Sumber gambar : Google.com |
Cinta
itu layu sebelum mekar. . .
Di
awal jumpa yang tak terencana
Bingkisan
ilahi menjelma dalam paras apik dan sempurna
Menusuk-nusuk hati yang beku dari ujung lirik mata
Sontak,
tandus jiwa berubah menjadi telaga
Seperti
kisah kebanyakan pemuda dan cinta.
Mendadak, bak jiwa tersulut bara pujangga
mengurai
kata-kata yang tersesat dalam labirin asmara. Membawanya pulang menuju rumah
rindu.
Dan
sibuk menerka-nerka . . .
Siapakah
namanya. . .?
Di
pertengahan jumpa
Lebih
seminggu rindu tertahan di saku baju. Tanpa tau siapakah nama si tuan baru
Di
sembunyikannnya hasrat temu pada lipatan pintu, juga pada bisik jarum jam dinding
di ruang waktu
Di
hapus juga sayatan luka pada garis waktu yang lalu, tentang kisah diawal tunas
yang tak tuntas
Tentang kelu yang selalu terseduh bersama kepedihan yang melingkar dalam cawan kalbu.
Lalu pergi bersama kisah liyan yang baru merekah .
Sekarang
langit kembali jingga, menanda bahwa bulan segera tiba bersama sekerat cahaya
senja dipelupuk mata
Aku
biarkan pesanku terbawa angin, bersama daun yang berguguran diatas rembulan yang
masih mengambang diatas genangan
Akan ada saatnya, sua menjadi
pelipur yang bara
Luruh
fajar mengganti malam
.
. .
-Disebutnya namanya dengan
senyum yang setiap malam memacu rindu. Sembari tangan lembutnya menggenggam jemari
yang kusut gegara menulis puisi semu-
#Halusinasi
Samata,
7 feb. 2017