oleh : Wahyuni dan Ma'ruf
Sebuah
pertanyaan besar, apanya yang hilang dari masyarakat?. Sebuah pertanyaan yang
tergelincir dari benak hati dan terucapakan oleh mulut, dengan melihat fenomena
saat ini yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sangat ironis, saat ini
masyarakat telah terhipnotis oleh arus globalisasi yang sangat menekan tatanan
kehidupan saat ini. Dimana pengaruh globalisasi mau tak mau menjadi penyakit
sosial. Budaya konsumsi yang sangat meningkat dan pertumbuhannya sangat tinggi
yang membuat masyarakat menjadi korban dari arus globalisasi. Pengaruh itu pun
tercemar sampai ke jiwa para mahasiswa. Mahasiswa saat ini, tidak lagi
mencerminkan mahasiswa itu sendiri. Nama mahasiswa dijadikan alat atau
identitas diri bahkan ada yang menjadikan nama mahasiswa itu sebagai gaya untuk
menonjolkan siapa dia sebenarnya. Bersikap sok tahu, sok benari, sok intektual,
sok jago dalam segala hal, sok benar dan paling parah itu bila menjadikan
identitasnya sebagai mahasiswa dengan mewakili aspirasi masyrakat. Ada baiknya
bila semua prilaku itu benar-benar dilaksanakan dengan baik dan bijaksana.
Posisi
mahasiswa pada arus kencang arus Globalisasi, bijaknya harus menjadi pendayung
perahu zaman. Mahasiswa memposisikan dirinya sebagai pengemudi dan penentu arah
kompas bagi para penumpang yang awam dengan globalisasi.
Globalisasi
sendiri adalah fenomena kemajuan atau pun kemunduran zaman yang menyentuh
segala bidang kehidupan, sehingga global, globe yang artinya dunia atau
keluasan yang kemudian di masukkan kata isasi yang membawa kepentingan.
Menjadikan globalisasi ibarat dunia baru yang penuh dengan kepentingan.
Globalisasi
muncul pada harapan manusia-manusia yag keluar dari kesendiriannya dan ingin
menembus batas waktu dan tak ingin tersentuh oleh kelambanan. Namun dari sisi
positif globalisasi yang memberi kebebasan bagi manusia. Membuat globalisasi
juga memiliki sisi gelap yang sangat hitam. Karena dibalik globalisasi ada
humanisme dan liberalisme yang menjunjung tinggi kebebasan. Maka kebebasan di
labeli sebagai sesuatu yang sebebas-bebasnya membuat manusia seringkali blunder
dengan kebebasan itu.
Dalam
hal ini, mahasiswa yang menjadi pendayung di tengah arus ombak lautan
globalisasi. Meski pandai dalam mengendalikan sampan zaman. Menjaga sampan agar
selalu seimbang agar tidak terbalik dan membahayakan semua penumpang. Mahasiswa
jangan sekali-kali ingin berenang di lautan globalisasi tanpa pelampung.
Ataupun jika memakai pelampung. Mahasiswa tetap harus bijak untuk memperlakukan
pelampungnya dengan sangat bijak.
Untuk
menjadi pendayung yang baik. Mahasiswa meski harus membekali diri dengan ilmu
untuk mendayung di arus ombak lautan globalisasi. Mahasiswa harus memiliki
banyak bacaan akan globalisasi dan mahfum bagaimana dunia ini bekerja.
Mahasiswa juga harus selalu berteriak kala globalisasi malah mengharamkan yang
halal saat harga diri rakyat dan Negara di nodai oleh globalisasi. Kini posisi
mahasiswa yang sebagai agen perubahan memiliki dis posisi sebaga pendayung
zaman.
Dan
sekarang ada yang hilang dari mahasiswa?. Melihat dan membandingkan mahasiswa
sekarang dengan terdahulu begitu banyak perbedaannya. Mahasiswa sekarang tidak
lagi memegang amanah dan harapan masyarakat yang bergantung kepada mereka. Saat
ini mahasiswa memposisikan kepentingan pribadi yang utama ketimbang kepentingan
bersama. Bersikap demokratis adalah andalan para mahasiswa sekarang,
berkoar-koar dijalanan, di depan kampus, di depan kantor pemerintahan, itu
semua cara-cara yang dilakukan mahasiswa dalam menyalurkan keresahan hati
organisasinya, kampusnya, atau sukunya. Bukan lagi menyuarakan aspirasi
masyarakat tetapi kepentingan yang tak jelas apa maunya. Mahasiswa tidak
difungsikan sebagai mana fungsinya. Untuk mengembalikan jatiri mahasiswa,
terlebih dahulu mencari APANYA YANG HILANG dari jiwa mahasiswa?.
Tak
ada yang hilang dari jati diri mahasiswa, hanya saja terjadi kelupaan diri dan
posisi sebagai mahasiswa. Mahasiswa yang apa bila di selingi oleh kepentingan
perseorangan mesti terjebak pada keterpaksaan untuk membela kelompok tertentu
yang seringkali berkedok untuk kepentingan rakyat. Saat itulah mahasiswa
melupakan posisinya. Mahasiswa seringkali membara lalu lupa menyirami diri
dengan air pemahaman. Bahwa pembelaan tidak mesti harus merusak, bahwa untuk
bersuara tidak harus mesti berteriak.
Arus
globalisasi sendiri menawarkan jalan bagi mahasiswa untuk bersuara di mana
saja. Bukan hanya di jalan dan di bawah terik matahari yang membakar. ada dunia
lain yakni dunia maya menjadi dunia tanpa batas bagi segala suara yang terbit
di sana. Mahasiswa mesti harus mengikuti perkembangan dan ikut maju dalam
kemajuan zaman.