Sumber: static.comicvine.com |
Kan
Kugugat Demokrasi Demi Engkau Manusia Unggul
Nietzshe: “Kebijaksanaan
adalah sebentuk kejahatan di atas dunia.”
Demokrasi adalah penyimpangan. Demokrasi adalah izin
yang diberikan kepada setiap bagian dari organisme untuk melakukan apa saja
yang disukainya. Demokrasi adalah pemujaan pada “orang kebanyakan” dan kebecinian
kepada “Manusia Unggul”. Demorasi dengan demikian, berarti keridakmungkinan
lahirnya Manusia Unggul dan bangsa-bangsa besar. “masyarakat demokratis adalah
masyarakat tanpa karakter; yang menjadi figur dandan bukan model manusia
superior, melainkan manusia mayoritas.
Feminisme adalah akibat langsung dari demokrasi.
Emansipasi atau kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan adalah tidak
mungkin karena perang antara keduanya tidak akan pernah ada akhirnya. Bersama
feminisme datanglah sosialisme dan anarkisme. Semua itu adalah sampah demorasi.
Kalau kekuasan politik dikatakan adil, mengapa kekuasaan ekonomi berat sebelah
dan timpang ? mengapa mesti ada banyak pemimpin dimana-mana ? “manusia adalah
makhluk yang tidak sama. Kita tidak memiliki apapun yang bisa disebut sama.”
Alam benci kepada kesamaan. Alam menyukai perbedaan-perbedaan, kelas-kelas, dan
spesies-spesies.
Sosialisme adalah antibiologis: proses evolusi
melibatkan penggunaan spesies-spesies, kelas-kelas, dan individu-individu yang
imperior oleh yang superior; dan semua kehidupan pada dasarnya tergantung pada
kehidupan yang lain; ikan besar akan memakan ikan keil, tetapi begitulah
kehidupan. Sosialime bohong dan iri hati: “mereka menginginkan sesuatu yang
kita miliki. “mereka mengatur dan mengontrol kita, lalu apa yang kita miliki
dirampas dan dianggap “milik bersama.”
Dalam banyak kasus, budak bisa lebih agung dari pada
tuannya , yakni para borjuis. Adalah tanda dari inferioritas kebudayaan abad
kesembilan belas bahwa manusia-uang (pengusaha) menjadi sasaran pemujaan dan kecemburuan.
Akan tetapi para pengusaha tersebut tidak lain adalah budak juga, boneka yang
bekerja seara rutin, korban kesibukan; mereka tidak punya gagasan baru,
berpikir adalah sesuatu yang tabu bagi mereka. itulah sebabnya, mengapa pencarian
mereka terus-meneruh kepada “kebahagian,” untuk rumah-rumah besar yang tidak
pernah menjadi “tempat tinggal” mereka, untuk kemewahan mereka yang kasar tanpa
cita rasa, untuk galeri-galeri lukisan mereka “yang orisinal,” untuk
hiburan-hiburan sensual mereka yang tumpul—semuanya itu tidak pernah
menyegarkan dan merangsang jiwa mereka.
Persoalan politik yang sebenarnya adalah bagaimana
menghindari pengusaha menjadi pemimpin, menjadi orang yang mengatur, pengusaha
mempunyai pandangan yang pendek dan pikiran yang sempit. Ia tidak seperti
mereka para aristorat yang dilatih untuk menjadi negarawan, yang berwawasan
luas dan pemikiran yang dalam; merekalah yang sebetulnya mempunyai hak untuk
mengatur, untuk menjadi penguasa.
Aristokrasi adalah pemerintahan yang ideal. Siapa
yang bisa menolaknya ? “di setiap bangsa... selalu ada yang paling baik, paling
bijaksana, paling unggul; lalu kita mengatakannya penguasa; semua tindakannya
benar belaka... melalui seni apakah dia kita temukan? Bukankah surga sendiri
tidak mengajarkan kesenian? Melalui kebutuhan kita akan manusia terbaik? Apakah
yang terbaik, hebat, dan perkasa!” akan tetapi, siapakah yang terbaik? Apakah
yang terbaik hanya tampak dan mucnul dari dari keluarga-keluarga tertentu, dan
oleh sebab itu kita harus memiliki aristokrasi yang turun-temurun?
Rumus yang terbaik adalah: “karir hanya terbuka bagi
orang yang berbakat,” dimanapun mereka dilahirkan, dan genius memiliki arah
dilahirkannya sendiri di tempat-tempat terpencil. Biarkan kita oleh semua yang terbaik. Aristokrasi hanya
baik kalau sekumpulan manusia-manusia berkualitas yang haknya untuk berkuasa
terletak bukan karena kelahiran, melainkan karena kemampuan.
Perlu diingat! Manusia Unggul tidak dilahirkan oleh
alam. Proses biologis sering tidak adil terhadap individu-individu luar biasa;
alam sangat kejam pada produknya yang paling baik; alam lebih mencintai dan
melindungi manusia yang rata-rata dan sedang-sedang saja; di dalam alam terdapat
penyimpangan yang terus-menerus pada “jenis-jenis” manusia. Oleh sebab itu,
manusia unggul dapat hidup dan bertahan hanya melalui seleksi manusia (human selection), melalui perbaikan
kecerdasan (eugenic foresight) dan
pendidikan yang meningkatkan derajat dan keagungan individu-individu.
Calon Manusia Unggul yang baru lahir membutuhkan
peningkatan kecerdasan. “intelek melulu tidak membuat manusia jadi mulia; sebaliknya,
selalu perlu sesuatu yang memuliakan intelek... lalu, apa yang dibutuhkan?
Darah... “setelah itu, diperlukan pendidikan yang keras, dimana kesempurnaan
merupakan materi utamanya, dan “tibuh dilatih untuk menderita dalam keheningan
yang diam, sedangkan kehendak dilatih untuk memerintah dan mematuhi perintah.”
Pendidikan untuk manusia-manusia unggul haruslah sedemikian keras, sehingga
mereka mampu membuat tragedi menjadi komedi; “ia yang berjalan menyususri
gunung-gunung tertinggi akan menertawakan semua tragedi.”
Energi, intelek, dan kehormatan atau kebanggan diri
–ini semua membuat Manusia Unggul. Namun kesemuanya itu harus
selaras:gairah-gairah akan menjadi kekuatan, hanya jika mereka dipilih dan
dipadukan oleh suatu tujuan besar, yang mampu membentuk berbagai keinginan yang
masih kabur ke dalam kekuatan satu kepribadian. “kesengsaraan bagi para pemikir
ibarat tanah subur bagi tanaman.” Siapa yang segala tingkah lakunya hanya
mengikuti impuls-impuls? Mereka adalah manusia-manusia dungu dan lemah, yang
kurang memiliki kekuatan untuk hidup dan bertahan; mereka tidak cukup kuat
untuk mengatakan Tidak; mereka adalah pecundang, manusia dekadensi. Hal yang
terbaik adalah mendisiplinkan diri, berbuat keras terhadap diri sendiri.
‘manusia yang tidak ingin jadi komponen massa, berhentilah memanjakan diri
sendiri; kita harus mempunyai tujuan
dalam menghendaki apa saja, kecuali berkhianat
pada teman sendiri –itulah tanda kemulian , rumus akhir Manusia Unggul.