Kehidupan adalah kematian yang tertunda
Apakah kau ingin mati besok ?
Tentu jawaban yang pertama kali terbentuk di benak
kita, adalah “tidak”, “ atau “ Jika Tuhan berkehendak maka aku akan mati” dan “
Yah aku ingin mati”. ada tiga model jawaban yang muncul, model jawaban yang
pertama bisa terlontar karena masih
ingin menikmati hidup, saya masih muda, ingin berumur panjang, saya takut mati,
atau saya masih banyak dosa. Sedangkan model jawaban yang kedua “ Jika Tuhan
berkehendak maka aku akan mati”. otak manusia yang menjawab seperti adalah otak
manusia yang memang sudah siap untuk mati, tipe manusia yang telah menyerahkan
hidupnya. Sedangkan model jawaban yang ketiga “ Yah aku ingin mati” adalah
jawaban yang mustahil dilontarkan oleh manusia yang mentalnya Normal.
Untuk tipe jawaban yang pertama, mari kita
membahasnya secara lebih rinci.
Setiap waktu secara tidak sadar sebenarnya kita
menghabiskannya untuk menyamankan diri. mulai dari bangun hingga tidur lagi,
kegiatan yang kita lakukan setiap hari adalah pemenuhan diri untuk mendapatkan
kenikmatan dan penjagaan. manusia dalam perangkat mentalnya memiliki insting
Ego yang mengarahkan diri pada insting hidup. Contoh kebutuhan makan tepatnya.
Setiap manusia yang merasakan lapar akan terdorong untuk menyamnkan dirinya
dengan mengkonsumsi makanan. Tetapi makanan yang di konsumsinya akan kembali
membuatnya lapar dan manusia akan kembali mencari makan. Atau singkatnya,
manusia akan selalu menginginkan hidup untuk terus merasakan kenikmatan yang
berulang. Sehingga ketika ada sebuah pertanyaan “ apakah kau ingin mati besok”.
Secara otomatis manusia akan selalu memunculkan jawaban untuk menolaknya.
Pemenuhan kenikmatan manusia sangat di pengaruhi
oleh insting Ego. Ego manusia terbentuk dari lingkungan. Sehingga jika
lingkungan yang mendidik Ego jauh dari kebijaksanaan, maka akan terjadi
kemiskinan kenikmatan. Dalam artian manusia tidak akan pernah puas dengan
hidupnya. Ego yang menjadi Filter antara Id( yang tidak mengetahui aturan lingkungannya)
dan Super Ego ( yang selalu mengarahkan manusia kepada kebenaran). Akan selalu
mengikuti kemauan Id yang hanya bertujuan untuk kenikmatan, apakah kenikmatan
itu melanggar aturan lingkungan, tidak menjadi persoalan. Ego yang tidak terdidik akan tunduk dengan id dan
Super Ego tidak dapat berkutik. Kepuasan yang tidak ada habisnya akan
menggiring manusia untuk menjadikan kematian sebagai momok yang sangat
menakutkan.
Tetapi secara tidak sadar pula, manusia sebenarnya
hidup untuk mati, atau kehidupan adalah kematian yang tertunda. Setiap manusia
tidak akan bisa terhindar dari kematian. Karena insting hidup adalah bagian
insting mati. jadi kematian juga adalah kebutuhan manusia untuk melangsungkan
kehidupannya. Maka model jawaban yang kedua “ bahwa jika Tuhan berkehendak maka
aku akan mati” itu bernilai benar. Tetapi walaupun Tuhan tidak berkehendak
manusia tetap akan mati.
Mari kita mengikuti penjelasan Teori Sigmund Freud
tentang dualisme Final antara insting hidup dan insting mati.
Tujuan insting mati menurut Freud adalah
mengembalikan organisme pada keadaan inorganik. Kondiisi inorganik adalah
kematian itu sendiri, maka tujuan dari insting mati adalah perusakan diri
sendiri. Pada umumnya perangkat mental berjuang untuk mempertahankan dirinya
agar berada dalam keadaan tenang. Keadaan tenang yang di maksud adalah seperti
keadaan Surga yang bebas dari kebutuhan-kebutuhan.
Maka dalam bentuknya yang Fundamental , keharusan
mengulang merupakan kecenderungan untuk memperoleh keadaan yang sama sekali
tenang yang benar-benar bebas dari stimulus dan kebutuhan. Singkatnya tujuan
dari hidup manusia adalah untuk mati.
Ego yang dimiliki manusia berfungsi untuk melayani
insting mati. Freud mangatakan “ Ego adalah bagian-bagian insting yang
fungsinya adalah menjamin supaya organisme menempuh jalannya sendiri menuju
kematian. Apa yang ada dalam diri kita adalah fakta bahwa organisme ingin mati
hanya dalam caranya sendiri. Dengan demikian, pengawal-pengawal hidup ini
(yakni insting penjagaan/penyelamatan diri juga pada mulanya adalah pengikut
yang setia dan patuh dari mati”.( Freud, 1920a:39)
Ini artinya manusia hidup untuk mengantarkan
dirinya pada kematian. Bahwa manusia tidak akan pernah terhindar dari kematian.
Manusia yang selalu berkesempatan untuk
mati ( sebuah kematian bid’ah Evolusi )
Teori Sigmund Freud diatas adalah teori yang menjelaskan
kematian manusia dalam artian kematian yang alamiah sebuah kematian dari
organisme yang harus mati sendiri. Sedangkan bentuk kematian diluar dari pada
alamiah( Bunuh diri, kecelakaan, di bunuh, dll) adalah bid’ah kematian.
Namun tanpa kita sadari sebenarnya manusia yang
memang akan selalu tunduk pada hukum alam akan selalu berkesempatan untuk mati.
sesungguhnya kehidupan manusia hanyalah kematian yang tertunda. Setiap waktu, setiap
detik yang kita lewati adalah kesempatan kita untuk menuju kematian. Maka
sesembong dan sehebat apapun manusia
sesungguhnya ia begitu lemah karena
selalu berada di ambang kematian.
Contohnya ketika kita berkendara, entah
menggunakan jenis kendaraan apa, yang modelnya bagaimana. Semua manusia yang
memacu kendaraannya di jalur lalu lintas paling berpeluang untuk mati. entah
yang taat atau tidak taat aturan lalu lintas, diatas jalan semua manusia
berpeluang untuk mati. pengendara yang sering menyalip dan memacu kendaraan
dengan senonoh seharusnya sadar ketika dia sampai ketujuan. Bahwa sampainya ia
ketujuan dan selamat dari kematian hanyalah akibat dari kemurahan hati
pengendara lain. Mereka tidak mati atau kecelakaan karena pengendara lain sabar
dan memberinya jalan. Tetapi terlepas dari kemurahan hati pengendara lain.
Pengendara yang modelnya tidak taat aturan adalah manusia yang mungkin tidak
sadar menjadi manusia yang paling ingin mati secara bid’ah evolusi.
Atau contoh lainnya. Tipe manusia yang selalu
berkonflik dengan manusia lain atau dengan lingkungannya. Menganggap dirinya
yang paling kuat dan menindas yang dianggapnya lemah. Manusia yang seperti ini
pula juga selalu di bayangi oleh kematian. Bahwa penindasan yang dilakukannya
menjadi pemicu utama baginya untuk mati. kematiannnya bisa saja tertunda jika
yang lemah itu juga menunda untuk menjadi kuat. Jiak tidak ada lagi penundaan.
Maka dia bisa mati dalam sebuah perkelahian atau sebuah rencana pembunuhan.
Maka untuk apa berusaha mempertunjukkan kehebatan yang kita miliki. Kalau
kehebatan itu juga tidak dapat menghindarkan kita dari kematian. Malah membawa
anda mata kematian yang tidak wajar.
Peluang kematian non alamiah manusia yang besar,
seharusnya menjadi nasihat untuk manusia yang memang masih ingin hidup untuk
selalu bijak dalam bertindak. Manusia tidak perlu sombong dengan pernak-pernik
kehidupannya karena setiap detik manusia selalu berpeluang untuk kehilangan
pernak-pernik itu. Dan karena pernak-pernik kehidupan itu pula tidak akan pernah
pula memberi kepuasan bagi manusia maka ia juga memerlukan kematian yang
alamiah.
Semua manusia pasti akan mati. karena mati adalah
kebutuhan organik menuju inorganik. Manusia tidak akan bisa puas dalah
kehidupan yang serba organik. Kepuasan tanpa tuntutan ada pada dunia inorganik.
Sebuah dunia kesenangan nirvana yang tidak lagi membutuhkan perulangan
kenikmatan seperti perulangan mengisi perut kelaparan.
Mungkin bijaknya. Manusia yang saat ini masih
hidup adalah manusia yang tertunda kematiannya, ketertundaan itu sebaiknya
diisi untuk melayakkan diri untuk senantiasa meraih kematian yang seringkali
diartikan sebagai gerbang menuju dunia inorganik itu. Atau singkatnya jika kita
adalah manusia yang berTuhan senantiasa mengisi ketertundaan itu dengan selalu
mendekatkan diri kepadaNya seraya terus bertanya akan kemanakah kita?.
Sehingga ketika ada sebuah pertanyaan “Apakah anda
ingin mati besok” penulis secara pribadi menawrkan pernyataan “apakah aku telah
layak untuk mati.?” yah itu sebuah pertanyaan lagi.