Ketika dua orang manusia bertemu
lalu memperbincangkan Tuhan maka perbincangan itu bisa jadi akan larut atau
malah berhenti sebelum di mulai. Perbincangan itu akan larut jika dua manusia
itu sama seirus untuk memikirkan Tuhan karena mereka hendak mempertahankan
Tuhan atau malah mereka sepakat untuk meragukan Tuhan. Atau dua manusia
tersebut adalah dua manusia yang berbeda dan memang semua manusia berbeda,
tetapi perbedaan ini bersenjangan yang membuat dua manusia ini sama – sama mempertahankan
apa yang di yakininya lalu terbawa pada fase dimana salah satuya ingin menang. Misalnya
si A memperbincangkan Tuhan dengan landasan kerasionalannya, dan si B
memperbincangkan Tuhan dengan berlandaskan pada pengalamannya yang sangat
pribadi. Padahal kedua alat perbincangan tersebut sama-sama dapat bernilai
benar dalam memperbincangkan Tuhan.
Saya selalu tertarik sebagai
seorang yang juga gemar berselancar di dunia sosmed, ketika mendapati akun yang
membuka perbincangan mengenai masalah ketuhanan dengan paham tertentu. Apalagi ketika
mendapati akun yang berkomentar sambil mensinyalir bahwa pendapat paham
tersebut tidak sesuai atau malah mengatakan salah dan sesat dengan menyertakan
landasan yang di luar perbincangan. Biasanya akun yang berkomentar akan
mendapat komentar balasan, entah setuju atau malah tidak setuju dengan akun
tersebut. Saya biasanya juga ikut tergoda untuk berkomentar sambil mengajak
mereka bermain kata. Karena perbincangan mengenai Tuhan tidak pernah baru dan
hanya terus berputar. Kata-kata yang di bumbui dengan majas lah yang biasanya
membuat tertarik. Karena tidak ada kata yang paling tepat dan jelas untuk
mendeskripsikan Tuhan dan saya masih setuju dengan filsafat Witgenstein segala
sesuatu yang tidak bisa di perkatai lebih baik diam saja. Dan Tuhan adalah
sesuatu yang tidak bisa di perkatai macam buah apel yang mudah anda
deskripsikan.
Tema ketuhan dan orang-orang yang
memperbincangkan Tuhan di sini di sebut sebagai orang yang berbincang dan bukan
di sebut sebagai orang yang menggambarkan. Tuhan hanyalah perbincangan yang
seru. Karena setiap yang berbincang memiliki pendapatnya masing-masing yang bisa
jadi benar. Karena Tuhan tetap di sebut sebagai sesuatu yang paling terang
sehingga tidak ada alat indra pun yang bisa mendeteksinya.
Karena beralasan Tuhan yang tidak
bisa di perkatai dan di gambarkan, maka saya hanya sering mencoba untuk
menaikkan tensi perbincangan dengan mengeluarkan pendapat yang nyeleneh atau
sengaja mendobrak alam bawah sadar akun yang common sense(berpemhaman umum). Seperti
Tuhan itu malah lebih kecil dari pada kecoa dan semut. Tuhan itu adalah taruhan
yang paling menggiurkan. Meskipun saya juga sadar bahwa saya menelan ludah
sendiri. Karena Tuhan yang maha negative selalu tak terjamah. Sehingga apapun
yang saya katakan hanya akan kembali kepada diri saya sendiri, seraya menebak
bahwa Tuhan mungkin hanya menertawakanku. Tetapi ada pula akun yang menanggapi
tawaranku dengan menyesatkan diriku dengan alasan yang di mana kita harus
berpegang pada ulama tertentu dan mengharamkan logika. Ketika muncul komentar
semacam itu, aku malah semakin tertarik menggoda keyakinannya seraya menahan
kegelian. Tuhan yang adalah milik semua manusia tetapi mengapa harus di miliki
kelompok manusia saja. Bagi saya penggambaran tentang Tuhan selalu kabur dan
siapapun yang menggambarkannya akan selalu dapat di sanggah. dari pada
menyesatkan orang lain lebih baik di simak aja, karena perbincangan mengenai
Tuhan semakin banyak berbeda maka akan semakin membuat kita sadar bahwa mungkin
saja kita bisa salah.