Jumat, 11 Desember 2015

Mahasiswa pendayung Sampan.


oleh : Wahyuni dan Ma'ruf

Sebuah pertanyaan besar, apanya yang hilang dari masyarakat?. Sebuah pertanyaan yang tergelincir dari benak hati dan terucapakan oleh mulut, dengan melihat fenomena saat ini yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sangat ironis, saat ini masyarakat telah terhipnotis oleh arus globalisasi yang sangat menekan tatanan kehidupan saat ini. Dimana pengaruh globalisasi mau tak mau menjadi penyakit sosial. Budaya konsumsi yang sangat meningkat dan pertumbuhannya sangat tinggi yang membuat masyarakat menjadi korban dari arus globalisasi. Pengaruh itu pun tercemar sampai ke jiwa para mahasiswa. Mahasiswa saat ini, tidak lagi mencerminkan mahasiswa itu sendiri. Nama mahasiswa dijadikan alat atau identitas diri bahkan ada yang menjadikan nama mahasiswa itu sebagai gaya untuk menonjolkan siapa dia sebenarnya. Bersikap sok tahu, sok benari, sok intektual, sok jago dalam segala hal, sok benar dan paling parah itu bila menjadikan identitasnya sebagai mahasiswa dengan mewakili aspirasi masyrakat. Ada baiknya bila semua prilaku itu benar-benar dilaksanakan dengan baik  dan bijaksana.
Posisi mahasiswa pada arus kencang arus Globalisasi, bijaknya harus menjadi pendayung perahu zaman. Mahasiswa memposisikan dirinya sebagai pengemudi dan penentu arah kompas bagi para penumpang yang awam dengan globalisasi.
Globalisasi sendiri adalah fenomena kemajuan atau pun kemunduran zaman yang menyentuh segala bidang kehidupan, sehingga global, globe yang artinya dunia atau keluasan yang kemudian di masukkan kata isasi yang membawa kepentingan. Menjadikan globalisasi ibarat dunia baru yang penuh dengan kepentingan.
Globalisasi muncul pada harapan manusia-manusia yag keluar dari kesendiriannya dan ingin menembus batas waktu dan tak ingin tersentuh oleh kelambanan. Namun dari sisi positif globalisasi yang memberi kebebasan bagi manusia. Membuat globalisasi juga memiliki sisi gelap yang sangat hitam. Karena dibalik globalisasi ada humanisme dan liberalisme yang menjunjung tinggi kebebasan. Maka kebebasan di labeli sebagai sesuatu yang sebebas-bebasnya membuat manusia seringkali blunder dengan kebebasan itu.
Dalam hal ini, mahasiswa yang menjadi pendayung di tengah arus ombak lautan globalisasi. Meski pandai dalam mengendalikan sampan zaman. Menjaga sampan agar selalu seimbang agar tidak terbalik dan membahayakan semua penumpang. Mahasiswa jangan sekali-kali ingin berenang di lautan globalisasi tanpa pelampung. Ataupun jika memakai pelampung. Mahasiswa tetap harus bijak untuk memperlakukan pelampungnya dengan sangat bijak.
Untuk menjadi pendayung yang baik. Mahasiswa meski harus membekali diri dengan ilmu untuk mendayung di arus ombak lautan globalisasi. Mahasiswa harus memiliki banyak bacaan akan globalisasi dan mahfum bagaimana dunia ini bekerja. Mahasiswa juga harus selalu berteriak kala globalisasi malah mengharamkan yang halal saat harga diri rakyat dan Negara di nodai oleh globalisasi. Kini posisi mahasiswa yang sebagai agen perubahan memiliki dis posisi sebaga pendayung zaman.
Dan sekarang ada yang hilang dari mahasiswa?. Melihat dan membandingkan mahasiswa sekarang dengan terdahulu begitu banyak perbedaannya. Mahasiswa sekarang tidak lagi memegang amanah dan harapan masyarakat yang bergantung kepada mereka. Saat ini mahasiswa memposisikan kepentingan pribadi yang utama ketimbang kepentingan bersama. Bersikap demokratis adalah andalan para mahasiswa sekarang, berkoar-koar dijalanan, di depan kampus, di depan kantor pemerintahan, itu semua cara-cara yang dilakukan mahasiswa dalam menyalurkan keresahan hati organisasinya, kampusnya, atau sukunya. Bukan lagi menyuarakan aspirasi masyarakat tetapi kepentingan yang tak jelas apa maunya. Mahasiswa tidak difungsikan sebagai mana fungsinya. Untuk mengembalikan jatiri mahasiswa, terlebih dahulu mencari APANYA YANG HILANG dari jiwa mahasiswa?.
Tak ada yang hilang dari jati diri mahasiswa, hanya saja terjadi kelupaan diri dan posisi sebagai mahasiswa. Mahasiswa yang apa bila di selingi oleh kepentingan perseorangan mesti terjebak pada keterpaksaan untuk membela kelompok tertentu yang seringkali berkedok untuk kepentingan rakyat. Saat itulah mahasiswa melupakan posisinya. Mahasiswa seringkali membara lalu lupa menyirami diri dengan air pemahaman. Bahwa pembelaan tidak mesti harus merusak, bahwa untuk bersuara tidak harus mesti berteriak.

Arus globalisasi sendiri menawarkan jalan bagi mahasiswa untuk bersuara di mana saja. Bukan hanya di jalan dan di bawah terik matahari yang membakar. ada dunia lain yakni dunia maya menjadi dunia tanpa batas bagi segala suara yang terbit di sana. Mahasiswa mesti harus mengikuti perkembangan dan ikut maju dalam kemajuan zaman. 

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon