rajin di Bulan Ramadhan, mungkin saja sebagai bentuk menabung pahala, karena sudah mengkhatamkan alQur’an di bulan Ramadhan pahala akan sangat banyak. Begitulah bahasa marketingnya yang menggoda umat untuk rajin membaca Al-Qur’an dan melupakan arti, tafsir serta maknanya yang bisa sangat membantu untuk bisa berjalan di jalan yang lurus pada kehidupan yang selalu menawarkan jalan yang bengkok.

Begitu juga dengan sedekah dan ibadah-ibadah lainnya. bulan Ramadhan malah berubah menjadi bulan utilitarianisme. Kita menjalankan ibadah puasa karena sangat berguna untuk memasukkan kita kedalam surga dan menghindarkan kita dari neraka. Kita sholat karena pahalanya berlipat ganda. Dan pahala itu bisa menjadi semacam syarat untuk mendapatkan tiket dan menikmati wahana permainan di Surga. Juga membaca Al-Qur’an dengan hitungan satu huruf itu 10 pahala tanpa mengetahui arti dan memahami tafsirannya demi mendapatkan tambahan tiket, sehingga makin banyak wahana yang dapat di mainkan di dalam Surga.

Apakah Surga hanya sebatas itu. Apakah penjaga Surga itu atau mungkin salah satu malaikat ada yang di sebut sebagai malaikat kalkulator untuk menghitung pahala-pahala manusia serta dosa-dosa yang dapat mengurangi pahala manusia. bagaimana jika ternyata begitu terjadi penjumlahan, pahala kita lebih banyak  selisih satu angka dengan dosa kita, surga apakah yang akan kita dapatkan. Mungkinkah surga yang yang letaknya berbatasan langsung dengan neraka. Sehingga kita bisa melihat secara langsung wahana permainan yang lebih ekstrim di Neraka. Bahkan  bisa ikut merasakan panasnya wahana itu.

Saya pikir khayalan tentang Surga dan neraka dan perhitungan pahala itu adalah khayalan yang begitu nakal dan ngelantur. Tetapi jika kita masih berpikir bahwa kita bisa bernegosiasi bersama Tuhan dengan bermodalkan pahala. Maka kita seperti bermain poker “semakin banyak yang kau pertaruhkan semakin banyak untung yang kau dapatkan” dari pada beribadah dalam arti yang sesungguhnya tanpa harus memikirkan sudah seberapa banyak sholat dan bacaan al-Qur’an yang saya baca.

Setidaknya Bulan Ramadhan bisa menjadi bulan yang memberi kita kesempatan untuk berkontemplasi. Banyak orang-orang suci yang mencapai pencerahan dengan menempuh puasa yang begitu di siplin tanpa harus sibuk hitung menghitung. Berkontemplasi dapat mengembalikan diri kita yang mungkin pernah terculik oleh nasib. Sehingga kita kehilangan kendali. Kita melaksanakan setiap praktik kehidupan yang bernilai ibadah di bulan Ramdhan semata-mata untuk mengenal kembali diri kita sendiri.

Selain untuk mengenal Tuhan lewat mengenal diri sendiri kita juga dapat mengenal lingkungan sekitar kita. Kalau kita memegang keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di luar diri adalah pengaruh dari diri kita sendiri. Maka kita bisa bijaksana dengan segala kegiatan yang kita lakukan sehari-hari. Karena lingkungan yang baik akan ikut mempengaruhi diri yang beriman.

Permainan marketing pahala untuk orang awam memang lebih baik dari pada tidak sama sekali. tetapi jauh dari pada itu . berpikir harus menjadi dasar segalanya. Jika anda yang memiliki daya berpikir di atas orang awam dan masih terperangkap dengan marketing itu maka kita mungkin akan merugi.

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon