Sistem Moralitas Kant
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang.
Sistem Moralitas Kant di jelaskan secara gamblang
pada buku populernya The Crtique of Practical Reason yang melanjuti buku
pertamanya The Crtique of Pure Reason.
Pada bagian besar buku ini Kant berusaha untuk menjawab pertanyaan,
Bagaimanakah saya dapat bertindak, dan bagaimanakah saya dapat memilih berbuat
baik atau buruk.
Immanuel Kant yang lahir di Konisberg
1724, telah dapat diketahui ke profesionalitasannya dalam dunia kefilsafatan.
Dia seorang Profesor Filsafat yang merumuskan tiga cabang filsafat,
Epistimologi, Metafisika dan Moralitas dalam bentuk yang di yakininya
Kritisisme. Sebuah bentuk pemikran yang mutakhir.
Dilihat dari garis panjang perjalanan
Filsafat. Kant berdiri di tengah pertarungan yang sengit dan rumit antara
Rasionalisme dan Empirisme. Dalam hal persoalan Moral. Sebelum Kant. Telah
menjadi perdebatan hangat di antara para Filosof dari berbagai zaman. Di sebut
saja Etika hedonisme,Epikureanisme, Teleologis, Aristotelian, lalu Deontologis
Kant dan Utilitarianisme. Jadi jika membahasa Moralitas Kant. Kita juga akan
mengkritik sistem Moralitas yang mendahului dan melampauinya.
Persoalan Moral dalam telaah Filsafat pada
umumnya bisa di bagi dalam tiga wilayah. Pertama, Filsafat yang mempersoalkan
moral sebagai gejala atau fenomena yang muncul dalam kesadaran diri manusia;
dalam bahasa Indonesia sering di sebut hati nurani atau suara hati. Gejala ini
berkaitan dengan kewajiban bertindak moral karena kewajiban itu sendiri. Kedua,
Filsafat yang mempersoalkan moral dalam kerangka nilai-nilai baku, yang di acu
sebagai pedoman perilaku dan tindakan manusia , yang menjadi ukuran penilaian
baik dan buruk seseorang sebagai manusia. dalam wilayah ini dapat di bicarakan
konsep-konsep norma, nilai, dan aliran-aliran atau mazhab-mazhab etika, Dan
ketiga , filsafat yang mengupas makna peristilahan-peristiliahan yang di pakai
dalam pembicaraan tentang moral : apakah yang di maksud dengan kata-kata baik,
wajib, utama, dan sebagainya. Meskipun wilayah ini berbeda satu dari yang lain
namun ketiganya saling bertautan.
Pada wilayah yang pertamalah yang di sebut
juga sebagai wialyah fenomenologis moral yang mempertanyakan apakah moral itu
mempunyai Implikasi dalam wialyah etika normatif. Di sinilah kita akan bergelut
dengan moralitas Kant.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah sistem Moralitas Kant.?
2.
Bagaimanakah Moralitas Kant membuktikan Tuhan?
BABII
Pembahasan
A.
Sistem Moralitas kant
Sebelum masuk kedalam isi pada Moralitas Kant.
Perlulah kita berangkat dari titik terawal dalam membahas mengenai Moral. Moral
dapat di artikan sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, Khutbah-khutbah,
patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan , entah lisan atau tertulis,
tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia
yang baik. Sumber langsung ajaran moral dalam versi defenisi ini adalah
pelbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, para
pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan-tulisan para bijak. Sumber dasar
ajaran-ajaran itu adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau
ideologi-ideologi tertentu.[1]
Dalam bentuk Aplikatif. Ajaran Moral berusaha
menjawab pertanyaan “ Bagaimana saya harus hidup”, atau “apa yang boleh, apa
yang tidak boleh, dan apa yang wajib saya perbuat?”.pertanyaan-pertanyaan
seperti inilah yang mendasari penulisan buku The Crituque of Practical Reason,
untuk menjelaskan bagaimana kita dengan rasio praktis dapat berbuat.?
Moralitas meruapakan kekhususan dari makhluk rasional.
Berkat rasionya, manusia dapat menjadi makhluk yang bermartabat, artinya ia
menjadi tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah boleh di jadikan sarana
untuk tujuan yang lain.
Sistem Moralitas Kant sering pula di istilahkan
sebagai sistem etika Deontologis yang menyangkut hal baik dan buruk, tetapi
kebaikan dan keburukan itu bukanlah apa yang kita maksud baik dan buruk, tetapi
kebaikan dan keburukan itu berdasar pada bahasa Kant, apa yang baik pada
dirinya sendiri, yang baik tanpa pembatasan sama sekali.[2]
Syarat kebaikan pelbagai sifat manusia adalah
kehendak baiknya. Karena itu, tidak ada yang baik pada dirinya sendiri selain
kehendak baik. Itulah titik tolak pemikiran Kant tentang Moralitas. Dalam
paradigma kant, ada tiga kemungkinan alternatif seseorang dalam
mengimplementasikan kewajibannya.
Pertama ia dapat melaksanakan kewajibannya karena
hal itu menguntungkan, kedua ia menunaikannya karena merasa langsung terdorong
dalam hatinya, ketiga ia memenuhi kewajibannya demi kewajibannya itu. Jadi karena
ia mau memenuhi apa yang menjadi kewajibannya. Menurut Kant, hanya kehendak
terakhir inilah yang betul-betul
bersifat moral. Melakukan kewajiban karena mau memenuhi kewajiban itulah
kehendak baik tanpa pembatasan dan yang oleh Kant di sebut moralitas, dengan
alasan ini etika Kant disebut etika kewajiban.[3]
Apabila kewajiban kita di dasarkan pada persepsi a
priori akal budi praktis murni, artinya sebuah kewajiban itutidak dapat di
tentukan bagi segala hal yang empiris, lalu jika hal itu adalah murni lalu
bagaimanakah kita mengetahui kewajiban itu? Atau bagaimanakah kita dapat
mengetahui kriteria kewajiban moral itu. Kant menjawab bahwa kriteria itu
adalah imperatif kategoris. Sebagai perintah , imperatif Kategoris bukan
sembarang perintah. Kanta memakai kata imperatif atau perintah bukan bagi
segala macam permintaan, melainkan untuk mengungkapkan suatu keharusan.[4]
Kant membagi dua macam Imperatif, imperatif
hipotesis yang mengatakan jika anda ingin mencapai tujuan ini dan itu maka anda
harus melakukan ini dan itu. Misalnya jika anda ingin menjadi mahasiswa yang
memiliki nilai IPK 4.00 maka anda harus menajdi mahasiswa yang taat aturan,
rajin, serta cerdas dalam mengikuti perkuliahan. Imperatif hipotesis(kalau
maka...) menyertakan syarat, artinya kewajibannya hanya hipotesis. [5]
Kedua, Imperatif Kategoris yang mengikat seseorang
tanpa syarat apapun. Bentuk Imperatif yang terakhir ini adalah “ Engkau harus
begitu saja “ Imperatif kategoris ini menjiwai semua peraturan etis. Misalnya
janji haru di tepati ( senang atau tidak senang), barang yang di pinjam harus
di kembalikan (kendati pemiliknya sudah lupa). Imperatif kategoris ini tidak
menyuruh kita untuk menghindari berbohong karena kita tidak akan mencapai
reputasi yang baik ,ia semata-mata menyuruh kita untuk tidak berbohong, titik.[6]
Cara kerja Imperatif Kategoris tersebut bersifat
apriori dan Kant merumuskannya dnegan sebuah prinsip ( Maksim, aturan pokok)
yang berbunyi: “bertindaklah menurut prinsip itu dan prinsip itu saja, yakni
prinsip yang engkau dapat menginginkannya menjadi hukum Universal”. Jadi kalau
seseorang tidak ingin di bohongi , maka ia akan membayangkan kaidah yang
berlaku secara umum, termasuk diirnya untuk tidak berbohong. Demikian pula
apabila ia ingin di perlakukan dengan cara yang terhormat, ia akan membuat
kaidah umum utnuk menghormati setiap orang, termasuk dirinya. Hanya dengan cara
inilah moral bisa di jalankan.
B.
Moralitas Kant membuktikan Tuhan
Tuhan bisa di buktikan lewat berbagai Argumentasi,
salah satu argumentasi yang di yakini Kant yang paling kuat adalh argumentasi
moral. Pertanyaan pokoknya adalah apakah hubungan moral dengan adanya Allah?
Kant mempunyai variasi atas satu jawaban atas pertanyaan ini. Disini akan di
sampaikan dua ajaran Kant yang terkenal tentang hal itu.
Pertama Allah dan suara hati. Kesadaran moral
mulai dengan kewajiban yang mutlak sifatnya. Kewajiban yang mengikat seperti
ini hanya mungkin di bebankan kepada manusia oleh seseorang pribadi lain yang
juga bersifat mutlak. Pribadi ini tentunya bukan manusia biasa seperti kita,
sebab kita adalah mahkluk terbatas. Maka, kesadaran moral dalam suara hati
mengandaikan adanya seorang pribadi yang perintahnya wajib kita taati. Nah,
pribadi itu adalah Allah. Dengan bertindak moral dengan mengikuti suara hati
(Praktische Vernunft), manusia mengakui kehadiran Allah. Kesadaran akan
kehadiran Allah ada di luar jangkauan pemikiran murni yang bersifat teoritis.
Dalam suara hati,manusia sadar akan tuntunan dari Allah yang memberi dan
menjamin hukum abadi. Bagi Kant, suara hati adalah kesadaran akan suatu
otoritas yangs ecara mutlak mengikat manusia akan kewajibanya,sedangkan Allah
adalah instansi moral yang memberi kepada manusia kemutlakan perintah kewajiban
suara hatinya.[7]
Kedua, allah dan tujuan moralitas. Bagi Kant
kesadaran moral mewajibkan kita untuk mengupayakan “ kebaikan tertingg (Summum
Bonum) atau kebahagiaan sempurna. Namun, kebaikan tertinggi atau kebahagiaan
akhir itu, menurut Kant tidak pernah terealisasi sepenuhnya di dunia ini sebab
adanya kejahatan. Kalau memang demikian, timbul masalah baru, apakah perbuatan
moral manusia di dunia ini akan sia-sia
saja?.
Untuk menjawab pertanyaan ini maka di hadirkanlah
tiga Postulat, kehendak bebas, Tuhan dan keabadiaan. agar kebaikan moral dan
kebahagiaan sempurna itu berhubungan. Mustahillah kewajiban moral itu
terlakukan jika tidak ada kehendak bebas, hukum moral adalah hukum di dalamnya
kita bertindak berdasarkan prinsip yang kita yakini sendiri (Otonomi). Justru
berkat kebebasan kehendaklah kita bisa berbuat demikian. Dan untuk mencapai
kebahagiaan sempurna yang ada pada keiudpan yang akan datang, tentu saja
kehadiran Immortalitas atau keabadiaan jiwa mutlak adanya karena kebahagiaan
sejati terjamin bukan pada kehidupan kini di dunia. Agar kedua potulat ini bisa
masuk akal maka kehadiran Tuhan sebagai realitas mutlak eins realissimum adalah penjamin ketidak absurdnya moralitas,
dan sebagai itu ia merupakan pemberi makna terakhir bagi hidup moral. Ketiga postulat ini sebagai hasil dari “Fakta
akal Budi” mesti niscaya di terima tanpa ragu.[8]
Dengan nilai-nilai kebajikan tertinggi ini, yakni
kebenaran, kebahagiaan, dan keadilan, maka tiga postulat ini terutama Tuhan
sang pemilik mahkamah keadilan hakiki, harus eksis agar keadilan dan
kebahagiaan dapat terunaikan secara konkret sesuai dengan haknya masing-masing.
Pada titik inilah, bagi Kant, eksistensi Tuhan mutlak harus eksis sebagai
penjamin final bagi terlaksananya kebajikan puncak, keadialn absolut dan
kebahagiaan sejati yang menunggu di seberang jurang kematian.
BAB III
Penutup
Kesimpulan.
Pembahasan mengenai Kant tentu saja tidak berakhir
pada kesimpulan ini. Namun pemakahalh dapat mengsumsikan bahawa talah dapat di
baca dan kita telah mendapatkan jalan untuk melampaui Kant. Dalam arti dapat mengkritik
ajaran Kant. Lewat Moralitas inilah. Kita dapat pula mengrti apa tujuan dari Kritisisme yang
sebenarnya. Yakni memurnikan Tuhan dari sebgala spekulasi yang membabi buta.
Melindungi tuhan dari segala bahasa yang sama sekali negatif untuk Tuhan.
Daftar Pustaka
Abdullah, Amin ,Antara
AlGazali dan Kant, terj. Hamzah, .Bandung: Mizan 2002.
Gaarder, Jostein ,Dunia
Sophie, terjemahan oleh Rahmani Astuti, ( Bandung : Mizan,1997),h.365
Russel, Bertrand ,Sejarah
Filsafat Barat dan Kaitannya dnegan Kondisi sosio politik dari Zaman Kuno
hingga Sekarang, Terj oleh Sigit Jatmiko dkk, .III, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007.
Suseno, Frans Magnis ,Etika
Dasar, .Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Zaprulkhan, Filsafat
Umum Sebuah Pendekatan Tematik, .II, Jakarta: Rajawali Pers,2013.
[1] Frans Magnis Suseno, Etika Dasar,
(Yogyakarta: Kanisius, 1987),h.14.
[2] Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah
Pendekatan Tematik, (II, Jakarta: Rajawali Pers,2013), h. 200
[3] Jostein Gaarder, Dunia Sophie,
terjemahan oleh Rahmani Astuti, ( Bandung : Mizan,1997),h.365
[4] Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah
Pendekatan Tematik, (II, Jakarta: Rajawali Pers,2013), h.201
[5] Bertrand Russel, Sejarah
Filsafat Barat dan Kaitannya dnegan Kondisi sosio politik dari Zaman Kuno
hingga Sekarang, Terj oleh Sigit Jatmiko dkk, (III, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007)h.927.
[6] Amin Abdullah, Antara AlGazali dan Kant,
terj. Hamzah, (Bandung: Mizan 2002). h. 91
[7] Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan
Tematik, (II, Jakarta: Rajawali Pers,2013), h.115.
[8] Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah
Pendekatan Tematik, (II, Jakarta: Rajawali Pers,2013), h 116.