Senin, 12 Juni 2017

Cinta yang hakikat

CINTA YANG HAKIKAT


Kali ini saya bisa merasakannya. Sejak kemarin rasa itu hanya bisa samar-samar saja terpahami. Laksana kelilawar yang menerka cahaya mentari.  Rasa itu adalah soal cinta.

Cinta itu rupanya dapat membunuh, tapi tiada cinta itu mampu berakhir mati. Cintapun walau akan berakhir terbunuh pastilah akan tetap hidup. Karena cinta rupanya tak berjasad, tapi malangnya di rasakan oleh yang berjasad dan tiadalah jasad itu mampu mengerti cinta. Kalaupun akan mahfum, tiadalah cinta itu membawa bahagia. Hanyalah bila melepaskan cinta dari jasad,  datanglah cinta itu membawa berkah.

Namun, banyak malang kian nasib pemuda-pemudi yang merasakan cinta. Mereka jadikan jasad lawan jenis sebagai peng-objek-an cinta. Cinta itu di jadikannya sebagai yang bertubuh. Kalapun bukan tubuh perempuan adalah tubuh lelaki. Cinta itu jadilah sejajar dengan kecantikan ataulah ketampanan. Dan tiada lah timbul cinta tanpa elok rupa tubuh. Padahal banyak orang bijak sudah berpesan soal cinta “cinta kepada tubuh adalah eros”. Barang siapa yang mencinta karena tubuh, siaplah ia menderita karena tak mampu untuk mengendalikan cinta yang tak punya tubuh itu.

Jikalau saja cinta itu bertubuh dan berhenti di situ saja, maka tiadalah cinta itu dapat mendatangkan berkah dan tiadalah para pecinta itu menjadi orang yang besar. Jikalau orang mengerti cinta dan bersahabatlah ia dengan cinta, maka orang itu jadilah tahu bahwa cinta itu adalah universal. Bila saja orang melepas cinta dari keinginan bersetubuh maka lepaslah cinta itu untuk seluruh umat manusia. Sebagai mana Tuhan mencintai hambanya, begitu juga cinta seorang ibu kepada anaknya. Tiadalah orang juga mampu mencintai kosmos jika ia sempitkan cinta pada keinginan diri saja.

Namun rupanya untuk mencintai sebagaimana Tuhan mencintai, amatlah susah persoalan. Tiadalah Tuhan itu berkawin, apalagi beranak. Namun, Tuhan menjadikan kita untuk berpasang-pasangan dan dapat pula beranak-pinak. Dan untuk menjalankan keterlemparan itu. akan dapat kita rasakan benturan yang terjadi. Namun tiadalah Tuhan menciptakan sesuatu yang tak mengandung hikmah.

Banyak orang bijak bestari dari timur berkata “ alam ini terbagi menjadi dua, alam makrokosmos ialah alam nan luas ini dan alam mikrokosmos ialah alam diri manusia.”. barangkali jika berturut Universal. Cinta itu bisa menjadi makrokosmos, bisa pula menjadi mikrokosmos. Hingga dalam kitab persetubuhan Kamasutra menganggap bahwa siapa yang ikhlas mencintai pasangannya akan cintalah ia kepada seluruh alam semesta.

Bagaimana maksud perkataan itu?, boleh lah kita jelaskan seperti ini.

Telah di sunnahkan sabda Semesta. kita harus mengalami persetubuhan dalam ikatan rumah tangga agar dapatlah kita membedakan halal dan haram. Untuk mengalami persetubuhan, orang bisa saja melakukan tanpa cinta. Tetapi ketidakpuasan menyiksakan lubuk hatinya maka tiadalah nikmat persetubuhan itu datang tanpa cinta. Yang datang hanyalah keresahan mental dan siksaan fisik. Jadilah perzinahan itu membawa sakit jiwa.

Orang butuh cinta, orang mesti paham cinta sebelum ia mengalami persetubuhan. Tiadalah para pemuda dan pemudi itu melakukan seks di luar yang halal kecuali bentuk perzinahan yang membawa kesusahan dalam hidup.

Maka dari itu tiadalah cinta itu ada pada pandangan pertama. Karena sungguh cinta itu tak patutlah hanya menjadi pandangan. Jika hanya menjadi pandangan, kalau buta mata orang maka hilanglah sudah cinta itu. cinta yang patut adalah cinta yang bungkam. Maksudnya, cinta itu adalah pembawaan diri. Cinta adalah pemasukan kedalam diri. Tiadalah orang mampu mencintai sebelum ia mencintai dirinya sendiri. Tidak timbullah cinta tanpa cinta kepada diri sendiri. Kalaupun timbul amat susah membedakannya dengan hasrat atau bisalah di sebut sebagai nafsu. Sungguh jikalau seseorang belum bisa mencintai dirinya sendiri amat dekatlah ia dengan setan. Amat mudahlah ia terbawa bisikan setan. Dan setan yang paling akbar adalah nasib. Orang yang tidak mencintai dirinya akan mudah dikendalikan oleh nasib.

Lalu bagaimanakah orang yang telah cinta kepada dirinya?.

Dialah orang yang mencintai tetangganya. Bilalah ia di tampar orang, tiada ia akan membalas kecuali hanya menawarkan pipi yang lainnya. Tiadalah ia hanya menyebut nama seorang, kecuali ia hanya menyebut Tuhan. Tiadalah ia mampu membenci, karena sesungguhnya bilalah ia menjadi orang yang benci, berarti ia juga akan benci Tuhan. Maka jadilah orang itu sebagai pecinta. Dan tiadalah orang sembarang mendapat gelar pecinta. Karena ia hanya mampu menjadi pecinta, bila ia telah mencintai dirinya. Jikalau orang telah mencintai dirinya, tiadalah dia akan merasakan benci lagi. Jika ia tiada membenci dirinya, maka hanyalah cinta yang ada pada dirinya.

Namun tidak banyak orang mampu menjadi pecinta. Banyak pula orang mencinta hanya saja menjadi pula pembenci. Jika diambil orang pacarnya, jadi lah ia menjadi sengsara. Dan kumatlah bencinya kepada orang yang pernah di cintainya dengan tulus. Jika saja orang masih mengandaikan cinta sebatas pacar-memacari. Tiada orang bisa mencintai dirinya sendiri. Tiada orang mampu bahagia. Padahal bahagia itu bisalah tercapai jika tercapai cintanya. Orang bisa bahagia jika ia pula mampu meninggikan cita-cita serta kehormatannya.

Demikianlah yang hakikat dari kulit cinta

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon