Secara etimologis apriori berarti “dari hal yang
lebih dulu” dan aposteriori adalah dari hal yang kemudian. Perkembangan pengertiannya
yang kini meluas bersumber dari arti yang di berikan oleh Kant.
Menurut Leibniz, mengetahui realitas secara aposteriori
adalah mengetahui realitas dari yang benar-benar di temukan dalam dunia
empiris, sedangkan dalam mengetahui realitas secara apriori adalah mengetahui
realitas dengan mengungkapkan sebab sesuatu tertentu.
Perbedaan antara apriori dan aposterori dapat di
simpulkan sebagai perbedaan antara sesuatu yang diperoleh sebelum pengalaman
(apriori) dan sesuatu yang di peroleh setelah pengalaman( Aposteriori). Atau perbedaan
antara non empiris dan empiris.
Namun dalam pengertian Kant, pembedaan itu
dikaitkan antara pembedaan yang niscaya dan yang tidak niscaya. Di dalam apa
yang di yakini, semua kondisi niscaya pengalaman sifatnya apriori, bahwa segala
pengertian yang terbentuk adalah apriori dari perangkat mental yang membuat
banyak hal dapat di satukan dan yang membuat persepsi dan keputusan kita
berarti. Dalam hal inilah perngkat mental itu ifatnya apriori. Dan semua yang
apriori pasti memiliki validitas universal dan niscaya. Sedangkan Kant
memikirkan bahwa pengetahuan yang mendahului (apriori) adalah semua pengalaman.
Namun ia tidak berpikir tentang ide bawaan seperti para Idealis berpikir. Yang dipikirkannya
adalah pengetahuan yang tidak disimpulkan dari pengalaman meskipun
penampilannya berlangsung pada saat terjadinya pengalaman.
Lalu kita lalu menyimpulkan bahwa putusan yang
sifatnya analitis adalah apriori. Dan segala putusan yang sifatnya sintesis
akan kedapatan aposteriori. Putusan analitis apriori adalah pegangan para
rasionalis. Sedang putusan sintesis aposteriori adalah putusan milik para
empiris. Namun Kant memiliki pemikiran baru yang orisinil. Pemikiran yang
mencoba mengatakan bahwa putusan sintesis tidak selamanya kedapatan Aposteriori
namun putusan sintesis seringkali kedapatan apriori.
Putusan analitik adalah putusan yang isi predikat
menempeli subjek, atau keputusan yang predikatnya sudah di sebutkan, atau sudah
di muat oleh subjek.
*Contoh : Lingkaran itu bulat ( yang disebut
lingkaran (subjek) niscaya mempunyai bentuk bulat. (predikat)).
Putusan sintetik ialah keputusan yang tidak
analitik, atau keputusan yang diambil dari pengalaman . atau sebuah putusan
yang predikatnya mewujudkan sintetis dengan subjek.
*Contoh : Mahasiswi yang cantik itu pandai (
predikat pandai yang di ambili dari pengalaman dengan subjek mahasiswa
mengalami sintesis.)
Sedangkan putusan sintesis yang sifatnya apriori
adalah sintesis yang manifestasinya saja bergantung dari suatu pengalaman
tertentu, tetapi yang sebenarnya sudah ada dan adanya tidak bergantung pada
pengalaman tertentu( jadi adanya mendahului pengalaman tersebut). keputusan
sintesis apriori mendahului pengalaman itu sendiri karena keputusan-keputusan tersebut
memang merupakan hukum-hukum dari pengalaman itu. Tanpa keputusan tersebut,
pengalaman tidak pernah ada. keputusan-keputusan ini dapat ditunjukkan melalui
analisis Transendental.
Coba saja perhatikan kesadaran kita (pengetahuan
kita) segala keputusan yang kita buat hanya bisa terbentuk dan terlaksanakan
apabila kita mengalami pengalaman sensitivo-rasional tertentu. Kemudian melalui
analisis Transendental akan dapat di temukan realitas-realitas keputusan
tersebut.
Tentang eksistensi keputusan sintesis apriori,
seseorang pasti dapat menemukannya dalam matematika dan dalam hal-hal yang
diandaikan oleh pengalaman, moralitas, dan ilmu serta dicontohkan Kant melalui
dua ilmu dasar.
1.
Di dalam matematika dapat di jumpai keputusan
Sintesis apriori, misalnya 3+5 adalah 8. Meskipun dari ilmu hitung, Kant
menerima adanya beberapa kebenaran analitis di dalam matematika, tetapi ia
menegaskan bahwa sebagian terbesar kebenaran matematika bersifat sintesis
apriori, sifat-sifat informatif, non empiris dan niscaya keputusan-keputusan
tersebut berdasarkan kenyataan bahwa pengetahuan matematis melibatkan
intuisi-intuisi ( Aunschaungen) tentang waktu (dalam ilmu hitung) dan tentang
ruang (dalam ilmu ukur). Ruang dan waktu adalah bentuk-bentuk yang diterapkan
rasio pad data Indera.
2.
Didalam fisika: pada semua perubahan di dalam
dunia bendawi, jumlah bahan yang tergantung dalam benda tidak berubah.
Pada seluruh Karya Kant yang berjudul Kritik der Reinen Vernunft adalah
usaha atau ilmu khusus untuk menjawab : bagaimana keputusan Sintesis apriori
itu ? atau dengan perkataan lain yang ebih khusus, bagaimna keputusan-keputusan
ilmiah dari ilmu itu sendiri? Kant menyebutnya “rasio murni” karena Kant hendak
mengatakan bentuk rasio yang di dalamnya mencakup prinsip-prinsip bagi
pengetahuan a priori. Bukunya disebut sebagi “kritik” karena Kant tidak
bermaksud menyodorkan suatu sistem lengkap rasio murni. Tujuan Kant hanya mau
menyodorkan suatu pengkajian kritis atas rasio murni, menunjukkan sumber-sumber
dan batas-batasnya.
Jawaban yang diberikan Kant terhadap pertanyaan di atas adalah unsur apriori
di tambahkan oleh akal budi kita pada pengetahuan indera ( yang memberi tahu
sesuatu yang baru kepada kita) dan membangun pengetahuan indera sedemikian rupa
hingga menjadi yang di sebut (pengalaman). Pengetahuan yang benar hanya di
peroleh manakala indera dan rasio bersama-sama memberikan sahamnya. Dan apapun
yang disahamkan oleh indera dan rasio di kondisikan sebelumnya oleh
bentuk-bentuk keinderaan kita” (ruang dan waktu) dan oleh kategori-kategori
pemahaman seperti kuantitas,kualitas,relasi, modalitas serta bentuk-bentuk
bawahannya. Kuantitas dan Kualitas di sebut kant sebagai kategori matematis,
sedangkan relasi dan modalitas di sebutnya kategori dinamis.
Jadi, keputusan-keputusan sintesis a priori di akarkan dalam bentuk-bentuk
dan kategori-kategori tersebut di atas, maka adalah sah bagi setiap objek yang tampil
di dalam lingkungan bentuk-bentuk keinderaan kita atau sah bagi setiap objek
yang di pikirkan di dalam jangkauan kategori-kategori pemahaman kita.
Demikianlah kata Kant dalam karyanya “Kritik terhadap rasio murni”.