Hanya beberapa hari berselang setelah tayangan amatir
mempertontonkan sebuah Truk besar yang melindas sekumpulan manusia di Nice,
Perancis yang menewaskan 40 orang. Lalu terjadi lagi bom bunuh diri di Munich,
Jerman. Dan sebelumnya runtutan terror biadab di bulan ramadhan mengusik ketenangan
hati nurani. Lalu kata “ISIS yang bertanggung jawab atas terror tersebut” memenuhi
relung jantung Islam yang terus berdetak kencang. Muncul pula konsep berpikir kuno“
Islam adalah agama teror” di kepala orang-orang barat yang sangat kontras
dengan “Islam adalah agama yang rahmat bagi seluruh alam”.
Tindakan teror bom
bunuh diri di daratan eropa dan daratan lainnya adalah tindakan yang biadab. Dan
tindakan yang dilakukan tidak dengan cara berpikir yang benar. Seingatku ada
dua macam logika yang dapat di tempuh oleh seorang manusia dalam bereksistensi
dan mengakrabi hal-hal yang di hadapinya. Logika analitik memudahkan manusia
dalam menghadapai objek sesuai dengan faktanya. Dan logika sintetik yang
memudahkan manusia dalam mengakrabi objek di luar tapal batas. Apa hubungannya
pelajaran logika dengan tindakan bom bunuh diri?. Sekurang-kurangnya manusia
dalam berlogika. Aku yakin mereka dapat mempertimbangkan segala tindak tanduk
kehidupannya. Yang paling minimal dari fungsi berpikir logis adalah dapat
memilah hal-hal sesuai dengan apa adanya. Tetapi sejarah kelam asal dari ilmu
teologi maut yang menjanjikan surga bagi para pelaku bom bunuh diri ini dengan
kesyahidannya tidaklah melestarikan cara berpikir runtut ini. bahkan mereka
telah mengharamkan pohon Filsafat sebagai induk berpikir yang paling nikmat
untuk di naungi.
Padahal sabda nabi bahwa “Agama Islam adalah agama yang
rasional” seharusnya di gemakan ke setiap penjuru daerah Islam. Agama Islam
yang rasional ini sangat akrab dengan cara berpikir logis. Ia di terima dengan
menggunakan logika analitik dan dia pula berjodoh dengan cara berpikir logika
sintetik. Konsep ketuhanan yang terjelaskan dalam al-Qur’an sebagai Tauhid.
Tuhan yang esa dapat di terima dan di setujui oleh manusia manapun yang
berpikir. Kitab Al-Qur’an sendiri di penuhi dengan ayat-ayat yang bisa di
mengerti dengan ukuran-ukuran logis. Dengan tindakan bom bunuh diri yang biadab
itu lalu melandaskannnya dengan ayat-ayat Tuhan tidak mengikuti cara berpikir
yang benar. Tetapi mereka membaca dengan mata yang buta, mendengar dengan
telinga yang tertutup dan membacanya dengan lidah yang bisu sebagai tanda-tanda
penghuni neraka yang sebenarnya menjadi tujuan mereka.
Tindakan teror juga tindakan yang di lakukan oleh
manusia-manusia yang putus asa. Dan manusia-manusia putus asa sangat tidak
akrab dengan logika. Manusia yang putus asa berpikir dengan tidak mengindahkan
kesistematisan daya akal. Manusia putus asa beranjak dari kebenaran berpikir
yang universal menuju cara berpikir subjektif yang sesat. Tuhan pun sudah
mewanti-wanti bahwa Dia membenci manusia yang putus asa karena manusia yang
putus asa amat dekat dengan ke kafiran. Dengan berpikir yang sesat akan membawa
kita pada kekafiran. menurut cara berpikir dengan kebenaran Universal,
melakukan tindakan teror bom bunuh diri dengan alasan apapun tidaklah di
benarkan. Berarti ia sesat dengan ukuran logika.