Sabtu, 19 Desember 2015

Suhrawardi Dan Iluminasi, Kembali Ke Orient.


SUHRAWARDI DAN ILUMINASI
Kembali Ke Orient.
oleh Ma'ruf Nurhalis pada Tugas Filsafat Mistik 
Dosen : Prof Qasim Mathar. MA


Sebelum Iluminasi.
Berawal dari terbukanya pintu gerbang emas peradaban islam dan menyambut tamu terhormat dari luar. Kemajuan lalu menyentuh setiap nadi kegiatan intelektualitas. Al Kindi  dengan slogan kebijaksanaannya yang tidak ingin malu mengakui kebenaran dan bersumber dari mana dan siapapun sekalipun ia di bawa generasi baru dan orang asing.[1] Dari semangat itulah al- Kindi amat berjasa dalam membuka pintu gerbang emas itu dengan banyak menerjemahkan buku-buku dari luar menjadi berbahasa Arab, menjadi awal dari mega proyek filsafat yang bercorak islam dan lebih elaborate bercorak peripatetic.
Amat panjang sejarah filsafat islam yang telah di mulai dari penerjemahan bijak itu. Filsafat peripatetic sendiri akhirnya berpuncak pada diri Ibnu Sina. Lalu setelah itu Filsafat Islam seolah kehilangan hasrat dan martabat setelah serangan yang bertubi-tubi datang menerpanya. Sempat matahari kembali timbul dari diri Ibnu Rusyd. Tapi setelah kematian Ibnu Rusyd. Filsafat Islam juga ikut terancam untuk di kuburkan. Tetapi matahari yang lebih terang kembali terbit. Iluminasi atau Isyraqi dari ajaran Suhrawardi membuka kembali keagungan puncak Filsafat Islam. Maka dari itu amat perlu di ketahui seperti apakah keindahan filsafat Iluminasi Suhrawardi. Seterang apakah Israqi pada filsafat Suhrawardi.


Sekilas mengenai Suhrawardi.
Nama lengkap Suhrawardi adalah abu al futuh Yahya bin Habasy bin Amirak as Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H./1153 M. di Iran pada sebuah kampung bernama Suhraward.[2] Ia menerima pendidikan awalnya dari Majd al-Din al Jili di Maragha. Dan melanjutkannya di Isfahan. Kehidupan kesufiannya di mulai sejak ia merampungkan pendidikan formalnya dan melancong ke Persia. Di sana ia banyak menemui guru-guru Sufi, dan membuatnya tertarik. Kenyataanya sejak fase kehidupannya inilah ia memasuki jalan sufi dan menghabiskan periode lama dalam pengasingan Spritual (khalwat) dan menenggelamkan diri dalam dzikir dan meditasi.[3]
Akar pemikiran Suhrawardi sangat unik dan mendasar. Dia berusaha mencari pengetahuan hingga mencapai dasarnya. Dia adalah manusia yang berpikir secara radikal hingga melacak sumber kebenaran yang ada pada beragam kepercayaan. Menurutnya hikmah kebenaran itu satu, abadi dan tidak terbagi-bagi. Maka ia pun menyebut dirinya sebagai pengumpul kebijaksanaan, al hikmah al laduniyyah.[4]
Ada banyak sumber pemikiran Suhrawardi, diantara yang paling awal adalah Hermetisme yang mengacu pada sosok Hermes. Hermes mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pemikiran Suhrawardi. Kekaguman Suhrawardi terhadap Hermes barangkali terkait dengan tugas yang di embannya sebagai penyampai pesan ketuhanan kepada umat manusia. Dalam menyampaikan pesan sang dewa Hermes memiliki bahasa yang mudah di terima oleh manusia sebagai pesan langit[5]. Pengaruh selanjutnya datang dari ajaran Persia kuno, dari seorang Nabi Zoroaster yang mengajarkan Zoroastereanisme dengan dua doktrin dasar. Pertama, ada hukum di dalam alam, kedua ada konflik di dalam hukum alam. Sehingga memunculkan persoalan bagaimana mempersatukan kejahatan dan kebaikan abadi Tuhan. Dalam menjelaskannya Zoroaster menyatakan bahwa hanya ada satu Tuhan sejati yakni Ahuramazda. Tuhan yang terang meski pun pula roh Ahriman tetap ada.  Hubungan Zoroater dengan suhrawardi ada pada ajaran Zoroaster untuk melawan roh Ahriman untuk menyucikan diri agar bisa merasakan Cahaya Ahuramazda.
Sedangkan pengaruh falsafah Yunani terhadap pemikiran Suhrawardi berasal dari filsafat Platon, Aristoteles, dan Plotinus yang disebutnya sebagai Filsafat peripatetic. Sedangkan dari filosof Islam , Alfarabi dan Ibnu Sina adalah dua tokoh filsuf yang ide-idenya sangat mewarnai pemikiran Suhrawardi, sekalipun nantinya, Suhrawardi mengkritik kedua filosof Islam ini.
Bagi Suhrawardi, Filsafat tidak bermula dari Plato dan Aristoteles, namun justru berakhir pada mereka, Aristotels yang meletakkan kearifan dalam baju rasionalis telah mnyempitkan cakrawala dan telah memisahkan dari kearifan tentang keperpaduan yang di miliki oleh para empu kebijakan di zaman purbakala..[6]
Isi  Iluminasi.
Iluminasi dalam bahasa Arab itu sendiri di sebut Isyraq. Isyraq berarti cahaya (Light) pertama pada saat pagi hari, seperti cahaya Matahari yang terbit dari timur (Syarq). Timur dalam pandangan Suhrawardi bukanlah Timur secara letak geografis. Tapi Timur adalah bahasa Simbol dari keter awal an cahaya. Seperti matahari yang terbit dari timur. Filsafat israqiyah berarti “ketimuran” dan “iluminatif”. Ia memancar karena ia adalah timur dan ia timur karena ia memancar ia adalah pengetahuan dengan pertolongan, yang manusia dapat menyesuaikan dirinya sendiri dalam alam semesta dan akhirnya menjangkau bahwa timur adalah tempat kediaman yang azali, sementara bayangan kegelapan diri manusia berada di bumi bagian “barat”.[7]
 Sedangkan Menurut Al Jurjani, Timur dalam bahasa isyraqiyah juga di artikan sebagai kutub bagi para Filosof di mana Plato yang menjadi rajanya. Sementara Abd Razaq al-Kasyani menyebut timur sebagai kumpulan pengikut Orang suci (Seth) yang menurut sumber-sumber muslim adalah pendiri sekelompok ahli dan dari mereka keahlian itu berasal, yang terkait erat dengan Hermetisme. Sedangkan pendapat lain yang menyebut Isyraqi seperti Ibnu Wahsyiah. Mengatakan bahwa Isyraqi adalah kelompok orang-orang suci Mesir yang merupakan anak-anak Saudarai Hermes.[8]
Iluminasi, menurut Suhrawardi merupakan suatu fase yang menentukan perkembangan pemikiran yang seolah-olah tersembunyi di lautan pemikiran Islam sebagai produk logika yang di kembangkan oleh madzhab Ibnu Sina. Filsafat iluminasi ini dapat di rasakan sebagai hasil dari perkawinan antara latihan intelektual teoritik melalui filsafat dan pemurnian hati melalui sufisme. Dari perkawinan ini pengetahuan tertinggi yang ia anggap iluminasi, sekaligus mentransformasikan keberadaan dan melimpahnya pengetahuan seseorang.[9]
Sang Guru iluminasi ini menegaskan bahwa sejak semula telah ada suatu “ Olahan Abadi” yang tidak ada sesuatu pun melainkan adalah kebijaksanaan abadi. Olahan abadi itu di samarkan dalam diri Substansial manusia yang siap “di olah” dan di aktualisasikan melalui latihan intelektual dan penyucian hati.[10] Untuk hal tersebut filsafat iluminasi tidak bisa di ajarkan oleh dan kepada setiap orang.[11]
Teori Emanasi yang di perkenalkan oleh Alfarabi dan Ibnu Sina di jadikan sebagai dasar epistimologi Suhrawardi,.[12] Namun Suhrawardi mememiliki pendapat mandiri mengenai akal actual yang menurutnya tidak terbatas pada akal Sepuluh, tetapi terus beremanasi pada akal yang lebih banyak dan tidak bisa terhitung, selama Cahaya dari cahaya-cahaya terus menerus memancarkan cahaya murni kepada segala sesuatu yang ada di bawahnya.[13]
Cahaya di atas cahaya yang merupakan cahaya Absolut dan tidak terbatas diatas dan di belakang semua sianar yang memancar. Semua tingkat realitas, bagaimana pun, juga adalah derajat dan tingkat intensitas dan kelemahannya dengan tak sesuatupun melainkan cahaya. Karena, kenyataannya, tak ada sesuatupun dalam alam semesta yang luas ini melainkan cahaya. Dari Cahaya di atas segala cahaya ada suatu hierarki cahaya, vertical maupun longitudinal, cahaya-cahaya yang terdiri dari tingkat-tingkat eksistensi universal dan suatu tatanan horizontal atau latitudinal yang berisi pola dasar atau idea-idea platonic tentang segala sesuatu yang kelihatan di bawah sebagai objek atau barang, cahaya-cahaya ini tidak lain dari pada apa yang dalam bahasa agama sebagai malaikat-malaikat.[14]
Dengan teori Iluminasi Suhrawardi yakin bahwa tidak tepat baginya mengarungi dunia indrawi dan materi bersama orang-orang yang terjebak di dunia materi. Yang lebih tepat baginya adalah meninggalkan dunia materi menuju dunia penanggalan keinginan duniawi dan penyaksian langsung, kemudian naik ke maqam orang-orang yang bercahaya, bergaul bersama mereka, dan menyaksikan mereka dari dekat. Ia berkata, “ Bicaralah kepada dirimu sendiri bila engkau orang yang punya harkat. Sandarkan dirimu pada rahasia batinmu. Terimalah kenikmatan hidup dalam ketiadaan. Langkahkan kedua kakimu seraya berkata, ‘Sudahkah aku mengarungi ilmu-ilmu yang di serukan oleh penyeru dari keterlenaan orang-orang yang lalai.
Secara lebih sederhana, konsep Istisyraq di jelaskan Suhrawardi kepada kita bahwa jiwa berasal dari yang maha Pencipta dan dari berbagai Substansi yang terpisah-pisah. Maka  sampai kepadaNya atau sampai pada diri Substansi amatlah sulit jika manusia tidak mampu melepasakan diri ragawi menundukkan ular naga bathin yang berupa nafsu nurani. Dan tidak melakukan latihan Spritual yang tepat.
Kemudian Suhrawardi menjadikan ungkapan Plato yang sangat indah untuk menjadi argumentasinya. Ia mengatakan “ Seorang Teolog ulung, Plato, mengisahkan pengalaman dirinya. Ia menyatakan sebuah ungkapan yang artinya : Aku seringkali melakukan khalwat dan kontemplasi diri. Kutanggalkan tubuh jasmaniku di sampingku. Aku menjadi seolah-olah tanpa badan dan telanjang dari baju tabiat kemanusiaan dan lepas dari badan ragawi. Aku masuk kedalam jiwaku dan kutinggalkan segala sesuatu. Kulihat kedalam diriku suatu yang sangat indah, berkilau, bersinar, bercahaya terang benderang, dan mengagetkan, sampai aku terkagum-kagum. Aku pun mengetahui bahwa diriku adalah bagian dari alam yang luhur dan mulia.
Filsafat Isyraqiyah melukiskan, dalam sebuah bahasa simbolik secara imanen, suatu dunia yang sangat luas berdasarkan pada simbolisme cahaya dan “ Timur”, yang memutuskan batas-batas kosmologi Aristotelian dan juga batas-batas rasio yang di definisikan oleh Aristotelian. Suhrawardi mampu menciptakan suatu metafisika Cahaya secara esensialistik dengan kosmologi, yang jarang tertandingi kemuliaan dan keindahannya, yang menghadapkan pencari yang benar melalui ruangan kosmik dan membimbingnya kepada kenyataan cahaya sejati, yang tidak lain adalah kebenaran Timur. Dalam perjalanan ini, sekaligus bersifat filsafat dan spiritual, manusia di pimpin oleh suatu pengetahuan yang merupakan cahayanya sendiri, menurut sabda Nabi saw., yang menyatakan; al-ilm nur ( Knowledge is light ). Itulah mengapa filsafat ini, menurut wasiat dan keinginan Suhrawardi yang terakhir pada karyanya, Hikmat al-Isyraq, tidak bisa diajarkan kepada setiap orang, untuk hal tersebut jiwa manusia harus di latih dengan latihan-latihan yang bersifat filosofis secara tepat dan jiwanya harus di sucikan melalui usaha batin, untuk menundukkan ular naga batin yang berupa nafsu ruhani. Bagi orang-orang tertentu.
Ajaran Isyraqiyah adalah ajaran bathin yang mengantarkan manusia untuk kembali kepada kediaman cahayanya, kediamana azalinya. Dimana di sanalah ia memulai kemusafiran kosmiknya. Atau dalam bahasa Plato kembali kedunia Idea.
Sebuah puisi dari pribadi untuk gambaran Filsafat Isyraqiyah kiranya dapat memperindah cahaya ketimuran Suhrawardi.
Puisi : Kembali ke Orient
Aku terhempas secara Vertikal
dan aku terasing pada kosmik Horisontal.
Terperangkap pada kegelapan gua barat.
Membelakangi matahari di Orient.
Aku Musafir yang melupakan kediaman azali.
Yang di hancurkan ular naga dalam diri.
Dan olahan Absolut membeku pada titik diri Substansial.
Puzzle-puzle platonic menjadi enigma kosmik mirokosmos.
Agaknya aku butuh ekstase, maqam yang menuju teosofi Timur.
Mengawinkan intelektual dan bathin.
Bermandikan pancaran cahaya, cahaya di atas cahaya.
Berhubungan di taman-taman malaikat. Bernostalia pada rumah Cahaya.
Tapi siapkah aku terasing?
Siapkah aku menjadi manusia teka teki?
Lalu di kejami dan di hancurkan?
Tapi semakin terasing, semakin sulit, di kejami dan di hancurkan.
Di sanalah aku dapat kembali ke Orient.

Daftar pustaka

Drajat ,Amroeni, Suhrawardi kritik Falsafah Peripatetik. I, Yogyakarta: Lkis, 2005.
Hilal , Ibrahim, At-Tashawwuf al-Islami bain ad-Din wa al-Falsafah, terjemahan oleh Ija Suntana dan E Kusdian, Tasawuf antara Agama dan FIlsafat sebuah kritik metodologis.  I, Bandung:  Pustaka Hidayah, 2002.
Hossein Nasr , Seyyed, Three Muslim Sages, Terjemahan oleh Ach.Maimun Syamsuddin, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam. Jogjakarta, Ircisod, 2006.
Hossein Nasr,  Seyyed, Theologi, Philospohy and Sprituality, terjemahan oleh Suharsono dan Djamaluddin MZ, Intelektual Islam Teologi, Filsafat dan Gnosis. III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Masataka Tekeshita, Ibn Araby’s Theory of Perfect Man and Its Place in Islamic History, terejemahan oleh Moh. Hefni Mr, Manusia Sempurna menurut konsepsi Ibnu Arabi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Sabri, Muhammad Mistisisme dan Hal-Hal Tak Tercakapkan Perspekstif Filsafat Analitik . I, Makassar: Alauddin Universty Press, 2011.
Suseno, Frans Magnis Menalar Tuhan . Yogyakarta: Kanisius, 2006.





[1] Seyyed Hossein Nasr, Theologi, Philospohy and Sprituality, terjemahan oleh Suharsono dan Djamaluddin MZ, Intelektual Islam Teologi, Filsafat dan Gnosis, (III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 33.
[2] Amroeni Drajat, Suhrawardi kritik Falsafah Peripatetik, (I, Yogyakarta: Lkis, 2005), h. 29
[3] Seyyed Hossein Nasr, Three Muslim Sages, Terjemahan oleh Ach.Maimun Syamsuddin, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, ( Jogjakarta, Ircisod, 2006), h. 104.
[4] Amroeni Drajat, Suhrawardi kritik Falsafah Peripatetik, (I, Yogyakarta: Lkis, 2005), h. 40.
[5] Amroeni Drajat, Suhrawardi kritik Falsafah Peripatetik, (I, Yogyakarta: Lkis, 2005), h. 42.
[6] Muhammad Sabri, Mistisisme dan Hal-Hal Tak Tercakapkan Perspekstif Filsafat Analitik ( I, Makassar: Alauddin Universty Press, 2011), h. 72.
[7] Seyyed Hossein Nasr, Theologi, Philospohy and Sprituality, terjemahan oleh Suharsono dan Djamaluddin MZ, Intelektual Islam Teologi, Filsafat dan Gnosis, (III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 73.
[8] Seyyed Hossein Nasr, Three Muslim Sages, Terjemahan oleh Ach.Maimun Syamsuddin, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, ( Jogjakarta, Ircisod, 2006), h.114.  sedangkan Dalam pandangan Suhrawardi, Hermes tak lain adalah Nabi Idris yang menjai cikal bakal filsafat setelah menerima wahyu dari Allah swt. Menurutnya, ia di ilhami dari serangkaian ahli bijak dari Yunani, persia kuno, dan akhirnya pada Islam yang menyatukan kearifan peradaban sebelumnya kedalam rahim peradabannya. Lihat Muhammad Sabri, Mistisisme dan Hal-Hal Tak Tercakapkan Perspekstif Filsafat Analitik ( I, Makassar: Alauddin Universty Press, 2011), h. 72
[9] Ajaran ini juga di sebut sebagai Teosofi dalam bahasa Jakob Boehme. Lihat Seyyed Hossein Nasr, Theologi, Philospohy and Sprituality, terjemahan oleh Suharsono dan Djamaluddin MZ, Intelektual Islam Teologi, Filsafat dan Gnosis, (III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 69.
[10] Seyyed Hossein Nasr, Theologi, Philospohy and Sprituality, terjemahan oleh Suharsono dan Djamaluddin MZ, Intelektual Islam Teologi, Filsafat dan Gnosis, (III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.71.
[11] Agaknya yang di maksud” Olahan Abadi” adalah bahwa dalam diri subtansial manusia ada imanensi yang meresapkan Tuhan, dan lewat “Olahan Abadi” itu. Tuhan yang Transendensi dapat terasakan cahayanya. Yang sangat dekat dengan diri. sebagaimana Agustinus pernah merumuskan ini juga dengan sangat indah, Allah adalah “intimior intimo meo, superior summo meo” (Allah lebih dekat dengan diriku dari pada aku sendiri, Allah lebih agung dari pada segala keagunganku. Makin besar persatuan, maki besar perbedaan, maka makin imanen yang Ilahi dalam dunia, makin Transenden juga yang Ilahi terhadap Dunia. Lihat Frans Magnis Suseno, Menalar Tuhan ( Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 201 dan 202. Atau dalam bahasa Plato” Olahan Abadi itu adalah suatu Materi pertama tak berbentuk yang sudah di beri bentuk oleh idea-idea, menjadi realitas yang kita kenal. Lihat Frans Magnis Suseno, Menalar Tuhan ( Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 204.
[12] Ibnu Arabi Sendiri mendefenisikan Epistimologinya sebagai berikut: Sekarang kami terlebih dahulu mengatakan bahwa ilmu pengetahuan berarti sebuah relaitas dalam jiwa ( nafs), yaitu sebuah realitas yang menghubungkan dirnya, baik pada sebuah non eksisten mapun pada sebuah eksisten. Berkenaan dengan realitasnya di atas, di mana ia ada( dalam hal sebuah non eksisten), ia masuk kedalam eksisten. Maka realitas ini adalah ilmu pengetahuan. Lihat Masataka Tekeshita, Ibn Araby’s Theory of Perfect Man and Its Place in Islamic History, terejemahan oleh Moh. Hefni Mr, Manusia Sempurna menurut konsepsi Ibnu Arabi ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 76.
[13] Ibrahim Hilal, At-Tashawwuf al-Islami bain ad-Din wa al-Falsafah, terjemahan oleh Ija Suntana dan E Kusdian, Tasawuf antara Agama dan FIlsafat sebuah kritik metodologis, ( I, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), h. 115.
[14] Seyyed Hossein Nasr, Theologi, Philospohy and Sprituality, terjemahan oleh Suharsono dan Djamaluddin MZ, Intelektual Islam Teologi, Filsafat dan Gnosis, (III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.73.

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon