Ini sebuah cerita. Cerita yang terjadi pada masa lampau, mungkin bisa jadi beratus tahun sebelum masehi. Saking lamanya, banyak manusia yang sudah lupa tentang cerita ini. Ok, langsung saja.
Pada zaman dahulu kala ada keadaan yang aneh, nyentrik dan asing sekali kalau dibandingkan dengan zaman modern ini, yakni pada saat itu banyak manusia yang menderita kehausan. Jadi begitu kisahnya. Banyak yang merasakan haus, tapi tiada tahu bagaimana melepaskan dahaga tersebut.
Banyak orang-orang cerdas, para ahli serta tokoh masyarakat yang mencurahkan segala daya pikiran, bertapa, menggali dan melakukan segala hal untuk mendapatkan jawaban untuk tragedi haus ini.
Masyarakat di zaman itu bingung. Mereka tahu bahwa haus yang diderita pasti ada obatnya, yakni minum air. Cuma yang jadi masalah, air itu apa?? Sudah banyak macam orang yang mengatakan inilah air, itulah air, di sana, di sini, di situ ada air. Tapi sebagian besar manusia hanya menemukan kenihilan.
Dalam pencarian 'apa itu air?', banyak yang memiliki persepsi. Ada yang bilang air itu adalah daun-daun, air adalah rembulan, air adalah patung, air adalah atap rumah, air adalah harta. Banyak, banyak sekali definisinya.
Dengan adanya petunjuk-petunjuk dari para ahli dan tokoh-tokoh itu, beberapa di antara masyarakat menghabiskan sepanjang hidupnya untuk mencari tahu 'apa itu air?'. Selain itu juga ada sekumpulan masyarakat yang mengikuti saran-saran yang menyebar tentang sesuatu untuk melepas dahaga, dan selebihnya lupa, muak dan malas untuk melenyapkan haus. Tipe yang ketiga ini lebih memilih untuk membiarkan tubuhnya haus sepanjang waktu.
Pada waktu itu, ada orang bijak yang berkata pada seorang pemuda, "Engkau haus? Carilah air, karena memang itu yang bisa melepas dahagamu."
"Air? Aku sering mendengar kata itu, tapi apakah 'air' itu, pak?" kata si pemuda.
"Carilah. Lihat di sana, banyak masyarakat yang juga mengalami kehausan. Di suruh minum ini minum itu oleh tokoh dan para ahli, mereka nurut saja. Tapi apa? Tiada hasil apa-apa, dan haus tetap saja mengerontang," kata si bijak.
"Bisakah ku lepaskan dahaga ini dengan sesuatu yang bukan air? Kemana aku harus mencari, sedangkan aku tidak pernah bertemu air dan tidak mengetahui bagaimana bentuk air itu?" tanya pemuda.
"Tidak. Airlah satu-satunya. Di mana-mana ada air, dan engkau tak perlu risau, tujuanmu adalah bagaimana mengetahui tentang air. Setelah kau temukan dan ketahui bahwa itulah air, minumlah," kata si bijak.
"Lalu, kenapa masih banyak saya lihat manusia yang menderita kehausan? Apakah mereka tidak mencari air?" tanya pemuda lagi.
"Hahaha.. Bukan anak muda. Mereka itu telah salah menilai. Si A bilang daun adalah air, mereka pun meminum daun, dan begitu seterusnya. Pokoknya mereka terus berusaha dengan berbagai ritme, ritual, upacara dan segala macam untuk bisa melepaskan dahaga, tanpa mau mengenal apa yang mereka harus minum untuk melepas dahaga," jelas si bijak.
"Kata seorang guru yang telah lama ku kenal, air ada di puncak gunung itu," kata si pemuda.
"Kalau kau yakin, carilah. Jangan hanya untuk melepaskan dahaga. Carilah air dan ketahui bagaimana bentuknya, maka engkau akan tahu makna dari haus yang menyiksa tubuhmu."
Pada zaman dahulu kala ada keadaan yang aneh, nyentrik dan asing sekali kalau dibandingkan dengan zaman modern ini, yakni pada saat itu banyak manusia yang menderita kehausan. Jadi begitu kisahnya. Banyak yang merasakan haus, tapi tiada tahu bagaimana melepaskan dahaga tersebut.
Banyak orang-orang cerdas, para ahli serta tokoh masyarakat yang mencurahkan segala daya pikiran, bertapa, menggali dan melakukan segala hal untuk mendapatkan jawaban untuk tragedi haus ini.
Masyarakat di zaman itu bingung. Mereka tahu bahwa haus yang diderita pasti ada obatnya, yakni minum air. Cuma yang jadi masalah, air itu apa?? Sudah banyak macam orang yang mengatakan inilah air, itulah air, di sana, di sini, di situ ada air. Tapi sebagian besar manusia hanya menemukan kenihilan.
Dalam pencarian 'apa itu air?', banyak yang memiliki persepsi. Ada yang bilang air itu adalah daun-daun, air adalah rembulan, air adalah patung, air adalah atap rumah, air adalah harta. Banyak, banyak sekali definisinya.
Dengan adanya petunjuk-petunjuk dari para ahli dan tokoh-tokoh itu, beberapa di antara masyarakat menghabiskan sepanjang hidupnya untuk mencari tahu 'apa itu air?'. Selain itu juga ada sekumpulan masyarakat yang mengikuti saran-saran yang menyebar tentang sesuatu untuk melepas dahaga, dan selebihnya lupa, muak dan malas untuk melenyapkan haus. Tipe yang ketiga ini lebih memilih untuk membiarkan tubuhnya haus sepanjang waktu.
Pada waktu itu, ada orang bijak yang berkata pada seorang pemuda, "Engkau haus? Carilah air, karena memang itu yang bisa melepas dahagamu."
"Air? Aku sering mendengar kata itu, tapi apakah 'air' itu, pak?" kata si pemuda.
"Carilah. Lihat di sana, banyak masyarakat yang juga mengalami kehausan. Di suruh minum ini minum itu oleh tokoh dan para ahli, mereka nurut saja. Tapi apa? Tiada hasil apa-apa, dan haus tetap saja mengerontang," kata si bijak.
"Bisakah ku lepaskan dahaga ini dengan sesuatu yang bukan air? Kemana aku harus mencari, sedangkan aku tidak pernah bertemu air dan tidak mengetahui bagaimana bentuk air itu?" tanya pemuda.
"Tidak. Airlah satu-satunya. Di mana-mana ada air, dan engkau tak perlu risau, tujuanmu adalah bagaimana mengetahui tentang air. Setelah kau temukan dan ketahui bahwa itulah air, minumlah," kata si bijak.
"Lalu, kenapa masih banyak saya lihat manusia yang menderita kehausan? Apakah mereka tidak mencari air?" tanya pemuda lagi.
"Hahaha.. Bukan anak muda. Mereka itu telah salah menilai. Si A bilang daun adalah air, mereka pun meminum daun, dan begitu seterusnya. Pokoknya mereka terus berusaha dengan berbagai ritme, ritual, upacara dan segala macam untuk bisa melepaskan dahaga, tanpa mau mengenal apa yang mereka harus minum untuk melepas dahaga," jelas si bijak.
"Kata seorang guru yang telah lama ku kenal, air ada di puncak gunung itu," kata si pemuda.
"Kalau kau yakin, carilah. Jangan hanya untuk melepaskan dahaga. Carilah air dan ketahui bagaimana bentuknya, maka engkau akan tahu makna dari haus yang menyiksa tubuhmu."