“Berkungjunglah ke kebun binatang, maka kamu akan melihat pertunjukan binatang, berkunjunglah ke Universitas maka kau akan melihat mahasiswa di pertunjukkan.”
Biarlah kalimat itu di sebut satir, sudah lama Pendidikan (kampus) menjadi pertunjukan setengah binatang dan setengah manusia. Universitas adalah kebun binatang yang memberi asupan Pendidikan(daging, rumput atau omnivora) demi kecantikan dan keseksian mahasiswanya. Lalu di pertunjukkan ke depan masyarakat dengan biaya tiket masuk seikhlasnya.
Di kebun binatang, di sana kau akan melihat berbagai ragam binatang yang di cerabut dari alam liar, mulai dari padang savana, gurun, hutan hujan tropis, sungai, danau, rawa, lautan biru, kutub yang dingin, sawah para petani, gunung, pegunungan juga hewan di got dan tumpukan sampah. Lalu menjadi binatang yang di jeruji, tapi binatang itu lama-kelamaan akan menjadi betah dengan mata pengunjung yang melempar biji kacang, sayur mayur dan tawa sesaat. Seperti itulah mahasiswa dari latar belakang rupa wajah dan budaya ragam bahasa, yang memilih sebuah Universitas untuk di kandangkan lalu meninggalkan alam liar di kepalanya, kemudian terbungkam oleh berbagai makanan (kejar nilai, kejar gelar, kejar tayang, kejar surga, penghamba dosen, makalah yang miskin referensi, tata acara menulis yang baik, beriman kepada daftar hadir, UKT yang menikam, dan aturan mistik tapi total), jadilah ia mahasiswa yang sukses.
Seperti pula hewan buas yang memiliki pawang, berani mengaum saat lapar, tetapi bungkam saat di beri daging yang lezat. seperti juga mahasiswa yang beretorika jungkir balik, indah kian kata-katanya, tapi saat berbuat, besar pasak dari pada tiang.
Juga burung kutilang di pohon yang rimbun, indah bulu-bulunya, rajin cuit-cuitnya, nyaring suaranya tapi tak mampu terbang ke langit karena jeruji di awan. Seperti pula mahasiswa, indah kian modenya, bersisir dan panjang pula rambutnya, di bedaki wajahnya lalu di pasang fotonya. Tapi otaknya sepi oleh teks bacaan, hampa gagasan dan malas berbuat.
Bagaimana menjadi mahasiswa yang baik?, jadilah seperti binatang yang penurut, lihatlah seekor elang di bahu seorang perempuan yang membawa sekaleng daging segar. Bila elang itu kalem di bahunya dan bermanja-manja, makin riang tawa perempuan itu makin rajin ia menyuapi mulut elang itu. lalu Jadilah ia seekor elang yang kenyang. Janganlah jadi seekor kera liar di jalanan kebun binatang, yang datang tiba-tiba merebut pisang di tangan seorang anak yang imut. Anak imut itu akan menangis dan lari ketakutan, besar nanti bisa paranoid dengan bentuk kera.
Mari kita menuju ke kandang gajah. Besar kian badannya, panjang pula belalainya. Tapi otaknya pintar gara-gara di latih, jadilah ia kesukaan pawang karena bisa di duduki dan di ajak jalan-jalan. Sebutlah mahasiswa itu juga ada yang bermental gajah, sehat badanya, kuat bacanya, tapi pintarnya karena di latih. Jadilah ia mahasiswa kesayangan dosen, hanya bila pawang menaikkan tongkat, jadilah gajah itu menurut jadi gajah duduk. Juga mahasiswa yang menghamba dosen, suruh kekiri, ikut pula mahasiswa itu kekiri. Sia-sialah otaknya yang besar.
Lihatlah ruang kelas di universitas, lihat pula kandang-kandang di kebun binatang. Se perkasa apapun binatang itu, se cantik apapun rupanya ia tetap saja adalah binatang yang hidup di kandang. Sehebat apapun mahasiswa itu berpikir, secantik apapun kritiknya, dan se seksi apapun tuturnya, Ia tetap mahasiswa yang di kandangi oleh gelar keserjanaan. Kritiklah dosen habis-habisan, katakanlah kebenaran sekeras dan senyata mungkin, tapi hanya dengan ancaman tidak bergelar sarjana, jadi Tunduklah ia, takzim lah ia di balik kata-kata yang terus bergelora di kepalanya.
Bila becus pengurus kebun binatang itu, maka jadi elok kebun binatangnya makin banyak pengunjungnya, bertambah pula pemasukannya. Tapi bila hanya mengejar ongkos rumah tangga, biaya perut, liburan kepantai, tanda tangan patah dua belas dan masing-masing pegawai sibuk membeli parfum untuk harumnya nama pribadi, dan big bos kebun binatang yang hanya pandai berpidato. maka ia akan lupa dengan urusan hidup binatangnya, seperti makan, mandi, buang hajat, dan latihan pertunjukan. Kebun binatang itu akan kotor dan menyebar bau kotoran dimana-mana. Pengunjung jadi malas berkunjung, hanya lumut dan bakteri yang tumbuh dimana-mana maka jadilah binatang-binatang itu berpenyakitan. Seperti itu pula kehidupan universitas yang terus mengejar jam tayang agar pengunjung jadi senang. Dan pemilik modal kebun binatang jadi tenang.
Binatang tentu bisa kabur setiap saat, saat lengah penjagaan, tapi nekad kabur dari kebun binatang hanya akan membuat linglung di luar sana. Binatang itu jadi terasing dengan dagingnya sendiri, butuh beberapa waktu untuk menyesuaikan diri di tengah kawanan. Tapi sesungguhnya di luar sana hanyalah sebentuk kebun binatang yang lebih luas dan masing-masing binatang saling mempertunjukkan diri. Seperti itu pula gejolak masa muda mahasiswa yang linglung dengan kehidupan saat di … dan setelah dari Universitas.
Boleh di sebut kehidupan yang di jalani binatang di kandang itu ironi, tapi seseungguhnya binatang lebih beruntung hidup di kebun binatang dari pada hidup , besar, lalu mati di alam liar yang melulu itu-itu saja. Binatang di kebun berkandang, makannya di jamin, saat mandi di mandikan, saat sakit di rawat dan seterusnya. Hanya saja di kebun binatang yang bernama universitas, layanan kebun binatang itu hanya di dapatkan oleh mahasiswa yang berkantong tebal, punya asal muasal yang sama dengan pewagai tinggi, se bendera, se susuan, lalu mahasiswa yang rewel, ber alamat tidak jelas dan memilih otonomi dan bebas akan terpinggirkan. Seperti binatang yang liar kerena kebebasannya, semakin mahasiswa bebas berpikir semakin banyak pula rantai di tubuhnya.
Bila di kotamu tak punya kebun binatang, cukup berjalan-jalanlah ke perguruan tinggi terdekat. Di sana pertunjukannya akan lebih menarik, bahkan kau bisa menjadi bagian dari pertunjukan itu. dan tiket masuknya gratis cukup berpura-pura sebagai binatang.