FILSAFAT
KETUHANAN
THOMAS
AQUINAS
Oleh:
Ramli
Muh. Idi
DosenPemandu
Prof.Dr.H.Nihaya M. M.Hum
FAKULTAS
USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2014-2015
Tak pernah di awali
oleh kehadiaran dzat yang kini di istilahkan dengan sebutan Tuhan, karena
adanya Dialah makalah yang ada di depan kita ini dapat tersusun dari rapi dari
ketiadaan menjadi ada.Tak lupa pula
Sholawat terindah bagi Rasulullah yang telah menjadi cahaya
di atas cahaya, menyinari dan memancarkan cahayanya sehingga semua tercipta.
Hadirnya makalah “Filsafat Ketuhanan Thomas Aquinas” di depan para pembaca yang budiman, tak lebih untuk di
jadikan sebagai kaca mata untuk melihat pandangan Thomas
Aquinas dalam menjawab persoalan ketuhanan, dimana adanya tuhan hingga kini
masih menjadi pembahasan yang hangat, tak pernah putus dari derasnya air
mengalir.
Terakhir, kami saling berterima kasih sesama pemakalah, karena tanpa kerja
sama yang baik, makalah yang ada di depan anda tidak akan tersusun dengan baik.
Dan tidak akan elok untuk di baca. Namun kami pemakalah tetap harus melebarkan
telinga untuk mendengar segala kritikan yang ada. dan membuka tangan kami
lebar-lebar untuk menerima segala masukan. Semuanya demi kesempurnaan makalah
ini.
Gowa,Desember 2015
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Diantara
filsafat modern yang dikenal dan sangat mempengaruhi paradigma berpikir
Barat adalah Positivisme Logis. Positivisme Logis tidak mengakui metafisika. Mereka
hanya mengakui persepsi panca indera sebagai satusatunya yang “ada”. Kalangan
ilmuan Barat mengakui bahwa dengan adanya filsafat Positivisme Logis, Barat sukses
mencapai hasil yang gemilang dalam
perkembangan
ilmu pengetahuan. Jauh
sebelum munculnya Positivisme Logis, salah seorang filosof Barat yang dikenal religius
adalah Thomas Aquinas (1224-1274 M). Dia menentang pemikiran Barat yang
menyangkal metafisika. Konsep metafisika Thomas tentang Essentia dan Existentia
memiliki kesamaan dengan konsep metafisika al-Haqq al-Awwal/ al-Haqq al-Wahid
filosof Muslim Al-Kindi (801-860 M). Meskipun dia tidak secara eksplisit
mengungkapkan pengaruh filosof muslim terhadap pemikirannya, namun
dengan banyaknya kesamaan pemikirannya dengan pemikiran filosof
muslim, terutama al-Kindi dan al-Farabi, ada kemungkinan.
Thomas
Aquinas terpengaruh dengan pemikiran filosof muslim, mengingat dia dilahirkan di Italia
dan belajar di Universitas Paris. Dari sejarah kita ketahui bahwa Ilmuan dan
Pendeta di sekitar Eropa, termasuk Paris belajar di Universitas Cordoba yang didirikan
oleh Al-Hakam II (350-366 H/961-976 M), khalifah yang berkuasa di Spanyol,
menggantikan posisi ayahnya, Abdurrahman III (300-350 H/912-961 M) yang
menyempurnakan fungsi Masjid Agung Cordova. Universitas Cordoba mampu menyaingi
Universitas Al-Azhar di Mesir dan Madrasah Nidzamiyah di Baghdad
pada masa itu. Melalui ketiga universitas tersebut muncul ilmuan dan filosof yang
merobah wajah dunia dikemudian hari.
Thomas
Aquinas (1224-1274 M) adalah salah seorang filosof Barat yang berpegang teguh pada
keimanannya, disaat banyak serangan para ilmuwan Barat yang tidak mengakui
“ada” yang tak terlihat oleh panca indera (metafisika). Dia justru membela dan
memberikan argumentasi tentang “Ada” tsb. Dia juga membedakan antara Causa
Prima (Tuhan selaku penyebab pertama) dan causa secunda (manusia yang
mempunyai otonomi terbatas. Misalnya untuk mengerti 2x 2 = 4. Manusia tidak
memerlukan penerangan istimewa dari Tuhan).1 Disinilah letak perbedaan
pengetahuan alamiah dengan pengetahuan iman. Kedua pengetahuan tersebut
tidak perlu dipertentangkan karena kedua pengetahuan itu saling isi mengisi.
B.
Rumusan masalah
Atas dasar
uraian diatas,kami mencoba menyuguhkan uraian masalah sebagai berikut:
1. Siapa itu Thomas Aquinas?
2. Bagaimana pemikiran Thomas Aquinas tentang tuhan?
3. Bagaimana Thomas Aquinas membuktikan adanya Tuhan?
C.
Tujuan penulisan
Selain
sebagai pemenuhan tugas perkuliahan, dengan penulisan makalah ini kami
mengharapkan mahasiswa/pembaca akan lebih memahami tentang teori Filsafat
Ketuhanan dari Thomas Aquinas, siapa Thomas aquinas tersebut dan beberapa
pengantar untuk memahami filsafat Thomas Aquinas
Bab II
Pembahasan
Paradigma berpikir
Barat modern sangat dipengaruhi oleh pemikiran yang bersifat logis. Mereka
hanya mengakui apa yang ditangkap dan dipersepsikan oleh panca indera saja dan
mengesampingkan hal-hal yang bersifat metafisika. Bahkan para ilmuwan barat
mengklaim bahwasanya kemajuan mereka dalam bidang sains dan teknologi tidak
lepas dari upaya mereka dalam melepaskan epistimologi dari teologi.
Jauh sebelum munculnya
pemikiran-pemikiran logis tersebut. Salah seorang filosof barat yang sangat
religius berupaya menentang pemikiran-pemikiran yang menyangkal metafisika,
yang pada waktu itu banyak dipengaruhi oleh pemikiran neo-platonik. Dia
dikenal dengan nama Thomas Aquinas (1224-1274 M), tokoh puncak
Skolastisisme. Seorang pendeta Dominikan yang dianggap gereja sebagai salah
satu dari para Doktor Gereja.
A. Biografi Singkat
Thomas Aquinas
Thomas Aquinas atau
Thomas dari Aquino (1224-1274 M) lahir di Rocca Sicca, dekat Napels, Italia.
Lahir dari suatu keluarga bangsawan. Semula ia belajar di Napels, kemudian di
Paris, menjadi murid Albertus Agung, lalu di Koln, dan kemudian di Paris lagi.
Sejak tahun 1252 ia mengajar di Paris dan Italia.[1] Aquinas seorang ahli teologi
Katolik dan filosof. Ia menerima gelar Doktor dalam teologi dari Universitas
Paris dan mengajar di sana sampai tahun 1259. Kemudian selama 10 tahun ia
mengajar di biara-biara Dominican di sekitar Roma kemudian kembali ke Paris,
mengajar dan menulis. Ia mempelajari karya-karya besar Aristoteles secara
mendalam dan ikut serta dalam pelbagai perdebatan.
Ketika Thomas
meninggal dunia pada usia 49 tahun (tanggal 7 Maret 1274), ia meninggalkan
banyak karya tulisan. Suatu edisi modern yang mengumpulkan semua karyanya
terdiri dari 34 jilid. Karya filosofisnya yang paling penting dan paling
berpengaruh adalah multivolume Summa Contra Gentiles (Sebuah
Rangkuman Melawan Orang Non-Yahudi) dan karyanya yang tidak lengkap Summa
Theologica (Rangkuman Teologi). Summa Theologicaadalah
penyajian teologi secara tematik, yang ditulis bagi calon biarawan dalam
kependetaan, tetapi juga merupakan rangkuman definitive filsafat katolik.
TargetSumma Contra Gentiles adalah kecenderungan naturalistic yang
dilihatnya dengan jelas terdapat pada filsuf-filsuf Arab tertentu.[2]
Karya-karya Thomas
Aquinas[3]
a.
De
ente et essential (Tentang “Pengada” dan Hakikat)
Tulisan
ini merupakan uraian singkat tentang metafisika ‘ada’, yang mau menyatakan apa yang dimaksud dengan kata
‘hakikat’ dan ‘pengada’ serta bagaimana hal itu dapat ditemukan dalam bergai
jenis benda dan hubungannya dengan paham-paham logis, yakni ‘jenis’, ‘ciri’ dan
‘perbedaan’. Tulisan ini ada dari sekitar tahun 1250.
b.
Summa
contra gentiles (Ikhtisar Melawan Orang-Orang Kafir)
Antara
tahun 1260-1264. Karya filosofis Summa berarti uraian teratur mengenai berbagai
tema dalam kesatuan yang sistematis. Kebenaran iman umat Katolik, melawan para
pengajar sesat dari kalangan pengikut Aristoteles berbangsa Arab dan melawan
para pengikut filsafat alam dari zaman Yunani kuno.
c.
Summa
theologiae (Ikhtisar Teologi)
Summa
teologi (antara tahun 1267-1273) merupakan Mahakarya Thomas Aquinas. Tulisan
ini memuat tiga tema pokok, yakni Allah dan ciptaan, keteraturan dunia yang
bersifat etis, serta manusia dan
keselamatan.
d.
Tentang
Kekuasaan Politis
Traktat tentang misi
Ilahi yang diemban oleh kerajaan, antara tahun 1265-1267.
B. Pemikiran Filsafat
Thomas Aquinas
1. Thomisme (Sistem
Thomas)
Thomisme adalah
pemikiran filsafat yang dikemukakan oleh Aquinas. Sebagaimana umumnya ajaran
Skolastik, Thomas Aquinas berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendamaikan
pemikiran filsafat yang sekuler dari Yunani dengan agama Nasrani yang
dianutnya. Oleh Thomas dibedakan dua tingkat pengetahuan manusia. Pengetahuan
tentang alam yang dikenal melalui akal dan pengetahuan tentang rahasia Tuhan
yang diterima oleh manusia lewat wahyu atau kitab suci.
Ia menandaskan bahwa
akal dan wahyu masing-masing mempunyai bidangnya sendiri. Akal adalah suatu
alat yang tepat untuk mempelajari kebenaran dunia fisik. Akan tetapi,
wahyu berkenan dengan dunia metafisik, dan dunia fisik bukanlah totalitas
realitas. Tempat sejati dunia fisik dapat diketahui hanya dengan menunjuk pada
dunia metafisik.[4]
Pengertian-pengertian
metafisis sebagian besar dipinjamnya dari Aristoteles, seperti: pengertian
materi dan bentuk, potensi dan aktus, bakat dan perealisasian. Materi adalah
asal muasal munculnya sesuatu. Atau dapat juga disebut subyek pertama sebagai
asal munculnya sesuatu. Bentuk terkandung dalam materi, umpamanya asal muasal
buah mangga: Buah Mangga berasal dari biji mangga, lalu menjadi pohon mangga.
Biji mangga adalah materinya atau potensinya, sedang pohon mangga yang telah
tumbuh itu adalah bentuknya, atau aktusnya. Pada pohon mangga itu kita
mengamati bahwa yang telah terkandung di dalam biji sebagai materi telah
direalisasikan sepenuhnya.[5]
Dalam sistemnya
tersebut, Aquinas berupaya menjelaskan hubungan antara sesuatu yang bersifat
fisik dan metafisik. Bahwasanya, yang satu tidak bisa lepas dari yang lainnya.
Dengan kata lain, ia berupaya menjelaskan sesuatu yang bersifat metafisik
dengan cara yang rasional ataupun memahamkan bahwasanya apa saja yang bersifat
fisik sesungguhnya dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat metafisik.
2. Essentia dan
Existentia (Hakekat dan Eksistensi)
Ajaran Thomas Aquinas
yang terkenal diantaranya tentang essentia danexistentia,
yang dikaitkannya dengan Tuhan. Tuhan adalah aktus yang paling umum, actus
purus (aktus murni), artinya Tuhan sempurna keberadaannya, tidak
berkembang, karena pada Tuhan tiada potensi. Di dalam Tuhan segala sesuatu
telah sampai pada perealisasiannya yang sempurna. Tuhan adalah aktualitas
semata-mata, oleh karena itu pada Tuhan hakikat (essentia) dan
keberadaan (existentia) ada sama dan satu (identik). Hal ini tidak
berlaku bagi makhluk. Keberadaan makhluk adalah sesuatu yang ditambahkan pada
hakikatnya.[6]
Dunia fisik menurut
Aquinas tidak hanya sebagai hal yang nyata dan dapat diketahui. Akan tetapi, ia
juga adalah suatu refleksi terhadap hukum Tuhan. Dengan mengenali struktur
dunia pengalaman sehari-hari yang dapat dipahami dengan akal, manusia juga
memperoleh wawasan terhadap pikiran Tuhan.[7] Dengan memperhatikan
segala apa yang ada pada dunia fisik ini secara tidak langsung telah menuntun
akal budi terhadap pengetahuan tentang Tuhan.
Filsafat Thomas erat
kaitannya dengan teologia. Sekalipun demikian pada dasarnya filsafatnya dapat
dipandang sebagai suatu filsafat kodrati yang murni. Sebab, ia tahu benar akan
tuntuan penelitian kebenaran, dan secara jujur mengakui bahwa pengetahuan
insani dapat diandalkan juga. Dia membela hak-hak akal dan mempertahankan
kebebasan akal dalam bidangnya sendiri. Wahyu menurutnya berwibawa juga dalam
bidangnya sendiri. Disamping memberi kebenaran fisik, wahyu juga memberi
kebenaran yang metafisik, memberi misteri atau hal-hal yang bersifat rahasia,
seperti: kebenaran tentang trinitas, inkarnasi, sakramen dll. Untuk ini
diperlukan iman. Iman adalah suatu cara tertentu guna mencapai pengetahuan,
yaitu pengetahuan yang mengatasi akal, pengetahuan yang tidak dapat ditembus
akal. Iman adalah suatu penerimaan atas dasar wibawa Tuhan. Sekalipun misteri
mengatasi akal, namun tidak bertentangan dengan akal, tidak anti akal.
Sekalipun akal tidak dapat menemukan misteri, akan tetapi akal dapat meratakan
jalan menuju kepada misteri (prae ambula fidei). Dengan demikian, Thomas
Aquinas menyimpulkan bahwa ada dua macam pengetahuan yang tidak saling
bertentangan, tetapi berdiri sendiri-sendiri secara berdampingan, yaitu:
pengetahuan fisik, yang berpangkal pada akal yang terang serta memiliki hal-hal
yang bersifat insani umum sebagai sasarannya, dan pengetahuan iman, yang
berpangkal dari wahyu dan memiliki kebenaran ilahi, yang ada di dalam Kitab
Suci, sebagai sasarannya.[8]
3. Jiwa
Manusia adalah suatu
kesatuan yang berdiri sendiri, yang terdiri dari bentuk (jiwanya) dan materi
(tubuhnya). Dikarenakan hubungan antara jiwa dan tubuh sebagai bentuk dan
materi atau sebagai aktus dan potensi atau bisa juga dikatakan sebagai
perealisasian dari bakat. Jiwa bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri seperti
yang diajarkan oleh Plato. Terhadap tubuh, jiwa merupakan bentuk atau aktus
atau perealisasiannya, karena jiwa adalah daya gerak yang menjadikan tubuh
sebagai materi, atau sebagai potensi, menjadi realitas. Jiwalah yang memberikan
perwujudan kepada tubuh sebagai materi. Dengan demikian, praeksistensi ditolak
oleh Thomas. Akan tetapi jiwa dianggap tidak dapat binasa bersamaan dengan
tubuh, jiwa tidak dapat mati.
Bagi Thomas, tiap
perbuatan (juga berpikir dan berkehendak) adalah suatu perbuatan segenap
pribadi manusia, perbuatan “aku”, yaitu jiwa dan tubuh sebagai kesatuan. Jadi
bukan akalku berpikir, atau mataku melihat dsb, akan tetapi aku berpikir, aku
melihat, dsb. Kesatuan manusia ini mengandaikan bahwa tubuh manusia hanya
dijiwai oleh satu bentuk saja, bentuk rohani, yang sekaligus juga membentuk
hidup lahiriah dan batiniah. Jadi, jiwa adalah bersatu dengan tubuh dan
menjiwai tubuh.
Jiwa memiliki 5 daya,
yaitu[9]:
a. Daya jiwa vegetatif,
yaitu yang bersangkutan dengan pergantian zat dan dengan pembiakan.
b. Daya jiwa yang sensitif, daya jiwani yang
berkaitan dengan keinginan
c. Daya jiwa yang
menggerakkan
d. Daya jiwa untuk
memikir
e. Daya jiwa untuk
mengenal
Daya untuk memikir dan
mengenal terdiri dari akal dan kehendak. Akal adalah daya yang tertinggi dan
termulia, yang lebih penting daripada kehendak, karena yang benar adalah lebih
tinggi daripada yang baik. Mengenal adalah suatu perbuatan yang lebih sempurna
daripada menghendaki.[10]
Berkenaan dengan ilmu
dan akal, Thomas menganggap dunia fisik pertama-tama dikenal manusia melalui
perspektif iderawi. Dan ia menolak bahwa ide-ide bersifat bawaan sebagaimana
yang diyakini oleh para pengikut neo-platonik. Kemudia, ia menandaskan
bahwasanya pikiran manusia itu sendiri bersifat aktif. Tuhan tidak memberikan
penerangan pikiran yang bersifat eksternal. Sebagai gantinya, Tuhan telah
memberikan kepada pikiran, suatu prinsip aktivitas yang bersifat internal,
suatu hakikat.[11]
Dalam hal ini, akal pikiran manusia itu tidak bersifat pasif terhadap segala
pengetahuan yang diperoleh panca indera dan senantiasa mengolah citra-citra
yang ditampilkan untuk memahami esensi dari eksistensi dari dunia fisik.
C. 5 Dalil Pembuktian
Adanya Tuhan
Thomas juga
mengajarkan apa yang disebut theologia naturalis, yang mengajarkan
bahwa manusia dengan pertolongan akalnya dapat mengenal Tuhan, meskipun
pengetahuan tentang Tuhan yang diperolehnya dengan akal itu tidak jelas dan
tidak menyelamatkan. Melalui akalnya manusia dapat mengetahui bahwa Tuhan ada,
dan juga tahu beberapa sifat Tuhan. Dengan akalnya manusia dapat mengenal
Tuhan, setelah ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan mengenai dunia, alam
semesta dan makhluk-Nya. Thomas berpendapat, bahwa pembuktian tentang adanya
Tuhan hanya dapat dilakukan secara a posteriori. Dalam hal ini
Thomas memberikan 5 bukti, yaitu[12]:
1. Adanya
gerak di dunia mengharuskan kita menerima bahwa ada Penggerak Pertama, yaitu
Tuhan. Menurut Thomas, apa yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain.
Seandainya sesuatu yang digerakkan itu menggerakkan dirinya sendiri, maka yang
menggerakkan diri sendiri itu harus juga digerakkan oleh sesuatu yang lain,
sedang yang menggerakkan ini juga harus digerakkan oleh sesuatu yang lain lagi.
Gerak menggerakkan ini tidak dapat berjalan tanpa batas. Maka harus ada
penggerak pertama. Penggerak Pertama ini adalah Tuhan.
2. Di
dalam dunia yang diamati ini terdapat suatu tertib sebab-sebab yang membawa
hasil atau yang berdayaguna. Tidak pernah ada sesuatu yang diamati yang menjadi
sebab yang menghasilkan dirinya sendiri. Karena sekiranya ada, hal yang
menghasilkan dirinya itu tentu harus mendahului dirinya sendiri. Hal ini tidak
mungkin, sebab yang berdaya guna, yang menghasilkan sesuatu yang lain itu, juga
tidak dapat ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu, harus ada sebab
berdayaguna yang pertama. Inilah Tuhan.
3. Di
dalam alam semesta terdapat hal-hal yang mungkin “ada” dan “tidak ada”. Oleh
karena itu semuanya itu tidak berada sendiri, tetapi diadakan, dan oleh karena
itu semuanya itu juga dapat rusak, maka ada kemungkinan semuanya itu “ada”,
atau semuanya itu “tidak ada”. Tentu tidak mungkin semuanya itu senantiasa
“ada”. Sebab apa yang mungkin “tidak ada” pada suatu waktu memang tidak ada. Karena
segala sesuatu memang mungkin “tidak ada”, maka pada suatu waktu mungkin saja
tidak ada sesuatu. Jikalau pengandaian ini benar, maka sekarang juga mungkin
tidak ada sesuatu. Padahal apa yang tidak ada hanya dapat dimulai berada
jikalau diadakan oleh sesuatu yang telah ada. Jikalau segala sesuatu hanya
mewujudkan kemungkinan saja, tentu harus ada sesuatu yang “adanya” mewujudkan
suatu keharusan. Padahal sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan, “adanya”
itu dapat disebabkan oleh sesuatu yang lain, atau berada sendiri. Seandainya
sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan disebabkan oleh sesuatu yang lain,
sebab-sebab itu tak mungkin ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu,
harus ada sesuatu yang perlu mutlak, yang tak disebabkan oleh sesuatu yang
lain. Inilah Tuhan.
4. Diantara
segala yang ada terdapat hal-hal yang lebih atau kurang baik, lebih atau kurang
benar, dan lain sebagainya. Apa yang disebut kurang baik, atau lebih baik, itu
tentu disesuaikan dengan sesuatu yang menyerupainya, yang dipakai sebagai
ukuran. Apa yang lebih baik adalah apa yang lebih mendekati apa yang terbaik.
Jadi, jikalau ada yang kurang baik, yang baik dan yang lebih baik, semuanya
mengharuskan adanya yang terbaik. Demikian juga halnya dengan yang kurang
benar, yang benar dan yang lebih benar dan lain sebagainya. Dari ini semua
dapat disimpulkan, bahwa harus ada sesuatu yang menjadi sebab dari segala yang
baik, segala yang benar, segala yang mulia, dan sebagainya. Yang menyebabkan
semuanya itu adalah Tuhan.
5. Segala
sesuatu yang tidak berakal, misalnya: tubuh fisik, berbuat menuju kepada
tujuannya. Hal ini tampak dari caranya segala sesuatu yang tidak berakal tadi
berbuat, yaitu senantiasa dengan cara yang sama untuk mencapai hasil yang
terbaik. Dari situ terlihat bahwa perbuatan tubuh bukanlah perbuatan kebetulan,
semuanya diatur oleh suatu kekuatan, semuanya itu menuju pada “akhir”. Jika
tidak diarahkan oleh suatu “tokoh yang berakal”, maka semua perbuatan tubuh
tidak mungkin memperoleh ilmu pengetahuan. Kekuatan yang mengarahkan itu adalah
Tuhan.
Bukti-bukti di atas
memang dapat menunjukkan bahwa ada pencipta yang menyebabkan adanya segala
sesuatu. Pencipta yang berada karena diri-Nya sendiri. Akan tetapi semuanya itu
tidak dapat secara riil dapat membuktikan kepada kita mengenai hakekat Tuhan.
Melalui bukti-bukti penciptaan-Nya kita mengetahui, bahwa Tuhan itu ada.
Bukti-bukti yang
dikemukakan Thomas didasarkan atas premis yang sama. Argumen kosmologi sering
juga dinamakan argumen sebab pertama. Ia adalah suatu argumen deduktif yang
mengatakan bahwa apa saja yang terjadi mesti mempunyai sebab, dan sebab itu
juga mempunyai sebab dan seterusnya. Rangkaian sebab-sebab mungkin tanpa ujung
atau mempunyai titik permulaan dalam sebabnya yang pertama. Aquinas mengeluarkan
kemungkinan adanya rangkaian sebab pertama yang kita namakan Tuhan.
Bagi Thomas, argumen
kosmologi tentang eksistensi Tuhan adalah sesuatu yang penting. Menurutnya,
sebagai makhluk yang berakal, kita harus membedakan antara ciri-ciri yang
aksidental dan ciri-ciri yang esensial tentang realitas, atau antara
objek-objek yang bersifat sementara dan objek-objek yang bersifat permanen.
Tiap-tiap kejadian antara perubahan memerlukan suatu sebab, dan menurut logika,
kita harus kembali ke belakang, kepada sebab yang berada sendiri, tanpa sebab
atau kepada Tuhan yang berdiri sendiri. Oleh sebab itu, Tuhan bersifat imanen
dalam alam, ia prinsip pembentuk alam. Tuhan adalah syarat bagi perkembangan
alam yang teratur serta sumber dan dasarnya yang permanen.[13]
Sekalipun demikian
dapat juga dikatakan bahwa orang memang dapat memiliki beberapa pengetahuan
filsafati tentang Tuhan. Di sini Thomas mengikuti ajaran Dionisios dari
Areopagos, akan tetapi ajaran Neoplatonisme itu dirobah, disesuaikan denga
teori pengenalannya yang berdasarkan ajaran Aristoteles.
Melalui akal, ada 3
(tiga) cara manusia dapat mengenal Tuhan, yaitu[14]:
1. Segala
makhluk sekedar mendapat bagian dari keadaan Tuhan. Hal ini mengakibatkan bahwa
segala yang secara positif baik pada para makhluk dapat dikenakan juga kepada
Tuhan (via positiva).
2. Sebaliknya
juga dapat dikatakan, karena adanya analogi keadaan, bahwa segala yang ada pada
makhluk tentu tidak ada pada Tuhan dengan cara yang sama (via negativa).
3. Jadi,
apa yang baik pada makhluk tentu berada pada Tuhan dengan cara yang jauh
melebihi keadaan pada para makhluk itu (via iminentiae).
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Pandangan
filsafat Thomas Aquinas banyak dipengaruhi oleh filsafat Aristoteles, terutama
dalam menjelaskan eksistensi dan esensi dari Tuhan. Hal ini, tidak lepas dari
usaha Thomas Aquinas dalam menunjukkan bahwasanya akal dan penyelidikan
filosofis cocok dengan iman kristiani. Akan tetapi, penjelasan kosmologis yang
digunakannya dalam menjelaskan eksistensi Tuhan dan alam secara tidak langsung
telah mengikat kehendak Tuhan. Yaitu, apabila Tuhan ada maka alam juga harus
ada. Padahal, ada atau tidak adanya alam itu tergantung dari kehendak Tuhan.
Daftar Pustaka
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 1989)
Robert, C. Solomon, Sejarah
Filsafat Barat, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003)
Ali Mudhofir, Kamus Teori dan
Aliran Dalam Filsafat, (Yogyakarta: 1988)
Jhon E. Smith, The Analogy of
Experience, (New York: Harper & Row,1973)
Titus, Nolan, Smith, Persoalan-Persoalan
Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)