Rabu, 27 April 2016

kehidupan adalah kematian yang tertunda

Kehidupan adalah kematian yang tertunda

Apakah kau ingin mati besok ?



Tentu jawaban yang pertama kali terbentuk di benak kita, adalah “tidak”, “ atau “ Jika Tuhan berkehendak maka aku akan mati” dan “ Yah aku ingin mati”. ada tiga model jawaban yang muncul, model jawaban yang pertama bisa terlontar karena  masih ingin menikmati hidup, saya masih muda, ingin berumur panjang, saya takut mati, atau saya masih banyak dosa. Sedangkan model jawaban yang kedua “ Jika Tuhan berkehendak maka aku akan mati”. otak manusia yang menjawab seperti adalah otak manusia yang memang sudah siap untuk mati, tipe manusia yang telah menyerahkan hidupnya. Sedangkan model jawaban yang ketiga “ Yah aku ingin mati” adalah jawaban yang mustahil dilontarkan oleh manusia yang mentalnya Normal.

Untuk tipe jawaban yang pertama, mari kita membahasnya secara lebih rinci.

Setiap waktu secara tidak sadar sebenarnya kita menghabiskannya untuk menyamankan diri. mulai dari bangun hingga tidur lagi, kegiatan yang kita lakukan setiap hari adalah pemenuhan diri untuk mendapatkan kenikmatan dan penjagaan. manusia dalam perangkat mentalnya memiliki insting Ego yang mengarahkan diri pada insting hidup. Contoh kebutuhan makan tepatnya. Setiap manusia yang merasakan lapar akan terdorong untuk menyamnkan dirinya dengan mengkonsumsi makanan. Tetapi makanan yang di konsumsinya akan kembali membuatnya lapar dan manusia akan kembali mencari makan. Atau singkatnya, manusia akan selalu menginginkan hidup untuk terus merasakan kenikmatan yang berulang. Sehingga ketika ada sebuah pertanyaan “ apakah kau ingin mati besok”. Secara otomatis manusia akan selalu memunculkan jawaban untuk menolaknya.

Pemenuhan kenikmatan manusia sangat di pengaruhi oleh insting Ego. Ego manusia terbentuk dari lingkungan. Sehingga jika lingkungan yang mendidik Ego jauh dari kebijaksanaan, maka akan terjadi kemiskinan kenikmatan. Dalam artian manusia tidak akan pernah puas dengan hidupnya. Ego yang menjadi Filter antara Id( yang tidak mengetahui aturan lingkungannya) dan Super Ego ( yang selalu mengarahkan manusia kepada kebenaran). Akan selalu mengikuti kemauan Id yang hanya bertujuan untuk kenikmatan, apakah kenikmatan itu melanggar aturan lingkungan, tidak menjadi persoalan. Ego  yang tidak terdidik akan tunduk dengan id dan Super Ego tidak dapat berkutik. Kepuasan yang tidak ada habisnya akan menggiring manusia untuk menjadikan kematian sebagai momok yang sangat menakutkan.

Tetapi secara tidak sadar pula, manusia sebenarnya hidup untuk mati, atau kehidupan adalah kematian yang tertunda. Setiap manusia tidak akan bisa terhindar dari kematian. Karena insting hidup adalah bagian insting mati. jadi kematian juga adalah kebutuhan manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Maka model jawaban yang kedua “ bahwa jika Tuhan berkehendak maka aku akan mati” itu bernilai benar. Tetapi walaupun Tuhan tidak berkehendak manusia tetap akan mati.

Mari kita mengikuti penjelasan Teori Sigmund Freud tentang dualisme Final antara insting hidup dan insting mati.

Tujuan insting mati menurut Freud adalah mengembalikan organisme pada keadaan inorganik. Kondiisi inorganik adalah kematian itu sendiri, maka tujuan dari insting mati adalah perusakan diri sendiri. Pada umumnya perangkat mental berjuang untuk mempertahankan dirinya agar berada dalam keadaan tenang. Keadaan tenang yang di maksud adalah seperti keadaan Surga yang bebas dari kebutuhan-kebutuhan.

Maka dalam bentuknya yang Fundamental , keharusan mengulang merupakan kecenderungan untuk memperoleh keadaan yang sama sekali tenang yang benar-benar bebas dari stimulus dan kebutuhan. Singkatnya tujuan dari hidup manusia adalah untuk mati.

Ego yang dimiliki manusia berfungsi untuk melayani insting mati. Freud mangatakan “ Ego adalah bagian-bagian insting yang fungsinya adalah menjamin supaya organisme menempuh jalannya sendiri menuju kematian. Apa yang ada dalam diri kita adalah fakta bahwa organisme ingin mati hanya dalam caranya sendiri. Dengan demikian, pengawal-pengawal hidup ini (yakni insting penjagaan/penyelamatan diri juga pada mulanya adalah pengikut yang setia dan patuh dari mati”.( Freud, 1920a:39)

Ini artinya manusia hidup untuk mengantarkan dirinya pada kematian. Bahwa manusia tidak akan pernah terhindar dari kematian.

Manusia yang selalu berkesempatan untuk mati ( sebuah kematian bid’ah Evolusi )

Teori Sigmund Freud diatas adalah teori yang menjelaskan kematian manusia dalam artian kematian yang alamiah sebuah kematian dari organisme yang harus mati sendiri. Sedangkan bentuk kematian diluar dari pada alamiah( Bunuh diri, kecelakaan, di bunuh, dll) adalah bid’ah kematian.

Namun tanpa kita sadari sebenarnya manusia yang memang akan selalu tunduk pada hukum alam akan selalu berkesempatan untuk mati. sesungguhnya kehidupan manusia hanyalah kematian yang tertunda. Setiap waktu, setiap detik yang kita lewati adalah kesempatan kita untuk menuju kematian. Maka sesembong  dan sehebat apapun manusia sesungguhnya ia  begitu lemah karena selalu berada di ambang kematian.

Contohnya ketika kita berkendara, entah menggunakan jenis kendaraan apa, yang modelnya bagaimana. Semua manusia yang memacu kendaraannya di jalur lalu lintas paling berpeluang untuk mati. entah yang taat atau tidak taat aturan lalu lintas, diatas jalan semua manusia berpeluang untuk mati. pengendara yang sering menyalip dan memacu kendaraan dengan senonoh seharusnya sadar ketika dia sampai ketujuan. Bahwa sampainya ia ketujuan dan selamat dari kematian hanyalah akibat dari kemurahan hati pengendara lain. Mereka tidak mati atau kecelakaan karena pengendara lain sabar dan memberinya jalan. Tetapi terlepas dari kemurahan hati pengendara lain. Pengendara yang modelnya tidak taat aturan adalah manusia yang mungkin tidak sadar menjadi manusia yang paling ingin mati secara bid’ah evolusi.

Atau contoh lainnya. Tipe manusia yang selalu berkonflik dengan manusia lain atau dengan lingkungannya. Menganggap dirinya yang paling kuat dan menindas yang dianggapnya lemah. Manusia yang seperti ini pula juga selalu di bayangi oleh kematian. Bahwa penindasan yang dilakukannya menjadi pemicu utama baginya untuk mati. kematiannnya bisa saja tertunda jika yang lemah itu juga menunda untuk menjadi kuat. Jiak tidak ada lagi penundaan. Maka dia bisa mati dalam sebuah perkelahian atau sebuah rencana pembunuhan. Maka untuk apa berusaha mempertunjukkan kehebatan yang kita miliki. Kalau kehebatan itu juga tidak dapat menghindarkan kita dari kematian. Malah membawa anda mata kematian yang tidak wajar.

Peluang kematian non alamiah manusia yang besar, seharusnya menjadi nasihat untuk manusia yang memang masih ingin hidup untuk selalu bijak dalam bertindak. Manusia tidak perlu sombong dengan pernak-pernik kehidupannya karena setiap detik manusia selalu berpeluang untuk kehilangan pernak-pernik itu. Dan karena pernak-pernik kehidupan itu pula tidak akan pernah pula memberi kepuasan bagi manusia maka ia juga memerlukan kematian yang alamiah.

Semua manusia pasti akan mati. karena mati adalah kebutuhan organik menuju inorganik. Manusia tidak akan bisa puas dalah kehidupan yang serba organik. Kepuasan tanpa tuntutan ada pada dunia inorganik. Sebuah dunia kesenangan nirvana yang tidak lagi membutuhkan perulangan kenikmatan seperti perulangan mengisi perut kelaparan.

Mungkin bijaknya. Manusia yang saat ini masih hidup adalah manusia yang tertunda kematiannya, ketertundaan itu sebaiknya diisi untuk melayakkan diri untuk senantiasa meraih kematian yang seringkali diartikan sebagai gerbang menuju dunia inorganik itu. Atau singkatnya jika kita adalah manusia yang berTuhan senantiasa mengisi ketertundaan itu dengan selalu mendekatkan diri kepadaNya seraya terus bertanya akan kemanakah kita?.

Sehingga ketika ada sebuah pertanyaan “Apakah anda ingin mati besok” penulis secara pribadi menawrkan pernyataan “apakah aku telah layak untuk mati.?” yah itu sebuah pertanyaan lagi.



Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon