Senin, 25 Januari 2016

mengapa aku di tolak secara teori biologi. cerpen Filsafat ( kisah Aco part III)

“Aurorah, semakin jauh saja diriku denganmu”.



Begitulah aku merasa pesimis di bawah pohon mangga di halaman rumah. tapi anehnya cinta tak pernah padam. Setiap kali aku melihat wajahnya ada semacam Ego untuk memiliki, ada semacam energi yang menarik diriku untuk selalu dapat dekat dengan Aurorah. Ingin aku selalu mendengar kabarnya. Dan rasanya jantungku tidak berfungsi lagi, hidupku rasanya berakhir. Begitulah teori ahli biologi William Harvey berkata.

Di satu sisi aku merindukan senyuman Aurorah yang seindah namanya, di sisi lain juga ada rasa benci dengan senyuman itu. Apa lagi ketika senyuman itu muncul  ketika cinta  bertepuk sebelah tangan. aku bukan benci kepada subjek Aurorah, tetapi aku benci dengan nasib yang begitu pandai memutar balikkan keinginan. Mengapa nasib itu mesti menjadikan aku permainan.

Tapi catat, aku bukanlah seorang yang mudah menyerah. Sebagai seorang manusia yang darahnya di aliri molekul Gen pejuang dari kakekku. Aku akan berjuang untuk menjujurkan hati. Agar Aurorah dapat sadar bahwa akulah energi/jiwa yang serasi dengannya. Begitu juga ketika aku mendapatkan majalah remaja bekas di rumah makan bibi. Secara Astrologi, bintang Taurus sangat cocok dengan Gemini. Keduanya sama-sama setia. Tapi curigaku ramalan itu berdasarkan bintang yang ada di gedung disko di kota sana, dan kenyataan tidak selalu benar. Biarlah, yang jelasnya, aku membesarkan hati. Hanya tinggal menghitung hari saja. macam judul lagu itu. Menghitung hari, indah pada waktunya atau malah semakin sakit hati. Tak tahulah.

Mulai saat inilah aku berusaha memantaskan diri. dan aku mulai meneliti. Mengapa aku di tolak.? Dan berbagai teori tentang manusia pun bermunculan di kepalaku. Yang berujung pada sebuah pertanyaan. Apakah manusia itu? Atau dalam bahasa Shopocles, Ti Antrophos estin ?. aku mulai berfilsafat. Dan berfilsafat pada saat gagal cinta itu memiliki rasa yang unik. Macam kita minum Sarabba  sama sanggara ( pisang goreng ) di warung yang sedang di hujani air yang lebat. Nyamanna ( ekspresi nikmat versi orang Makassar).

Aku mulai berpikir, mengapa aku di tolak secara biologi. Aku menuju ke perpustakaan kota. Dan aku menuju pada lemari buku Biologi. Dan kesimpulannya. Tertulis dalam beberapa lembaran yang begitu pahit. Seperti ini nyatanya. Mengapa aku memilih Biologi. Ini karena Aurorah menyukai mata pelajaran Biologi. Bisa saja Biologi adalah sosok yang bertanggung jawab di balik alasan penolakan Aurorah terhadapku.

 Pertama, Aku adalah organisma yang tidak dapat terpisah dari alam, manusia berproses hidup berdasarkan sel yang di atur oleh DNA yang banyak menentukan sekali sifat dan perilaku manusia.
“apakah aku dan auroroah secara DNA memang sudah tidak cocok?. Ini harus di buktikan lewat tes darah. Tapi apakah Aurorah mau mengikuti sakit gilaku karena gagal cinta. Saya rasa itu tidak mungkin.”

Kedua, dari sejarah bumi, manusia diperkirakan hadir baru beberapa juta tahun yang lalu sebagai hasil kerja seleksi alami pada berbagai organisma yang telah hidup terlebih dahulu. Dan ternyata manusia merupakan organisma yang dapat beradaptasi dengan baik terhadap alam dan ternyata berkembang menjadi organisma yang memiliki peradaban dan kebudayaan.

“ apakah Aurorah menolakku karena, aku adalah hasil produk gagal seleksi alam, atau pada saat aku berproses sebelum lahir, aku hanya sebutir sperma yang beruntung, karena sperma yang seharusnya dapat mencapai sel telur, malah bocor ban di tengah jalan atau kehabisan bensin, atau berjuta sperma yang lain kesasar atau malah memang mereka telah mengadakan konspirasi untuk tidak ingin menjadi manusia, karena sadar nantinya kehidupan akan begitu menyiksa atau mereka sudah menebak akan jadi seperti saya, yang gagal dalam percintaan. Jadilah aku sebagai Sperma polos hasil konspirasi sperma lain yang tidak tahu apa-apa, lalu masuk kedalam gedung sel Telur dan terproses di sana, tanpa tahu menahu, “eh sim salabim” jadi seperti sekarang. Jadi mantan Sperma yang gagal cinta.”

Ketiga, seleksi alam pada saat ini masih bekerja terhadap manusia seperti misalnya adapatasi daya ikat butir darah merah terhadap oksigen sebanding dengan ketinggian tempat tinggal. Semakin tinggi anda berpijak, maka darah anda semakin berpeluang untuk membeku.

“ lalu apakah ini juga berlaku untuk orang yang sedang gagal bercinta. Apakah darahku juga akan membeku, karena rasanya beban berat yang kualami seperti sedang berdiri di ujung Himalaya tanpa memakai sehelai benag pun. Ah, gagal becinta semakin membuatku pandai bepuitis. Ini salah satu efek buruk dari gagal bercinta, puisi yang di hasilkan akan selalu bernada galau dan penuh kepasrahan. Ini semacam respon gagal cinta yang memang sudah otomatis muncul. Yang biasanya tidak pandai merakit kata-kata indah. Tanpa ada angin, aku lalu begitu pandai melukiskan keindahan alam lewat kata-kata. Tapi  kata Aristoteles “manusia memang adalah peniru alam yang ulung”. Tapi bagiku. Peniru alam yang paling ulung adalah orang yang lagi gagal dalam percintaan. Malah ada yang ekstrim ingin menyatu dengan alam.”

Ke empat, sel syaraf hewan dan manusia pada dasarnya mempunyai cara kerja yang sama yang menyangkut ke luar masuknya berbagai ion dari sel tersebut. perilaku manusia sudah barang tentu jauh lebih kompleks dari pada hewan meskipun keduanya tergantung langsung dari system syaraf yang di milikinya.

“ tapi mengapa ayam bangkok bernama Bassank, di pekarangan rumah, setiap hari kawin dengan berganti-ganti ayam betina, dan tidak pernah di tolak. Begitu ayam bangkok itu menggombal dengan rayuan “ kukku ruyuk”nya ( gombal versi ayam, begitu bunyinya), ayam betina itu pura-pura lari seperti artis di film India, padahal itu hanyalah modus agar ia di kejar. Ketika Bassank berhasil mengejar si ayam betina. Kawin lagi mereka. Mengeram telur lagi si ayam betina. Dan untungnya lari padaku, berkat Bassank,  aku bisa makan telur dadar. Terima kasih Bassank, ayam yang cerdas. Tapi mengapa nasibku ini tak seindah si Bassank. Apakah Bassank lebih keren dari pada aku. Berarti aku, kalah pamor dengan ayam Bangkok kampung sekaliber Bassank. Apakah se begitu prustasinya kah aku sehingga harus membandingkan diriku dengan ayam kampung peliharaan sendiri. Aduh , ini efek cinta nomor dua. Segalanya bisa membuat anda menjadi sangat aneh.”

Alasan nomor lima. Susunan dan organisasi sistem syaraf hewan tidak sekompleks manusia sehingga dapat di mengerti kalau perilaku hewan lebih banyak bersifat “innate behaviour” atau perilaku bawaan sedangkan pada manusia sudah di kenal kemampuan analisa, integrasi dan belajar. Kemampuan ini di anggap oleh para ahli di simpan dalam DNA manusia yang daat mencapai berat molekul 10 pangkat 6; dan kalau di perlukan akan di keluarkan dari simpanannya.

“ apakah Aurorah, sudah memakai DNA molekul 10 pangkat enam itu. Maka ketika aku menyatakan cinta di hadapannya. Maka aku di nilainya secara sistematis dari ujung kaki ke ujung kepala. Lalu terscan “ produk gagal” sepertii barang yang di scan apakah halal atau tidak, jika tidak maka di buanglah. Begitulah nasibku. Lalu dengan imutnya Aurorah menolak dengan alasan, kita lebih baik berteman saja. catat, efek gagal cinta nomor tiga, anda akan mengimajinasikan hal-hal yang melampaui diri anda. Jangan bilang ini keren. Ini sungguh menyiksa kawan. Karena anda bisa menjadi teranehkan secara membabi buta.”

Alasan nomor enam, Keadaan alam ( bumi ) selalu berubah sehingga untuk menjaga kelangsungan hidupnya organisme perlu melakukan perubahan –perubahan yang bersifat adiftif terhadap alam.

“Baiklah kuhentikan sampai di sini saja, teori yang terakhir ini sangat cocok untuk menjadi bahan motivasi, untuk menjaga kelangsungan hatiku, agar tidak terjadi kontadiktif, dan jantungku tidak terkena teori Willian Harvey tadi, jantungku dapat berfungsi kembali maka aku harus berubah. Aku harus dapat menjadi laki-laki yang keren.”

Tapi kulanjutkan membaca buku biologi itu, ada fakta yang mencengangkan. Pada waktu ini ilmu dan teknologi sebagai hasil evolusi budaya, telah mencapai tingkat yang menakutkan. Hasil penemuan berupa fusi dan fisi atom dapat menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi ini.

“ tapi menurutku. Tak usah memakai Atom untuk meng kiamatkan alam ini. Cukup buat semua manusia menjadi gagal cinta sepertiku, alam ini nantinya akan angkat tangan dan minta izin untuk hancur. Atau begitu Melihat semua manusia gagal cinta. Malaikat bisa ikut galau. Lalu dia berusaha menghibur manusia dengan meniup terompet sangkakala sambil menyanyikan lagu dangdut “bumi pun ikut menangis”. Alih –alih menghibur atau membuat kita bergoyang seperti ketika nonton “Biduan Orkes dangdut”. Begitu lagu habis. Judul lagu berganti “bumi pun ikut hancur”, inilah kiamat versi orang yang lagi gagal cinta. Ah, catat juga efek gagal cinta nomor empat. Anda bisa mengarang cerita yang absurd.

Kubawa pulang lembaran itu. Dan di atas kasur kamar tidur. Aku membacanya dalam-dalam. Menimbang pertanyaan dan berusaha untuk menghadirkan antitesa. Tapi begitu sulit karena penjelasan dan penimbangan yang kulakukan kelihatannya masuk akal. Tapi cinta itukan bukanlah urusan akal. Logika seringkali mati di depan cinta. Nah di sinilah aku membesarkan kepala. Sebesar nangka yang lagi masak di pohonya. Ah ngomong-ngomong soal nangka. Aku baru ingat ada tugas dari kakek yang menunggu di kebun.


Esok akan kumulai strategi, mendapatkan hati Aurorah.

Read More

Minggu, 24 Januari 2016

Hakikat waktu bagi orang yang putus cinta ( cerpen Filsafat : kisah Aco ).



Kisah Aco.

Bagi para pesakitan, waktu adalah musuh yang mereka tipu saban hari dengan harapan, namun di sana, di balik jeruji yang dingin itu, waktu menjadi paduka raja, tak pernah terkalahkan. Bagi para olahragawan, waktu adalah kesempatan yang singkat, brutal dan mahal.( Novel Padang Bulan, Andrea Hirata).

Para seniman kadangkala melihat waktu sebagai angin, hantu, bahan kimia, seorang putri, payung, seuntai tasbih,(Novel padang Bulan, Andrea Hirata). atau sebuah rezim yang mengiris luang. Bagi para pedagang atau penggelut ekonomi. Melihat waktu sebagai peluang mengembalikan modal. Atau sebagai jalan kapitalis, untuk sukses atau semakin melarat.

Bagi para ilmuan berotak besar, atau sebut saja fisikawan. Melihat waktu sebagai lorong melengkung antara garis x dan y. Sebuah jalan kembali kemasa lalu atau kemasa depan. Macam pintu kemana saja milik Doraemon.

Bagi para filosof, memandangi waktu sebagai sumber ilmu pengetahuan, sumber epistimologi. Bagi seorang Kantian. Waktu adalah sebuah temporal akan cara pandang (intuisi) subyektif terhadap obyek yang mengakibatkan adanya sintesis apriori.

Bagi seorang mistikus. Waktu adalah menjadi, waktu adalah gelap di dalam gelap. Sebuah iluminasi akal aktual. Sedang seorang penyair, waktu adalah perempuan seksi yang menggoda. Bagi hadis, waktu ibarat pedang. Dan dalam alqur’an di jelaskan di dalam surah Demi Masa.

Sedang bagi seorang petani, waktu adalah tiran, seorang diktator yang membuatnya harus patuh terhadap waktu, kapan ia harus menanam, dan kapan ia harus memanen, semuanya tergantung oleh waktu. Begitu kejam dan kaku. Tapi bagi seorang anak ingusan yang masih merdeka, waktu adalah luang untuk mengisinya dengan bermain, berkelahi, menghasut, menjadi juara, melukai diri, mencuri mangga, dan menaikkan darah tetangga.

Dan bagi seorang yang memiliki paranoid akan masa lalu. Memandangi waktu adalah duri di dalam diri. mengingat waktu adalah sebuah kesakitan. Kembali ke masa pahit bisa membuatnya muntah dan menangis terisak-isak.

Bagi seorang politisi pecundang, waktu adalah karet. Dan bagi mahasiswa waktu adalah kapan kamu akan sarjana? Bagi  seorang jomblo waktu adalah kapan kamu punya pacar?. Bagi seorang bujang lapuk yang sudah masuk kategori wajib nikah, waktu adalah kapan kamu punya istri?. Bagi pasangan suami istri yang baru berbulan madu, waktu adalah kapan kamu punya anak?. Dan bagi pasangan seorang istri yang suaminya suka selingkuh ,waktu mengharuskan dia menjawab kapan akan cerai?. Dan bagi seorang janda atau duda. Waktu adalah kapan kamu nikah lagi?. Begitulah seterusnya waktu penuh dengan pertanyaan.

Dan bagi seorang yang jatuh cinta sepertiku, waktu adalah masa yang mendebarkan, penuh dengan tanda tanya, waktu menjadi fleksibel. Dia bisa menjadi pesakitan jika si doi tidak punya kabar, seniman jika cintanya tergambar sebagai sebuah lukisan. Olahragawan jika cinta selalu menguras staminanya . Ilmuwan karena cinta itu penuh dengan rumus. Filosof, karena cinta itu adalah kebijaksanaan. Mistikus karena cinta itu penuh dengan kerahaisaan. Penyair jika cinta itu penuh dengan kesyahduan. Petani, jika cinta itu mengikuti waktu. bersikap anak-anak jika sudah terserang virus cinta yang membuatnya terserang penyakit gila nomor wahid. Paranoid, jika cintanya bertepuk sebelah tangan dan pasangannya selingkuh, jalan dengan laki-laki yang positif lebih layak dari dirinya. jadi politisi jika ia ingin mengelak dan mengembalikan martabatnya setelah menjadi paranoid.


Jadi terlihatlah, waktu hakikatnya punya berbagai macam defenisi bagi setiap jiwa dan kentaralah, jika waktu yang di selingi fase jatuh cinta, begitu kejam dan tak kenal kasihan, menginjak-nginjak. Aduh barangkali akupun juga masuk di dalamnya. Barangkali aku pun juga sudah di pecundangi oleh waktu. Menjadi seorang paranoid karena gagal dalam percintaan.
Read More

Sabtu, 23 Januari 2016

Filsafat di atas tempat tidur.



Sebagai mana yang telah berulang ulang kita dengar. Konon defenisi filsafat yang secara umum berasal dari Pythagoras yang berarti philosophien, philos yang berarti pecinta dan shopien berarti kebijaksanaan, maka secara sederhana filsafat adalah ilmu yang untuk mencintai kebijaksanaan. Tapi ada sebuah pertanyaan yang menggelitik namun serius mesti di jawab.  Sebagai mana Aristoteles mengharapkan Kebijaksaan itu bukan hanya harus berada di alam Idea. Tapi di praktiskan. Maka pertanyaan itu berbunyi.

“ Bagaimanakah Kebijaksanaan Filsafat di atas tempat tidur?”.

Rupanya, ruang jawab pertanyaan ini, adalah philosophy of man. Filsafat manusia, etika dan moralitas. tapi manusia yang di manakah yang tertuju. Meski kalimat filsafat manusia itu menuju kepada  “man”. Mengapa bukan “Woman”. Maka pertanyaan itu pun berakar dan kompleks. Menyentuh Tubuh perempuan. Karena di atas tempat tidur, lelaki bersama dengan tubuh perempuan. Barulah relasi itu penuh dengan libido kepuasan.

“Tapi siapakah yang memuaskan siapa?. Bagaimanakah Filosof berelasi di atas tempat Tidur?”. Dan “ adakah perempuan itu juga dapat bijak?”.

Jangan bilang ini tabu, karena sudah saatnya kita menelanjangi filosof, orang yang berfilsafat. Sudah saatnya kita nyaman berbicara tentang Eros, Seks dan Erotis. Namun Filsafat yang sudah Tua itu. Memiliki beribu jawab tentang bagaimana Filosof dapat bijak di atas tempat tidur, sedangkan dedengkot filsafat yakni Plato menganggap Tubuh Perempuan itu sebagai yang tertuduh negatif. Atau Filsafat yang tidak memberikan ruang bagi perempuan untuk menyebut dirinya sebagai seorang filosof. Seolah-olah Filsafat itu hanya berjenis kelamin Laki-laki.

Plato dan Aristoteles di atas tempat tidur.

Plato adalah filosof yang bijak secara idea, sebuah bakat yang turun dari seorang guru bijak bernama Socrates yang lebih setia kepada jiwa ketimbang tubuh. Jadilah Plato sebagai bujang lapuk yang tidak pernah menikah. Sehingga di atas tempat tidur, tiada lain selain dirinya sendiri yang menemani. Belakangan telah di ketahui, kesendirian itu adalah akibat prinsip memandangi Jiwa adalah sesuatu yang tidak mati  (athanatos). Dan tubuh (soma) sebagai semi (kuburan) yang jatuh kepada hal-hal indrawi saja. jiwa lebih tinggi dari pada tubuh. Begitu suara pekik plato yang terdengar ke telinga Aristoteles.

Dalam karyanya Politics, Aristoteles menggambarkan secara alamiah tentang konsep hirarki yang menurutnya secara wajar terdapat hirarki tuan atas budak, suami atas istri, pikiran atas tubuh, manusia atas alam. Dasara pemikiran hirarki inilah yang membawanya pada kesimpulan biologi reproduksi bahwa perempuan makhlukh pasif, bentuk material yang hanya bisa menerima Sperma. Atau dengan jelas Aristotles berkata jika tubuh perempuan adalah makhluk laki-laki yang tak sempurna. Jadilah perempuan itu terbentuk sebagai pemuas nafsu dari laki-laki. Dan itu memojokkan perempuan di atas tempat tidur. Masih kah filosof bijak di atas tempat tidur. Bagaimana posisi sosial perempuan di atas tempat tidur.? Pemuas nafsu sajakah?.

Dibawah Tempat tidur . Perempuan tetap tersudut.

Bagi Descartes untuk menjadi makhluk rasional artinya orang harus memisahkan diri dari rasa kebutuhan, kegairahan, dan yang berhubungan dengan ketubuhan. Hanya dengan cara demikian, pengetahuan yang murni dapat di capai seperti ilmu pengetahuan, matematika, dan filsafat.

Pemisahan yang telak antara rasio dan tubuh dari Descartes mempolarisasakian atau membentuk karakter laki-laki sebagai makhluk rasional dan perempuan sebagai makhluk emosional. Sedang dalam Summa teologianya Aquinas. Perempuan di atas tempat tidur adalah bernafsu dan penuh dengan kegairahan. Pada abad 16 sampai 17. Perempuan di buruh kemudian di bakar karena di curigai sebagai ahli sihir.

Ada sedikit kebijaksanaan di atas tempat tidur.

Roessau berusaha menjadi “makcomblang” untuk mengawinkan antara rasio dan emosi. Usaha itu di bahas dalam buku seksinya berjudul Emile. Dengan resonansinya yang berbunyi “ Amour de soi”/kenalilah dirimu. Ia percaya bahwa membangun sebuah masyarakat yang baik harus memiliki  kedua unsur tersebut. dalam mencapai tujuan pendidikan untuk membentuk “manusia yang unik” Perempuan harus sejajar dengan laki-laki.

Namun jika sudah di atas tempat tidur. Roessau menghadirkan Non sense!. Tiba-tiba, Laki-laki berbeda dengan perempuan. “ bila perempuam di ciptakan untuk melayani laki-laki maka ia harus berusaha untuk memantaskan dirinya lebih dapat di terima. Bersikap rendah hati, dan bernilai di mata orang.” Begitulah Roessau kelihatannya rancu berkata.

Dan tetap saja kebijaksanaan ini hanya berlaku untuk maskulin saja. dan perempuan tetap mesti harus memantaskan diri sebagai makhluk second.

Filosof kontemporer  butuh perempuan di atas tempat tidur.

Menguaknya jalinan cinta antara Filosof besar Jean Paul Sartre dan Simon de Beauvior dan surat menyurat di antara mereka yang terbaca sangat mesra dan vulgar. Sartre begitu butuh kehangatan tubuh de Beauvoir. Atau bahasa penyair yang sedang jatuh cinta. “aku tidak bisa hidup tanpamu”. Dengan bendera kebebasan seksual. Mereka berdua mesra di atas tempat tidur. Tapi merebak kemudian kontroversi. Ketika Sartre besar dengan karyanya Being and Nothingness, ia tidak menyebut nama de Beauvoir yang tentu sangat berjasa. Ada penghianatan terselubung di sana. Ketika di tanya perihal tersebut. de Beauvoir, tak menjawab dan menjelaskan hingga ia menutup matanya.

Tak beda jauh juga hubungan kontroversi antara seorang dosen dan mahasiswinya. Antara filsuf Heidegger dan Hannah Arendt. Yang kemudian menjadi sebuah di lema, pada saat Heidegger memihak Nazi. Sedang Hannah Arendt adalah penganut Yahudi.

Filsafat harus adil di atas tempat tidur.

Setiap orang pasti membenci ketidak adilan, dan filsafat sebagai ilmu yang mencintai kebijaksanaan mesti pula berurusan dengan keadilan. Dalam bahasa moralitas kant. Keadilan adalah postulat yang mesti di raih manusia. atau bagaimanakah mencapai kebijaksanaan jika tak ada keadilan. Maka dari pada itu. Kita mesti harus berani membawa filsafat kemanapun sampai kepada hal yang sangat privat, sekalipun di atas tempat tidur. Baik sedang dalam keadaan berpakaian atau sedang telanjang bulat. Filsafat sudah harus cerewet untuk membicarakan masalah tubuh, memeluk erotis dan kita nyaman membicarakan pantat, payudara dan kelamin perempuan, serta peranannya dalam tatanan sosial. Melihat pantat,payudara dan kelamin perempuan bukan sebagai melihat majalah porno. harus bijak diartikan  filsafat sebagai etos pencarian terus menerus dapat membentuk konsep seks, gender, seksualitas, perbedaan seksual, keadilan gender, kepuasana suka sama suka.

And now, seberapa nyamankah kita telah membicarakan seks di dalam kelas dan ruang diskusi.?. dan itulah pertanyaan pamungkasnya. Dan ini belum selesai.



Read More

Setelah cintaku bertepuk sebelah tangan, aku ber filsafat. ( cerpen filsafat :Kisah Aco ).

Sebuah Cerpen. Beraroma Filsafat.



Kisah ACO.

Setelah cinta bertepuk sebelah tangan, aku ber Filsafat.

Aurorah, berbagai bahasa puitis telah kunyanyikan di hadapanmu. Berbagai rintangan macam Benteng Takhesi telah kulalui. Petikan kecapi dan helaan seruling bambu seromantis dan sesyahdu hening malam sudah kumainkan. Terserang penyakit cinta tingkat tinggi juga sudah ku alami dan hampir merenggut nyawaku. Tapi begitu hari itu tiba, moment yang terpenting sepanjang hidupku, sepanjang hirupan nafasku. Hancur begitu saja ketika kau berkata.

 “Aku tidak bisa bersamamu, lebih baik kita berteman saja.” dan kau tersenyum imut di hadapanku seolah tak terjadi apa-apa. Padahal bagi ku senyuman itu , adalah senyuman raja hutan yang baru saja menyantap mangsanya. Atau itu senyuman beribu tipu dari seorang politisi. Seimut apapun senyuman itu aku terluka karenanya.

Seperti efek domino, rasa terluka itu semakin lama semakin melebar. Aku mulai bertanya mengapa niat cintaku yang suci ini di tolak?. Berbagai teori muncul dari dalam dan luar diriku. Aku mengira memang, Aurorah bukanlah jodohku. Dan teori ini memang teori terkuat atau semacam pelarian yang paling nyaman bagi pecundang cinta. Semacam alibi untuk membesarkan hati, tapi alih-alih membesarkan hati dan keinginan memiliki semakin kuat sebagaimana teori Erich Fromm bahwa “memiliki adalah kategori fundamental manusia, atau Fromm menyebutnya “exsistential having”, aku harus memiliki Aurorah agar aku bisa kembali berada. Tapi sial, ciri-ciri perbandingan dan kontradiksi denganku dan Aurorah juga semakin banyak. hadirlah paradoks. Semacam Sartre aku seperti objek di hadapan subjek Aurorah. Aku tertindas karenanya.

Apalagi jika kudengar pendapat kawanku Bolong. Yang menjelaskan secara sistematis dan statistika, berbagai alasan mengapa aku di tolak. Mulai dari bunyi rasis,

“ aduh Aco, tidak usah moko pacaran sama Aurorah, dari perbedaan namamu saja sungguh tidak cocok, Aco nama kampungan, dan Auorah nama bangsawan. Hmm, tidak cocok sekali, liat sai kuli’nu kayak tommi pantat panci” .

Padahal dia sudah tau, kalau kulitku ini dulu sebenarnya seputih bedak cuman karena keseringan main bola di sawah, karena memang cita-citaku ingin menjadi pemain bola sekaliber David Beckham. Tapi bolong terus saja berlanjut, dan begitu pandainya menilai diriku. Mulai dari rambut dan bentuk wajah yang berantakan katanya macam sudah kena gusur Satpol PP. Tinggi badanku yang katanya tidak pantas di katakan tinggi, jika di ukur di sebut saja pendek badan adalah 150. Dan yang paling menyakitkan, ketika bunyi pyiramida ekonomi ikut melesat dari mulut Bolong.
“ kamu juga tidak punya modal, bagaimana kau bisa bahagiakan Aurorah, bagaimana kalau dia minta di belikan baju. Beli baju cakar saja kau tidak bisa Aco.”

Etika Hedonisme bagi orang tak berada  benar-benar menyakitkan. Tapi aku tetap mencari alibi, Aurorah bukanlah perempuan hedon seperti gambaran Bolong. Aku masih optimis. Aku harus “ to having”.

Tapi lama kemudian ku ketahui, setelah berulang kali berusaha mendekat dan dia tetap tersenyum imut. Aurorah telah menyimpan nama laki-laki lain di dalam hatinya. Begitulah kata Bolong mengomporiku seperti sedang memasak gula merah. Semakin di panaskan semakin aku merasa meleleh.

“ tadi sore Aco, saya melihat Aurorah jalan pulang bersama Wahyu, dan mereka jalan sambil tersenyum, kadang Wahyu membuat Auorah tersipu malu, mereka begitu mesra, seperti sepasang bekicot sawah yang sedang kawin”.

“ sudah cukup bolong” teriakku kesakitan.

Hadirlah sebuah dialektika paradoksal antara aku dan Wahyu. Yang terpolarisasi menjadi antara aku yang laki-laki pendek, jelek, dan kurang beruntung dengan Wahyu yang laki-laki tinggi, tampan dan sempurna memang cocok dengan Aurorah. Atau sebut saja antara kalangan bawah dan kalangan atas. Dan tentu saja anda sudah tau siapa yang mewakili kata bawah dan atas.

Menjadi laki-laki yang serba kekurangan itu memang mengenaskan. tapi aku sendiri tidak mengerti. Di mana para wanita itu mengambil ukuran. Apakah memang ada paham relatif itu. Tetapi mengapa nasib percintaanku, kekuranganku, perbandinganku dengan Wahyu seperti memang sudah mapan, rigor dan ter universalkan. Mengapa ketika menyebut laki-laki pendek, para wanita lalu secara apriori mengkonsepkan kata “jelek” yang lalu berkembang menjadi argumentasi yang lebih kasar. Dan tak usahlah kita memperpanjangkannya.

Kalau anda juga pendek, tentu anda sudah tau bagaimana nasib mempermainkan kita. Mulai dari jika kita baris berbaris. Kita selalu berdiri jauh di belakang, seperti ekor monyet ,ekor sapi dan ekor-ekor yang lebih jelek. Dan memang begitulah kenyataanya, orang pendek mungkin sudah di rancang dari sononya untuk mengekor.

 Jika rambut laki-laki pendek sudah lebat dan jika kita datang ke Barbershop, itu ibarat kita datang ke stadion sepakbola yang di penuhi suporter Persija, dan kita datang duduk di tengah mereka berkostum biru. Mata mereka akan tertuju kearah kita dan memandang dengan sinis dan beribu ejekan terpancar di binar mata mereka. Karena jika orang pendek hendak potong rambut kursi yang biasanya di pakai orang yang tidak pendek itu mesti di modifikasi sedikit, kursinya di putarlah jika kursi yang di pakai adalah kursi putar itu. Di tambahkan papanlah biar tukang cukurnya tidak menunduk, jadi kita duduk diatas papan yang diatas kursi, diatasnya lagi kursi. Bingungkan. Atau jika anda tidak ingin bingung, sekalian kursinya di singkirkan saja, dan orang pendek mesti di cukur sambil berdiri, dan tukang cukurnya yang duduk. Naas sekali.

 Terus berlanjut, tentang nasib orang pendek yang selalu di tolak, oleh badan negara dan perusahaan yang mensyaratkan tinggi badan. Padahal otak yang kumiliki tidaklah pendek. Aku bisa menghafal pancasila dan nama-nama Presiden serta nama-nama Pahlawan. Misalnya jadi tentara yang harus tinggi diatas 165 cm. Padahal tentara yang pendek bisa lebih lincah dari pada yang tinggi, lihatlah Messi ketika mempermainkan Ronaldo, meliuk liku memusingkan lawan. Aku juga jika jadi tentara bisa meliuk liuk seperti Messi. Tapi jadi tentara payung sudah cukuplah, atau jadi polisi tidur bolehlah. tapi Aku curiga dan tidak bisa menerima jika persyaratan ini juga menjadi persyaratan utama yang di tekankan oleh Aurorah dan perempuan yang sependapat dengannya.

Aku menghela nafas, nampaknya aku telah terkena Kebudayaan “diam” yang di lukiskan oleh Paule Fraire. Sebuah konsep tentang manusia yang selalu di rumuskan oleh kelompok tertentu yang secara stuktural memiliki kemungkinan untuk mengekspresikan ideal budayanya. Dalam sejarah memang terlihat bahwa kelompok bawah (itulah nasibku) tidak memperoleh kesempatan secara stuktural untuk menemukan cita-cita kemanusiannya secara verbal ( begitu juga dalam percintaan) dan mewujudakannya secara nyata dalam kehidupannya dan dalam masyarakat. Ini tidak berarti bahwa mereka (termasuklah aku) tidak memiliki kesadaran akan kemanusiannya, tetapi kami ini hanya di hambat secara stuktural untuk mengungkapkan (cinta) gambaran kemanusiaan kami. Disinilah aku terkena kebudayaan “Diam”. Sungguh tragis.

Lama juga aku berpikir, jika sudah terperangkap di dalam kesepian malam. Seperti Telenovela, malam yang begitu galau di beranda rumah sambil memandangi bulan yang kesepian sepertiku. Aku semakin tersudutkan oleh nasib. Nasib memang sedang mempermainkanku, padahal sudah ku ketahui jika Pythagoras sudah jauh mengatakan jika kehidupan ini hanya sebuah permainan. Atau Nietzche yang lebih mengatakan kehidupan adalah “komedi ilahi”.

Yah, kisah cintaku ini ibarat komedi ilahi. Alih-alih tertawa, hiburan Tuhan ini semakin membuatku takzim dan hampir saja Fatalisme. Jika kuperhatikan fenomena di sekitarku. Nampaknya hanya aku saja yang tersiksa oleh cinta. Tentang tetanggaku, daeng Sija yang malah lebih pendek dariku tapi sudah nikah tiga kali, dan katanya mau nambah dua lagi. Atau Daeng Kulle yang wajahnya rupawan, tetapi belum punya pasangan, padahal dia sudah masuk kategori sunnah nikah. Apa ada sebuah rahasia biologis yang belum terungkap, entahlah.

Tapi beda cerita juga, tentang Tetanggaku yang sudah punya istri, tetapi lebih memilih memanjakan robot  burung kakak tuanya. Dia selalu membanggakan cyber kakak tuanya yang berhasil mengucapkan salam. Tetapi amukan istrinya malah tidak pernah di jawab. Atau tetanggaku yang lebih jauh. Lebih suka mengendarai motornya dari pada istrinya, baru saja di kendarai kemasjid untuk sholat pulangnya di cuci lagi. Istri malah tidak pernah di mandiin. Atau Issank kawan sekelasku yang lebih banyak meluangkan waktu dengan nintendonya yang membuatnya terserang penyakit bodoh formal tingkat tinggi. Jika terima raport selalu rangking satu dari belakang, tapi persoalan game, tentu dialah juaranya.

Jika di analisa memang merekalah Homo faber itu yang lebih menggunakan rasio instrumentalnya. Dengan teknologi Mereka membuka intervensi baru terhadap alam. Tetapi bahayanya ketika mereka menjadi homo faber, mereka akan menjadi teknofilia berkembang menjadi teknokrasi, teknologi jadinya mempengaruhi berbagai segi kehidupan, yang kemudian di benci oleh istrinya yang menjadi teknophobia. Lalu jika suami sadar mereka akan menggunakan teknologi secukupnya dengan pertimbangan, 1. Tidak ingin dipanggil Duda, 2. teknologi harus mempertahankan istri agar selalu ada kopi setiap pagi, 3. Mempertahankan keseimbangan ekonomi karena istri jago berhemat. 4. Dan  meningkatkan perkembangan populasi manusia.

Tapi adakah aku semacam mereka, aku tidak pernah mempertimbangkan melihat alam dengan teknologi. Hanya cinta, aku sangat ingin memiliki Aurorah sebagai pasangan, tapi mengapa aku terus di tolak. Padahal kami telah lama saling mengenal. Kami sudah bersama sejak kecil. Aku malah sempat melihatnya membuat eskrim dari tanah liat dan bodohnya kemudian di cicipi, akibat imajinasi yang sangat tinggi. Tapi itu malah semakin membuatku ingin memilikinya, ada hasrat yang bergejolak di dalam diriku, ada kebebsan yang meluap-luap.

Seperti dalam berbagai tema antropologis, manusia hanya menjadi manusia jika ia menjadi bebas. Kebebasan manusia adalah kebebasan historis, harus di capai dengan jalan mengatasi berbagai macam hambatan , baik dari dalam diri manusia maupun dari luar , yaitu dari stuktur –stuktur yang mengkondisikan manusia. seorang yang bebas kata ahli filsafat Antropologi adalah seorang yang mampu menemukan dirinya sendiri dan tidak merupakan ciptaan dari suatu sistem.

Meskipun aku adalah budak cinta. Tetapi bukan cinta yang membuatku menjadi budak, aku mulai menyadari itu, tapi aku ingin melawan stuktur yang memenjarakanku. Aku akan menjadi pahlawan bagi laki-laki yang di katai pendek. Bahwa kami laki-laki pendek juga butuh cinta, butuh di cintai dan di terima dalam stuktur. Tapi bunyinya kedengaran merendahkan orang pendek. Maka dari itu aku akan merubah pola pikir itu.


Dalam cerita selanjutnya. Akau akan mendapatkan cintamu Aurorah. Tapi ada tanya yang lebih menggoda, Ti antrophos estin?. Ingin kuungkap itu bersama cinta yang terus bergelora terhadapmu.
Read More

Rabu, 20 Januari 2016

Nyaian pecinta kesendirian.


Dan aku melihat mereka tertawa, tertawa dalam keramaian. Tapi aku tersudut, tersudutkan oleh ketidak tahuan. Aku merasa sepi, dan aku merasa aneh. Aku rasanya sebagai manusia super atau manusia Hulk. Ingin kubasmi saja semua yang ada di hadapanku. Lalu aku jatuh dan tak ada yang mengetahuinya.
Sendiri itu adalah luka. Luka yang tergores tanpa sungkan. Ada sebagai rasa sakit. Rasa sakit yang abadi, rasa sakit tanpa sembuh. Kesendirian itu adalah pesakitan. Tapi adakah kesakitan itu membawa nikmat. Nikmat selalu muncul pada pesakitan kesendirian. Seperti mata air yang merekah di balik bebatuan yang angkuh. Muncul sebagai sebuah kenikmatan, kenikmatan dalam arti yang sebenarnya.
Aku menyudutkan diri. Membiarkan sepi menghimpit jiwaku. Hanya ada angin yang sepoi menyapaku. Menyapaku dengan senyuman. Senyuman kegelian yang mengucapkan selamat datang, selamat datang penyendiri. Di alam yang hening.
Adakah yang ingin ikut bersamaku. Bernyanyi dalam keheningan. Tak ada yang mendengar kecuali aku, Aku yang ada di dalam diriku. Dan aku tahu siapakah subyek yang memanggilku tadi. Mengataiku sebagai pecundang lingkaran eksistensi. Di sinilah aku bersamanya. Tak ada topeng, dan tak tameng.
Aku berteriak. Adakah ribut itu menghentikanku. Tidak, ribut semakin membuatku terdiam, dan hanya terdiam yang dapat memeriahkan suasana sepi ini. Sepi yang tersepikan. Sepi tingkat atas. Adakah aku ingin kabur. Tidak, karena kabur berarti aku semakin tenggelam, tenggelam kedasar, dasar yang tanpa dasar.
Nah, di manakah aku kemudian. Di sanalah yang tanpa arah, disanalah yang tanpa sandar. Kalang kabut oleh kabut sepi. Dan aku bingung, mengapa aku mengarang semua ini. Adakah semua ini nyata. Adakah semua ini terbaca. Sepi ini telah membuatku gila. Gila secara sistematis.
Aku ingin berhenti, tapi sudahlah aku telah terhipnotis oleh kehendak bebas. Pada perintahnya aku mengatakan, “hancurkan aku”. Tapi aku tak ingin menjadi serpihan. “Hancurkan aku” maksudku “aku ingin melawan”. Apa arti semua ini, yah, aku ingin melawan. Melawan setiap kawan, membasmi setiap lawan.
Aku ingin tertawa rasanya, tapi aku tahu, aku juga ingin menangis. Apa arti semua ini. Kesenjangan telah menggerogoti jiwaku. Dan aku berdiri di tengahnya. Pada titik itulah aku sepi, pada titik itulah akhirnya hening. Dan aku terdiam di sana sebagai seorang pecundang. Pecundang yang terbingungkan oleh keadilan tanpa nilai baik. Dan aku ingin meledak saja. dan aku meninggalkan waria keadilan. Menuju perawan keadilan.

Apakah aku ini sebenarnya.? Dan aku bertanya. Tapi tak ada jawaban. Kutanya dunia apakah kau sebenarnya. Dunia menoleh kearah yang lain. Baiklah alam semesta. Apakah kau sebenarnya. Tapi tak ada jawaban. Apalagi “mengapa” dan apalagi “ Bagaimana”. Maka sepilah jawabannya. Maka kebungkamanlah jawabnya.

Maka pada titik tanya itulah, aku berada. Dan kumohon sepi dapat membuka rahasianya. Dan biarkan aku tercelup di sana. Terperangkap di sana. Mendulang jawab. Jawab yang sebenarnya jawaban. Aduh. Kuakhiri semua ini namun kau harus tahu. Sepi tetap menyiksaku. Dan aku ingin seperti ini selamanya. Dan pada saat kau membacanya. Kepalaku sedang di penuhi ragu, kepalaku sedang mencari jalan. Jika kau pikir aku gila. Maka aku berterima kasih. Karena aku bisa menuju kesana. Tak apalah, karena aku telah menyerahkan diriku pada kegilaan. Apakah ada yang mau bergabung dengan misi kemanusiaan ini. Tapi aku ingin sendiri saja. dan carilah jalanmu. Jalan yang tak akan kau tahu kapan kau akan mendapatkannya.
Read More

Jumat, 15 Januari 2016

Tips para filosof dari dunia modern.




Tips Machiavelli untuk leadrship.
“Seorang pemimpin yang ingin menegaskan dirinya haarus mampu bertindak jahat (tegas) jika hal itu di perlukan.”
“Jika seorang pemimpin mau mendapatkan nama yang baik di antara orang –orang lain karena kemurahan hatinya, pangeran itu justru harus memamerkan kemurahan hatinya itu secara megah, dengan melakukan hal itu seorang pengeran akan selalu memakai sumber-sumber kekuasaanya dan dia akan di patuhi.”
“manusia tak begitu segan melecehkan orang yang membuat dirinya di cintai dari pada orang yang membuat dirinya di takuti”.
“Seorang pemimpin tak boleh mencuri harta rakyatnya, karena manusia lebih mudah melupakan kematian ayahnya dari pada kehilangan bagian warisannya.”
“Tak ada cara lain untuk melindungi diri dari penjilatan selain membiarkan orang membuka dirinya sendiri dan mengatakan kenyataannya kepadamu tanpa melukai dirimu.”
“Seorang pangeran harus mampu bermain baik sebagai manusia maupun sebagai binatang buas. Dan karena seorang pangeran harus mampu bermain sebagai binatang buas, dia harus mencontoh rubah dan singa, karena singa tak lepas dari jerat dan rubah tak bisa lolos dari serigala. Jadi dia harus menjadi rubah untuk mengenal jerat, dan menjadi singa untuk menakut-nakuti serigala-serigala.”(Machiavelli, II principe, bab 18).
Tips Bacon untuk Keluarga.
“Sikap tegas menghasilkan rasa takut, sikap kasar menghasilkan rasa benci.”
“Gairah cinta paling baik di malam hari.”
“anak-anak memaniskan jerih payah kehidupan, namun membuat kemalangan makin getir. Mereka memperbanyak kecemasan hidup, namun mengurangi pikiran tentang kematian.”
“Wanita adalah kekasih pria di masa mudanya, pendamping di puncak hidupnya, perawat di masa tuanya.”
Tips Volteire untuk kesehatan.
“Kita mengorbankan kesehatan selama separuh hidup kita untuk mencari duit. Dalam separuh yang lain kita mengorbankan uang untuk meraih kembali kesehatan itu.”
“Tak ada obat yang lebih mujarab untuk penyakit jiwa selain kesibukan serius dari pikiran kita dengan objek-objek lain.”
Tips Rousseau untuk pendidikan.
Barang siapa di antara kita yang paling baik menanggung suka dan duka hidup, menurutku dialah yang paling baik terdidik. Jadi, pendidikan sejati terletak lebih pada latihan dari pada ajaran.”
“Untuk mendidik anak-anak orang mesti mengerti bagaimana kehilangan waktu demi meraih waktu.”
Tips Immanuel Kant untuk kebahagiaan hidup
“Tak seorang pun dapat memaksaku untuk berbahagia menurut caranya.
“kebahagiaan tak terdapat di manapun di alam ini. Yang dapat di menangkan oleh manusia hanyalah kehormatan untuk berbahagia.”
“Orang mengenyangkan hasrat tidak lewat cinta, melainkan lewat perkawinan.”
“Pria itu mudah untuk di teliti. Sedang perempuan adalah sosok yang penuh dengan misteri.”
“barang siapa tidak bekerja akan menderita kebosanan dan paling-paling di bius oleh hal yang menyenangkan dan lelah, tetapi tak akan pernah sekalipun merasa segar dan puas.”
“Kemiskinan tidak boleh di buat menjadi alat mata pencaharian bagi orang-orang yang malas.”
Tips Marx untuk aktivis gerakan
“ Setiap langkah gerakan riil adalah lebih penting dari pada satu lusin program”.
“Untuk dapat meraih tujuan tertentu dalam politik orang boleh berkawan dengan setan, hanya orang harus memiliki kepastian bahwa orang menipu setan itu dan bukan sebaliknya.”
“orang harus mengajar rakyat menakut-nakuti diri sendiri untuk membuatnya berani.”
“Segala yang kuketahui: aku bukan marxis.”
Tips Nietzsche untuk menemukan makna hidup
“Barang siapa  mempunyai ‘mengapa’, dia dapat menempuh hampir setiap ‘bagaimana.”
“Sarana yang paling bagus untuk memulai hari adalah ketika bangun memikirkan apakah orang hari ini dapat menggembirakan sekurangnya satu manusia saja.”
“ Tak ada setan dan neraka. Jiwamu akan lebih cepat mati dari pada tubuhmu .sekarang jangan takut lagi.”
Sumber: F. Budi Hardiman, Pemikiran-pemikiran yang membentuk dunia modern , Jakarta: Erlangga, 2011.


Read More

Minggu, 03 Januari 2016

Kenalilah Air dan Engkaupun akan Tahu Cara Melepaskan Dahaga

Ini sebuah cerita. Cerita yang terjadi pada masa lampau, mungkin bisa jadi beratus tahun sebelum masehi. Saking lamanya, banyak manusia yang sudah lupa tentang cerita ini. Ok, langsung saja.

Pada zaman dahulu kala ada keadaan yang aneh, nyentrik dan asing sekali kalau dibandingkan dengan zaman modern ini, yakni pada saat itu banyak manusia yang menderita kehausan. Jadi begitu kisahnya. Banyak yang merasakan haus, tapi tiada tahu bagaimana melepaskan dahaga tersebut.
Banyak orang-orang cerdas, para ahli serta tokoh masyarakat yang mencurahkan segala daya pikiran, bertapa, menggali dan melakukan segala hal untuk mendapatkan jawaban untuk tragedi haus ini.

Masyarakat di zaman itu bingung. Mereka tahu bahwa haus yang diderita pasti ada obatnya, yakni minum air. Cuma yang jadi masalah, air itu apa?? Sudah banyak macam orang yang mengatakan inilah air, itulah air, di sana, di sini, di situ ada air. Tapi sebagian besar manusia hanya menemukan kenihilan.

Dalam pencarian 'apa itu air?', banyak yang memiliki persepsi. Ada yang bilang air itu adalah daun-daun, air adalah rembulan, air adalah patung, air adalah atap rumah, air adalah harta. Banyak, banyak sekali definisinya.

Dengan adanya petunjuk-petunjuk dari para ahli dan tokoh-tokoh itu, beberapa di antara masyarakat menghabiskan sepanjang hidupnya untuk mencari tahu 'apa itu air?'. Selain itu juga ada sekumpulan masyarakat yang mengikuti saran-saran yang menyebar tentang sesuatu untuk melepas dahaga, dan selebihnya lupa, muak dan malas untuk melenyapkan haus. Tipe yang ketiga ini lebih memilih untuk membiarkan tubuhnya haus sepanjang waktu.


Pada waktu itu, ada orang bijak yang berkata pada seorang pemuda, "Engkau haus? Carilah air, karena memang itu yang bisa melepas dahagamu."

"Air? Aku sering mendengar kata itu, tapi apakah 'air' itu, pak?" kata si pemuda.

"Carilah. Lihat di sana, banyak masyarakat yang juga mengalami kehausan. Di suruh minum ini minum itu oleh tokoh dan para ahli, mereka nurut saja. Tapi apa? Tiada hasil apa-apa, dan haus tetap saja mengerontang," kata si bijak.

"Bisakah ku lepaskan dahaga ini dengan sesuatu yang bukan air? Kemana aku harus mencari, sedangkan aku tidak pernah bertemu air dan tidak mengetahui bagaimana bentuk air itu?" tanya pemuda.

"Tidak. Airlah satu-satunya. Di mana-mana ada air, dan engkau tak perlu risau, tujuanmu adalah bagaimana mengetahui tentang air. Setelah kau temukan dan ketahui bahwa itulah air, minumlah," kata si bijak.

"Lalu, kenapa masih banyak saya lihat manusia yang menderita kehausan? Apakah mereka tidak mencari air?" tanya pemuda lagi.

"Hahaha.. Bukan anak muda. Mereka itu telah salah menilai. Si A bilang daun adalah air, mereka pun meminum daun, dan begitu seterusnya. Pokoknya mereka terus berusaha dengan berbagai ritme, ritual, upacara dan segala macam untuk bisa melepaskan dahaga, tanpa mau mengenal apa yang mereka harus minum untuk melepas dahaga," jelas si bijak.
"Kata seorang guru yang telah lama ku kenal, air ada di puncak gunung itu," kata si pemuda.

"Kalau kau yakin, carilah. Jangan hanya untuk melepaskan dahaga. Carilah air dan ketahui bagaimana bentuknya, maka engkau akan tahu makna dari haus yang menyiksa tubuhmu."

Oleh : Wahyu Alhadi

Read More

Jumat, 01 Januari 2016

Makalah Filsafat Ketuhanan Thomas Aquinas

FILSAFAT KETUHANAN
THOMAS AQUINAS



Oleh:
Ramli
Muh. Idi


DosenPemandu
Prof.Dr.H.Nihaya M. M.Hum

JURUSAN FILSAFAT AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2014-2015





 Kata Pengantar

Tak pernah di awali oleh kehadiaran dzat yang kini di istilahkan dengan sebutan Tuhan, karena adanya Dialah makalah yang ada di depan kita ini dapat tersusun dari rapi dari ketiadaan menjadi ada.Tak lupa pula Sholawat terindah bagi Rasulullah yang telah menjadi cahaya di atas cahaya, menyinari dan memancarkan cahayanya sehingga semua tercipta.
Hadirnya makalah “Filsafat Ketuhanan Thomas Aquinas” di depan para pembaca yang budiman, tak lebih untuk di jadikan sebagai kaca mata untuk melihat pandangan Thomas Aquinas dalam menjawab persoalan ketuhanan, dimana adanya tuhan hingga kini masih menjadi pembahasan yang hangat, tak pernah putus dari derasnya air mengalir.
Terakhir, kami saling berterima kasih sesama pemakalah, karena tanpa kerja sama yang baik, makalah yang ada di depan anda tidak akan tersusun dengan baik. Dan tidak akan elok untuk di baca. Namun kami pemakalah tetap harus melebarkan telinga untuk mendengar segala kritikan yang ada. dan membuka tangan kami lebar-lebar untuk menerima segala masukan. Semuanya demi kesempurnaan makalah ini.

Gowa,Desember 2015

Pemakalah




 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Diantara filsafat modern yang dikenal dan sangat mempengaruhi paradigma berpikir Barat adalah Positivisme Logis. Positivisme Logis tidak mengakui metafisika. Mereka hanya mengakui persepsi panca indera sebagai satusatunya yang “ada”. Kalangan ilmuan Barat mengakui bahwa dengan adanya filsafat Positivisme Logis, Barat sukses mencapai hasil yang gemilang dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Jauh sebelum munculnya Positivisme Logis, salah seorang filosof Barat yang dikenal religius adalah Thomas Aquinas (1224-1274 M). Dia menentang pemikiran Barat yang menyangkal metafisika. Konsep metafisika Thomas tentang Essentia dan Existentia memiliki kesamaan dengan konsep metafisika al-Haqq al-Awwal/ al-Haqq al-Wahid filosof Muslim Al-Kindi (801-860 M). Meskipun dia tidak secara eksplisit mengungkapkan pengaruh filosof muslim terhadap pemikirannya, namun dengan banyaknya kesamaan pemikirannya dengan pemikiran filosof muslim, terutama al-Kindi dan al-Farabi, ada kemungkinan.
Thomas Aquinas terpengaruh dengan pemikiran filosof muslim, mengingat dia dilahirkan di Italia dan belajar di Universitas Paris. Dari sejarah kita ketahui bahwa Ilmuan dan Pendeta di sekitar Eropa, termasuk Paris belajar di Universitas Cordoba yang didirikan oleh Al-Hakam II (350-366 H/961-976 M), khalifah yang berkuasa di Spanyol, menggantikan posisi ayahnya, Abdurrahman III (300-350 H/912-961 M) yang menyempurnakan fungsi Masjid Agung Cordova. Universitas Cordoba mampu menyaingi Universitas Al-Azhar di Mesir dan Madrasah Nidzamiyah di Baghdad pada masa itu. Melalui ketiga universitas tersebut muncul ilmuan dan filosof yang merobah wajah dunia dikemudian hari. Thomas Aquinas (1224-1274 M) adalah salah seorang filosof Barat yang berpegang teguh pada keimanannya, disaat banyak serangan para ilmuwan Barat yang tidak mengakui “ada” yang tak terlihat oleh panca indera (metafisika). Dia justru membela dan memberikan argumentasi tentang “Ada” tsb. Dia juga membedakan antara Causa Prima (Tuhan selaku penyebab pertama) dan causa secunda (manusia yang mempunyai otonomi terbatas. Misalnya untuk mengerti 2x 2 = 4. Manusia tidak memerlukan penerangan istimewa dari Tuhan).1 Disinilah letak perbedaan pengetahuan alamiah dengan pengetahuan iman. Kedua pengetahuan tersebut tidak perlu dipertentangkan karena kedua pengetahuan itu saling isi mengisi.

B.     Rumusan masalah

Atas dasar uraian diatas,kami mencoba menyuguhkan uraian masalah sebagai berikut:
1.      Siapa itu Thomas Aquinas?
2.      Bagaimana pemikiran Thomas Aquinas tentang tuhan?
3.      Bagaimana Thomas Aquinas membuktikan adanya Tuhan?
C.     Tujuan penulisan

Selain sebagai pemenuhan tugas perkuliahan, dengan penulisan makalah ini kami mengharapkan mahasiswa/pembaca akan lebih memahami tentang teori Filsafat Ketuhanan dari Thomas Aquinas, siapa Thomas aquinas tersebut dan beberapa pengantar untuk memahami filsafat Thomas Aquinas









Bab II
Pembahasan
Paradigma berpikir Barat modern sangat dipengaruhi oleh pemikiran yang bersifat logis. Mereka hanya mengakui apa yang ditangkap dan dipersepsikan oleh panca indera saja dan mengesampingkan hal-hal yang bersifat metafisika. Bahkan para ilmuwan barat mengklaim bahwasanya kemajuan mereka dalam bidang sains dan teknologi tidak lepas dari upaya mereka dalam melepaskan epistimologi dari teologi.
Jauh sebelum munculnya pemikiran-pemikiran logis tersebut. Salah seorang filosof barat yang sangat religius berupaya menentang pemikiran-pemikiran yang menyangkal metafisika, yang pada waktu itu banyak dipengaruhi oleh pemikiran neo-platonik. Dia  dikenal dengan nama Thomas Aquinas (1224-1274 M), tokoh puncak Skolastisisme. Seorang pendeta Dominikan yang dianggap gereja sebagai salah satu dari para Doktor Gereja.

A.    Biografi Singkat Thomas Aquinas
Thomas Aquinas atau Thomas dari Aquino (1224-1274 M) lahir di Rocca Sicca, dekat Napels, Italia. Lahir dari suatu keluarga bangsawan. Semula ia belajar di Napels, kemudian di Paris, menjadi murid Albertus Agung, lalu di Koln, dan kemudian di Paris lagi. Sejak tahun 1252 ia mengajar di Paris dan Italia.[1] Aquinas seorang ahli teologi Katolik dan filosof. Ia menerima gelar Doktor dalam teologi dari Universitas Paris dan mengajar di sana sampai tahun 1259. Kemudian selama 10 tahun ia mengajar di biara-biara Dominican di sekitar Roma kemudian kembali ke Paris, mengajar dan menulis. Ia mempelajari karya-karya besar Aristoteles secara mendalam dan ikut serta dalam pelbagai perdebatan.
Ketika Thomas meninggal dunia pada usia 49 tahun (tanggal 7 Maret 1274), ia meninggalkan banyak karya tulisan. Suatu edisi modern yang mengumpulkan semua karyanya terdiri dari 34 jilid.  Karya filosofisnya yang paling penting dan paling berpengaruh adalah multivolume Summa Contra Gentiles (Sebuah Rangkuman Melawan Orang Non-Yahudi) dan karyanya yang tidak lengkap Summa Theologica (Rangkuman Teologi). Summa Theologicaadalah penyajian teologi secara tematik, yang ditulis bagi calon biarawan dalam kependetaan, tetapi juga merupakan rangkuman definitive filsafat katolik. TargetSumma Contra Gentiles adalah kecenderungan naturalistic yang dilihatnya dengan jelas terdapat pada filsuf-filsuf Arab tertentu.[2]
Karya-karya Thomas Aquinas[3]
a.       De ente et essential (Tentang “Pengada” dan Hakikat)
Tulisan ini merupakan uraian singkat tentang metafisika ‘ada’, yang mau  menyatakan apa yang dimaksud dengan kata ‘hakikat’ dan ‘pengada’ serta bagaimana hal itu dapat ditemukan dalam bergai jenis benda dan hubungannya dengan paham-paham logis, yakni ‘jenis’, ‘ciri’ dan ‘perbedaan’. Tulisan ini ada dari sekitar tahun 1250.
b.      Summa contra gentiles (Ikhtisar Melawan Orang-Orang Kafir)
Antara tahun 1260-1264. Karya filosofis Summa berarti uraian teratur mengenai berbagai tema dalam kesatuan yang sistematis. Kebenaran iman umat Katolik, melawan para pengajar sesat dari kalangan pengikut Aristoteles berbangsa Arab dan melawan para pengikut filsafat alam dari zaman Yunani kuno.
c.       Summa theologiae (Ikhtisar Teologi)
Summa teologi (antara tahun 1267-1273) merupakan Mahakarya Thomas Aquinas. Tulisan ini memuat tiga tema pokok, yakni Allah dan ciptaan, keteraturan dunia yang bersifat etis,  serta manusia dan keselamatan.
d.      Tentang Kekuasaan Politis
Traktat tentang misi Ilahi yang diemban oleh kerajaan, antara tahun 1265-1267.

B.     Pemikiran Filsafat Thomas Aquinas
1.      Thomisme (Sistem Thomas)
Thomisme adalah pemikiran filsafat yang dikemukakan oleh Aquinas. Sebagaimana umumnya ajaran Skolastik, Thomas Aquinas berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendamaikan pemikiran filsafat yang sekuler dari Yunani dengan agama Nasrani yang dianutnya. Oleh Thomas dibedakan dua tingkat pengetahuan manusia. Pengetahuan tentang alam yang dikenal melalui akal dan pengetahuan tentang rahasia Tuhan yang diterima oleh manusia lewat wahyu atau kitab suci.
Ia menandaskan bahwa akal dan wahyu masing-masing mempunyai bidangnya sendiri. Akal adalah suatu alat yang tepat untuk mempelajari  kebenaran dunia fisik. Akan tetapi, wahyu berkenan dengan dunia metafisik, dan dunia fisik bukanlah totalitas realitas. Tempat sejati dunia fisik dapat diketahui hanya dengan menunjuk pada dunia metafisik.[4]
Pengertian-pengertian metafisis sebagian besar dipinjamnya dari Aristoteles, seperti: pengertian materi dan bentuk, potensi dan aktus, bakat dan perealisasian. Materi adalah asal muasal munculnya sesuatu. Atau dapat juga disebut subyek pertama sebagai asal munculnya sesuatu. Bentuk terkandung dalam materi, umpamanya asal muasal buah mangga: Buah Mangga berasal dari biji mangga, lalu menjadi pohon mangga. Biji mangga adalah materinya atau potensinya, sedang pohon mangga yang telah tumbuh itu adalah bentuknya, atau aktusnya. Pada pohon mangga itu kita mengamati bahwa yang telah terkandung di dalam biji sebagai materi telah direalisasikan sepenuhnya.[5]
Dalam sistemnya tersebut, Aquinas berupaya menjelaskan hubungan antara sesuatu yang bersifat fisik dan metafisik. Bahwasanya, yang satu tidak bisa lepas dari yang lainnya. Dengan kata lain, ia berupaya menjelaskan sesuatu yang bersifat metafisik dengan cara yang rasional ataupun memahamkan bahwasanya apa saja yang bersifat fisik sesungguhnya dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat metafisik.

2.      Essentia dan Existentia (Hakekat dan Eksistensi)
Ajaran Thomas Aquinas yang terkenal diantaranya tentang essentia danexistentia, yang dikaitkannya dengan Tuhan. Tuhan adalah aktus yang paling umum, actus purus (aktus murni), artinya Tuhan sempurna keberadaannya, tidak berkembang, karena pada Tuhan tiada potensi. Di dalam Tuhan segala sesuatu telah sampai pada perealisasiannya yang sempurna. Tuhan adalah aktualitas semata-mata, oleh karena itu pada Tuhan hakikat (essentia) dan keberadaan (existentia) ada sama dan satu (identik). Hal ini tidak berlaku bagi makhluk. Keberadaan makhluk adalah sesuatu yang ditambahkan pada hakikatnya.[6]
Dunia fisik menurut Aquinas tidak hanya sebagai hal yang nyata dan dapat diketahui. Akan tetapi, ia juga adalah suatu refleksi terhadap hukum Tuhan. Dengan mengenali struktur dunia pengalaman sehari-hari yang dapat dipahami dengan akal, manusia juga memperoleh wawasan terhadap pikiran Tuhan.[7] Dengan memperhatikan segala apa yang ada pada dunia fisik ini secara tidak langsung telah menuntun akal budi terhadap pengetahuan tentang Tuhan.
Filsafat Thomas erat kaitannya dengan teologia. Sekalipun demikian pada dasarnya filsafatnya dapat dipandang sebagai suatu filsafat kodrati yang murni. Sebab, ia tahu benar akan tuntuan penelitian kebenaran, dan secara jujur mengakui bahwa pengetahuan insani dapat diandalkan juga. Dia membela hak-hak akal dan mempertahankan kebebasan akal dalam bidangnya sendiri. Wahyu menurutnya berwibawa juga dalam bidangnya sendiri. Disamping memberi kebenaran fisik, wahyu juga memberi kebenaran yang metafisik, memberi misteri atau hal-hal yang bersifat rahasia, seperti: kebenaran tentang trinitas, inkarnasi, sakramen dll. Untuk ini diperlukan iman. Iman adalah suatu cara tertentu guna mencapai pengetahuan, yaitu pengetahuan yang mengatasi akal, pengetahuan yang tidak dapat ditembus akal. Iman adalah suatu penerimaan atas dasar wibawa Tuhan. Sekalipun misteri mengatasi akal, namun tidak bertentangan dengan akal, tidak anti akal. Sekalipun akal tidak dapat menemukan misteri, akan tetapi akal dapat meratakan jalan menuju kepada misteri (prae ambula fidei). Dengan demikian, Thomas Aquinas menyimpulkan bahwa ada dua macam pengetahuan yang tidak saling bertentangan, tetapi berdiri sendiri-sendiri secara berdampingan, yaitu: pengetahuan fisik, yang berpangkal pada akal yang terang serta memiliki hal-hal yang bersifat insani umum sebagai sasarannya, dan pengetahuan iman, yang berpangkal dari wahyu dan memiliki kebenaran ilahi, yang ada di dalam Kitab Suci, sebagai sasarannya.[8]

3.      Jiwa
Manusia adalah suatu kesatuan yang berdiri sendiri, yang terdiri dari bentuk (jiwanya) dan materi (tubuhnya). Dikarenakan hubungan antara jiwa dan tubuh sebagai bentuk dan materi atau sebagai aktus dan potensi atau bisa juga dikatakan sebagai perealisasian dari bakat. Jiwa bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri seperti yang diajarkan oleh Plato. Terhadap tubuh, jiwa merupakan bentuk atau aktus atau perealisasiannya, karena jiwa adalah daya gerak yang menjadikan tubuh sebagai materi, atau sebagai potensi, menjadi realitas. Jiwalah yang memberikan perwujudan kepada tubuh sebagai materi. Dengan demikian, praeksistensi ditolak oleh Thomas. Akan tetapi jiwa dianggap tidak dapat binasa bersamaan dengan tubuh, jiwa tidak dapat mati.
Bagi Thomas, tiap perbuatan (juga berpikir dan berkehendak) adalah suatu perbuatan segenap pribadi manusia, perbuatan “aku”, yaitu jiwa dan tubuh sebagai kesatuan. Jadi bukan akalku berpikir, atau mataku melihat dsb, akan tetapi aku berpikir, aku melihat, dsb. Kesatuan manusia ini mengandaikan bahwa tubuh manusia hanya dijiwai oleh satu bentuk saja, bentuk rohani, yang sekaligus juga membentuk hidup lahiriah dan batiniah. Jadi, jiwa adalah bersatu dengan tubuh dan menjiwai tubuh.
Jiwa memiliki 5 daya, yaitu[9]:
a.       Daya jiwa vegetatif, yaitu yang bersangkutan dengan pergantian zat dan dengan pembiakan.
b.       Daya jiwa yang sensitif, daya jiwani yang berkaitan dengan keinginan
c.       Daya jiwa yang menggerakkan
d.      Daya jiwa untuk memikir
e.       Daya jiwa untuk mengenal
Daya untuk memikir dan mengenal terdiri dari akal dan kehendak. Akal adalah daya yang tertinggi dan termulia, yang lebih penting daripada kehendak, karena yang benar adalah lebih tinggi daripada yang baik. Mengenal adalah suatu perbuatan yang lebih sempurna daripada menghendaki.[10]
Berkenaan dengan ilmu dan akal, Thomas menganggap dunia fisik pertama-tama dikenal manusia melalui perspektif iderawi. Dan ia menolak bahwa ide-ide bersifat bawaan sebagaimana yang diyakini oleh para pengikut neo-platonik. Kemudia, ia menandaskan bahwasanya pikiran manusia itu sendiri bersifat aktif. Tuhan tidak memberikan penerangan pikiran yang bersifat eksternal. Sebagai gantinya, Tuhan telah memberikan kepada pikiran, suatu prinsip aktivitas yang bersifat internal, suatu hakikat.[11] Dalam hal ini, akal pikiran manusia itu tidak bersifat pasif terhadap segala pengetahuan yang diperoleh panca indera dan senantiasa mengolah citra-citra yang ditampilkan untuk memahami esensi dari eksistensi dari dunia fisik.


C.    5 Dalil Pembuktian Adanya Tuhan
Thomas juga mengajarkan apa yang disebut theologia naturalis, yang mengajarkan bahwa manusia dengan pertolongan akalnya dapat mengenal Tuhan, meskipun pengetahuan tentang Tuhan yang diperolehnya dengan akal itu tidak jelas dan tidak menyelamatkan. Melalui akalnya manusia dapat mengetahui bahwa Tuhan ada, dan juga tahu beberapa sifat Tuhan. Dengan akalnya manusia dapat mengenal Tuhan, setelah ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan mengenai dunia, alam semesta dan makhluk-Nya. Thomas berpendapat, bahwa pembuktian tentang adanya Tuhan hanya dapat dilakukan secara a posteriori. Dalam hal ini Thomas memberikan 5 bukti, yaitu[12]:
1.      Adanya gerak di dunia mengharuskan kita menerima bahwa ada Penggerak Pertama, yaitu Tuhan. Menurut Thomas, apa yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain. Seandainya sesuatu yang digerakkan itu menggerakkan dirinya sendiri, maka yang menggerakkan diri sendiri itu harus juga digerakkan oleh sesuatu yang lain, sedang yang menggerakkan ini juga harus digerakkan oleh sesuatu yang lain lagi. Gerak menggerakkan ini tidak dapat berjalan tanpa batas. Maka harus ada penggerak pertama. Penggerak Pertama ini adalah Tuhan.
2.      Di dalam dunia yang diamati ini terdapat suatu tertib sebab-sebab yang membawa hasil atau yang berdayaguna. Tidak pernah ada sesuatu yang diamati yang menjadi sebab yang menghasilkan dirinya sendiri. Karena sekiranya ada, hal yang menghasilkan dirinya itu tentu harus mendahului dirinya sendiri. Hal ini tidak mungkin, sebab yang berdaya guna, yang menghasilkan sesuatu yang lain itu, juga tidak dapat ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu, harus ada sebab berdayaguna yang pertama. Inilah Tuhan.
3.      Di dalam alam semesta terdapat hal-hal yang mungkin “ada” dan “tidak ada”. Oleh karena itu semuanya itu tidak berada sendiri, tetapi diadakan, dan oleh karena itu semuanya itu juga dapat rusak, maka ada kemungkinan semuanya itu “ada”, atau semuanya itu “tidak ada”. Tentu tidak mungkin semuanya itu senantiasa “ada”. Sebab apa yang mungkin “tidak ada” pada suatu waktu memang tidak ada. Karena segala sesuatu memang mungkin “tidak ada”, maka pada suatu waktu mungkin saja tidak ada sesuatu. Jikalau pengandaian ini benar, maka sekarang juga mungkin tidak ada sesuatu. Padahal apa yang tidak ada hanya dapat dimulai berada jikalau diadakan oleh sesuatu yang telah ada. Jikalau segala sesuatu hanya mewujudkan kemungkinan saja, tentu harus ada sesuatu yang “adanya” mewujudkan suatu keharusan. Padahal sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan, “adanya” itu dapat disebabkan oleh sesuatu yang lain, atau berada sendiri. Seandainya sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan disebabkan oleh sesuatu yang lain, sebab-sebab itu tak mungkin ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang perlu mutlak, yang tak disebabkan oleh sesuatu yang lain. Inilah Tuhan.
4.      Diantara segala yang ada terdapat hal-hal yang lebih atau kurang baik, lebih atau kurang benar, dan lain sebagainya. Apa yang disebut kurang baik, atau lebih baik, itu tentu disesuaikan dengan sesuatu yang menyerupainya, yang dipakai sebagai ukuran. Apa yang lebih baik adalah apa yang lebih mendekati apa yang terbaik. Jadi, jikalau ada yang kurang baik, yang baik dan yang lebih baik, semuanya mengharuskan adanya yang terbaik. Demikian juga halnya dengan yang kurang benar, yang benar dan yang lebih benar dan lain sebagainya. Dari ini semua dapat disimpulkan, bahwa harus ada sesuatu yang menjadi sebab dari segala yang baik, segala yang benar, segala yang mulia, dan sebagainya. Yang menyebabkan semuanya itu adalah Tuhan.
5.      Segala sesuatu yang tidak berakal, misalnya: tubuh fisik, berbuat menuju kepada tujuannya. Hal ini tampak dari caranya segala sesuatu yang tidak berakal tadi berbuat, yaitu senantiasa dengan cara yang sama untuk mencapai hasil yang terbaik. Dari situ terlihat bahwa perbuatan tubuh bukanlah perbuatan kebetulan, semuanya diatur oleh suatu kekuatan, semuanya itu menuju pada “akhir”. Jika tidak diarahkan oleh suatu “tokoh yang berakal”, maka semua perbuatan tubuh tidak mungkin memperoleh ilmu pengetahuan. Kekuatan yang mengarahkan itu adalah Tuhan.
Bukti-bukti di atas memang dapat menunjukkan bahwa ada pencipta yang menyebabkan adanya segala sesuatu. Pencipta yang berada karena diri-Nya sendiri. Akan tetapi semuanya itu tidak dapat secara riil dapat membuktikan kepada kita mengenai hakekat Tuhan. Melalui bukti-bukti penciptaan-Nya kita mengetahui, bahwa Tuhan itu ada.
Bukti-bukti yang dikemukakan Thomas didasarkan atas premis yang sama. Argumen kosmologi sering juga dinamakan argumen sebab pertama. Ia adalah suatu argumen deduktif yang mengatakan bahwa apa saja yang terjadi mesti mempunyai sebab, dan sebab itu juga mempunyai sebab dan seterusnya. Rangkaian sebab-sebab mungkin tanpa ujung atau mempunyai titik permulaan dalam sebabnya yang pertama. Aquinas mengeluarkan kemungkinan adanya rangkaian sebab pertama yang kita namakan Tuhan.
Bagi Thomas, argumen kosmologi tentang eksistensi Tuhan adalah sesuatu yang penting. Menurutnya, sebagai makhluk yang berakal, kita harus membedakan antara ciri-ciri yang aksidental dan ciri-ciri yang esensial tentang realitas, atau antara objek-objek yang bersifat sementara dan objek-objek yang bersifat permanen. Tiap-tiap kejadian antara perubahan memerlukan suatu sebab, dan menurut logika, kita harus kembali ke belakang, kepada sebab yang berada sendiri, tanpa sebab atau kepada Tuhan yang berdiri sendiri. Oleh sebab itu, Tuhan bersifat imanen dalam alam, ia prinsip pembentuk alam. Tuhan adalah syarat bagi perkembangan alam yang teratur serta sumber dan dasarnya yang permanen.[13]
Sekalipun demikian dapat juga dikatakan bahwa orang memang dapat memiliki beberapa pengetahuan filsafati tentang Tuhan. Di sini Thomas mengikuti ajaran Dionisios dari Areopagos, akan tetapi ajaran Neoplatonisme itu dirobah, disesuaikan denga teori pengenalannya yang berdasarkan ajaran Aristoteles.
Melalui akal, ada 3 (tiga) cara manusia dapat mengenal Tuhan, yaitu[14]:
1.      Segala makhluk sekedar mendapat bagian dari keadaan Tuhan. Hal ini mengakibatkan bahwa segala yang secara positif baik pada para makhluk dapat dikenakan juga kepada Tuhan (via positiva).
2.      Sebaliknya juga dapat dikatakan, karena adanya analogi keadaan, bahwa segala yang ada pada makhluk tentu tidak ada pada Tuhan dengan cara yang sama (via negativa).
3.      Jadi, apa yang baik pada makhluk tentu berada pada Tuhan dengan cara yang jauh melebihi keadaan pada para makhluk itu (via iminentiae).







Bab III
Penutup
A.    Kesimpulan
Pandangan filsafat Thomas Aquinas banyak dipengaruhi oleh filsafat Aristoteles, terutama dalam menjelaskan eksistensi dan esensi dari Tuhan. Hal ini, tidak lepas dari usaha Thomas Aquinas dalam menunjukkan bahwasanya akal dan penyelidikan filosofis cocok dengan iman kristiani. Akan tetapi, penjelasan kosmologis yang digunakannya dalam menjelaskan eksistensi Tuhan dan alam secara tidak langsung telah mengikat kehendak Tuhan. Yaitu, apabila Tuhan ada maka alam juga harus ada. Padahal, ada atau tidak adanya alam itu tergantung dari kehendak Tuhan.








Daftar Pustaka

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 1989)
Robert, C. Solomon, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003)
Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran Dalam Filsafat, (Yogyakarta: 1988)
Jhon E. Smith, The Analogy of Experience, (New York: Harper & Row,1973)
Titus, Nolan, Smith, Persoalan-Persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)



[1] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hal. 104
[2] Robert, C. Solomon, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003), hal.263
[3] Ibid, hal. 35
[4] Ibid, hal.264
[5] Harun Hadiwijono, op.Cit, hal. 106
[6] Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran Dalam Filsafat, (Yogyakarta: 1988), hal. 96
[7] Robert, C. Solomon, op.Cit., hal.265
[8] Jhon E. Smith, The Analogy of Experience, (New York: Harper & Row,1973), hal. 5
[9] Ibid, hal. 111
[10] Harun Hadiwijono, loc.Cit.
[11] Robert, C. Solomon, op.Cit., hal.266
[12] Harun Hadiwiono, op.Cit, hal. 107-108
[13]  Titus, Nolan, Smith, Persoalan-Persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 454
[14] Harun Hadiwijono, loc.Cit.
Read More