Sabtu, 26 Desember 2015

Sistem Moralitas Kant

Sistem Moralitas Kant


BAB I
Pendahuluan
A.      Latar Belakang.
 Sistem Moralitas Kant di jelaskan secara gamblang pada buku populernya The Crtique of Practical Reason yang melanjuti buku pertamanya The Crtique of  Pure Reason. Pada bagian besar buku ini Kant berusaha untuk menjawab pertanyaan, Bagaimanakah saya dapat bertindak, dan bagaimanakah saya dapat memilih berbuat baik atau buruk.
Immanuel Kant yang lahir di Konisberg 1724, telah dapat diketahui ke profesionalitasannya dalam dunia kefilsafatan. Dia seorang Profesor Filsafat yang merumuskan tiga cabang filsafat, Epistimologi, Metafisika dan Moralitas dalam bentuk yang di yakininya Kritisisme. Sebuah bentuk pemikran yang mutakhir.
Dilihat dari garis panjang perjalanan Filsafat. Kant berdiri di tengah pertarungan yang sengit dan rumit antara Rasionalisme dan Empirisme. Dalam hal persoalan Moral. Sebelum Kant. Telah menjadi perdebatan hangat di antara para Filosof dari berbagai zaman. Di sebut saja Etika hedonisme,Epikureanisme, Teleologis, Aristotelian, lalu Deontologis Kant dan Utilitarianisme. Jadi jika membahasa Moralitas Kant. Kita juga akan mengkritik sistem Moralitas yang mendahului dan melampauinya.
Persoalan Moral dalam telaah Filsafat pada umumnya bisa di bagi dalam tiga wilayah. Pertama, Filsafat yang mempersoalkan moral sebagai gejala atau fenomena yang muncul dalam kesadaran diri manusia; dalam bahasa Indonesia sering di sebut hati nurani atau suara hati. Gejala ini berkaitan dengan kewajiban bertindak moral karena kewajiban itu sendiri. Kedua, Filsafat yang mempersoalkan moral dalam kerangka nilai-nilai baku, yang di acu sebagai pedoman perilaku dan tindakan manusia , yang menjadi ukuran penilaian baik dan buruk seseorang sebagai manusia. dalam wilayah ini dapat di bicarakan konsep-konsep norma, nilai, dan aliran-aliran atau mazhab-mazhab etika, Dan ketiga , filsafat yang mengupas makna peristilahan-peristiliahan yang di pakai dalam pembicaraan tentang moral : apakah yang di maksud dengan kata-kata baik, wajib, utama, dan sebagainya. Meskipun wilayah ini berbeda satu dari yang lain namun ketiganya saling bertautan.
Pada wilayah yang pertamalah yang di sebut juga sebagai wialyah fenomenologis moral yang mempertanyakan apakah moral itu mempunyai Implikasi dalam wialyah etika normatif. Di sinilah kita akan bergelut dengan moralitas Kant.
B.      Rumusan Masalah
1.       Bagaimanakah sistem Moralitas Kant.?
2.       Bagaimanakah Moralitas Kant membuktikan Tuhan?

BABII
Pembahasan
A.      Sistem Moralitas kant

Sebelum masuk kedalam isi pada Moralitas Kant. Perlulah kita berangkat dari titik terawal dalam membahas mengenai Moral. Moral dapat di artikan sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, Khutbah-khutbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan , entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral dalam versi defenisi ini adalah pelbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan-tulisan para bijak. Sumber dasar ajaran-ajaran itu adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau ideologi-ideologi tertentu.[1]
Dalam bentuk Aplikatif. Ajaran Moral berusaha menjawab pertanyaan “ Bagaimana saya harus hidup”, atau “apa yang boleh, apa yang tidak boleh, dan apa yang wajib saya perbuat?”.pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang mendasari penulisan buku The Crituque of Practical Reason, untuk menjelaskan bagaimana kita dengan rasio praktis dapat berbuat.?
Moralitas meruapakan kekhususan dari makhluk rasional. Berkat rasionya, manusia dapat menjadi makhluk yang bermartabat, artinya ia menjadi tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah boleh di jadikan sarana untuk tujuan yang lain.
Sistem Moralitas Kant sering pula di istilahkan sebagai sistem etika Deontologis yang menyangkut hal baik dan buruk, tetapi kebaikan dan keburukan itu bukanlah apa yang kita maksud baik dan buruk, tetapi kebaikan dan keburukan itu berdasar pada bahasa Kant, apa yang baik pada dirinya sendiri, yang baik tanpa pembatasan sama sekali.[2]
Syarat kebaikan pelbagai sifat manusia adalah kehendak baiknya. Karena itu, tidak ada yang baik pada dirinya sendiri selain kehendak baik. Itulah titik tolak pemikiran Kant tentang Moralitas. Dalam paradigma kant, ada tiga kemungkinan alternatif seseorang dalam mengimplementasikan kewajibannya.
Pertama ia dapat melaksanakan kewajibannya karena hal itu menguntungkan, kedua ia menunaikannya karena merasa langsung terdorong dalam hatinya, ketiga ia memenuhi kewajibannya demi kewajibannya itu. Jadi karena ia mau memenuhi apa yang menjadi kewajibannya. Menurut Kant, hanya kehendak terakhir inilah yang betul-betul  bersifat moral. Melakukan kewajiban karena mau memenuhi kewajiban itulah kehendak baik tanpa pembatasan dan yang oleh Kant di sebut moralitas, dengan alasan ini etika Kant disebut etika kewajiban.[3]
Apabila kewajiban kita di dasarkan pada persepsi a priori akal budi praktis murni, artinya sebuah kewajiban itutidak dapat di tentukan bagi segala hal yang empiris, lalu jika hal itu adalah murni lalu bagaimanakah kita mengetahui kewajiban itu? Atau bagaimanakah kita dapat mengetahui kriteria kewajiban moral itu. Kant menjawab bahwa kriteria itu adalah imperatif kategoris. Sebagai perintah , imperatif Kategoris bukan sembarang perintah. Kanta memakai kata imperatif atau perintah bukan bagi segala macam permintaan, melainkan untuk mengungkapkan suatu keharusan.[4]
Kant membagi dua macam Imperatif, imperatif hipotesis yang mengatakan jika anda ingin mencapai tujuan ini dan itu maka anda harus melakukan ini dan itu. Misalnya jika anda ingin menjadi mahasiswa yang memiliki nilai IPK 4.00 maka anda harus menajdi mahasiswa yang taat aturan, rajin, serta cerdas dalam mengikuti perkuliahan. Imperatif hipotesis(kalau maka...) menyertakan syarat, artinya kewajibannya hanya hipotesis. [5]
Kedua, Imperatif Kategoris yang mengikat seseorang tanpa syarat apapun. Bentuk Imperatif yang terakhir ini adalah “ Engkau harus begitu saja “ Imperatif kategoris ini menjiwai semua peraturan etis. Misalnya janji haru di tepati ( senang atau tidak senang), barang yang di pinjam harus di kembalikan (kendati pemiliknya sudah lupa). Imperatif kategoris ini tidak menyuruh kita untuk menghindari berbohong karena kita tidak akan mencapai reputasi yang baik ,ia semata-mata menyuruh kita untuk tidak berbohong, titik.[6]
Cara kerja Imperatif Kategoris tersebut bersifat apriori dan Kant merumuskannya dnegan sebuah prinsip ( Maksim, aturan pokok) yang berbunyi: “bertindaklah menurut prinsip itu dan prinsip itu saja, yakni prinsip yang engkau dapat menginginkannya menjadi hukum Universal”. Jadi kalau seseorang tidak ingin di bohongi , maka ia akan membayangkan kaidah yang berlaku secara umum, termasuk diirnya untuk tidak berbohong. Demikian pula apabila ia ingin di perlakukan dengan cara yang terhormat, ia akan membuat kaidah umum utnuk menghormati setiap orang, termasuk dirinya. Hanya dengan cara inilah moral bisa di jalankan.
B.      Moralitas Kant membuktikan Tuhan
Tuhan bisa di buktikan lewat berbagai Argumentasi, salah satu argumentasi yang di yakini Kant yang paling kuat adalh argumentasi moral. Pertanyaan pokoknya adalah apakah hubungan moral dengan adanya Allah? Kant mempunyai variasi atas satu jawaban atas pertanyaan ini. Disini akan di sampaikan dua ajaran Kant yang terkenal tentang hal itu.
Pertama Allah dan suara hati. Kesadaran moral mulai dengan kewajiban yang mutlak sifatnya. Kewajiban yang mengikat seperti ini hanya mungkin di bebankan kepada manusia oleh seseorang pribadi lain yang juga bersifat mutlak. Pribadi ini tentunya bukan manusia biasa seperti kita, sebab kita adalah mahkluk terbatas. Maka, kesadaran moral dalam suara hati mengandaikan adanya seorang pribadi yang perintahnya wajib kita taati. Nah, pribadi itu adalah Allah. Dengan bertindak moral dengan mengikuti suara hati (Praktische Vernunft), manusia mengakui kehadiran Allah. Kesadaran akan kehadiran Allah ada di luar jangkauan pemikiran murni yang bersifat teoritis. Dalam suara hati,manusia sadar akan tuntunan dari Allah yang memberi dan menjamin hukum abadi. Bagi Kant, suara hati adalah kesadaran akan suatu otoritas yangs ecara mutlak mengikat manusia akan kewajibanya,sedangkan Allah adalah instansi moral yang memberi kepada manusia kemutlakan perintah kewajiban suara hatinya.[7]
Kedua, allah dan tujuan moralitas. Bagi Kant kesadaran moral mewajibkan kita untuk mengupayakan “ kebaikan tertingg (Summum Bonum) atau kebahagiaan sempurna. Namun, kebaikan tertinggi atau kebahagiaan akhir itu, menurut Kant tidak pernah terealisasi sepenuhnya di dunia ini sebab adanya kejahatan. Kalau memang demikian, timbul masalah baru, apakah perbuatan moral manusia  di dunia ini akan sia-sia saja?.
Untuk menjawab pertanyaan ini maka di hadirkanlah tiga Postulat, kehendak bebas, Tuhan dan keabadiaan. agar kebaikan moral dan kebahagiaan sempurna itu berhubungan. Mustahillah kewajiban moral itu terlakukan jika tidak ada kehendak bebas, hukum moral adalah hukum di dalamnya kita bertindak berdasarkan prinsip yang kita yakini sendiri (Otonomi). Justru berkat kebebasan kehendaklah kita bisa berbuat demikian. Dan untuk mencapai kebahagiaan sempurna yang ada pada keiudpan yang akan datang, tentu saja kehadiran Immortalitas atau keabadiaan jiwa mutlak adanya karena kebahagiaan sejati terjamin bukan pada kehidupan kini di dunia. Agar kedua potulat ini bisa masuk akal maka kehadiran Tuhan sebagai realitas mutlak eins realissimum  adalah penjamin ketidak absurdnya moralitas, dan sebagai itu ia merupakan pemberi makna terakhir bagi hidup moral.  Ketiga postulat ini sebagai hasil dari “Fakta akal Budi” mesti niscaya di terima tanpa ragu.[8]
Dengan nilai-nilai kebajikan tertinggi ini, yakni kebenaran, kebahagiaan, dan keadilan, maka tiga postulat ini terutama Tuhan sang pemilik mahkamah keadilan hakiki, harus eksis agar keadilan dan kebahagiaan dapat terunaikan secara konkret sesuai dengan haknya masing-masing. Pada titik inilah, bagi Kant, eksistensi Tuhan mutlak harus eksis sebagai penjamin final bagi terlaksananya kebajikan puncak, keadialn absolut dan kebahagiaan sejati yang menunggu di seberang jurang kematian.


BAB III
Penutup


Kesimpulan.
Pembahasan mengenai Kant tentu saja tidak berakhir pada kesimpulan ini. Namun pemakahalh dapat mengsumsikan bahawa talah dapat di baca dan kita telah mendapatkan jalan untuk melampaui Kant. Dalam arti dapat mengkritik ajaran Kant. Lewat Moralitas inilah. Kita dapat pula  mengrti apa tujuan dari Kritisisme yang sebenarnya. Yakni memurnikan Tuhan dari sebgala spekulasi yang membabi buta. Melindungi tuhan dari segala bahasa yang sama sekali negatif untuk Tuhan.
Daftar Pustaka

Abdullah, Amin ,Antara AlGazali dan Kant, terj. Hamzah, .Bandung: Mizan 2002.
Gaarder, Jostein ,Dunia Sophie, terjemahan oleh Rahmani Astuti, ( Bandung : Mizan,1997),h.365
Russel, Bertrand ,Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dnegan Kondisi sosio politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang, Terj oleh Sigit Jatmiko dkk, .III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Suseno, Frans Magnis ,Etika Dasar, .Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik, .II, Jakarta: Rajawali Pers,2013.



[1] Frans Magnis Suseno, Etika Dasar, (Yogyakarta: Kanisius, 1987),h.14.
[2] Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik, (II, Jakarta: Rajawali Pers,2013), h. 200
[3] Jostein Gaarder, Dunia Sophie, terjemahan oleh Rahmani Astuti, ( Bandung : Mizan,1997),h.365
[4] Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik, (II, Jakarta: Rajawali Pers,2013), h.201
[5] Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dnegan Kondisi sosio politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang, Terj oleh Sigit Jatmiko dkk, (III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)h.927.
[6] Amin Abdullah, Antara AlGazali dan Kant, terj. Hamzah, (Bandung: Mizan 2002). h. 91
[7] Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik, (II, Jakarta: Rajawali Pers,2013), h.115.
[8] Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik, (II, Jakarta: Rajawali Pers,2013), h 116.

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon