Paradigma pemahaman tentang tasawuf yang masih klasik dan berkutat pada wilayah pensucian jiwa tapi lupa mentransformasikan pensucian sosial menjadi problem tersendiri, sebab kesucian personal tiadalah artinya tanpa kepekaan sosial dan bukankah agama mengajak untuk berjamaah tetapi kenapa prostitusi tumbuh beriringan dengan munculnya penggiat-penggiat spiritual ?. Perlunya renaisans atau pencerahan dalam bertasawuf sebab penanda spiritual bukan keelokan imajiner tetapi kemampuan menghadirkan paradigma kesadaran sosial, mengapa orang beragama yang lekat dengan doktrin kesucian tetapi WC mesjidnya begitu kumal ?, hal ini menjadi penanda bahwa dia hanya secara simbol bertasawuf bukan kehadiran ruh tasawuf yang subtantif.
Pemahaman bertasawuf yang termasuk kuno apabila hari ini masih direduksi bahwa berkhalwat atau menyendiri memikirkan tuhan, tetapi melupakan ciptaan tuhan. Apakah untuk dekat dengan tuhan melalui menyendiri adalah solusi yang tepat untuk dipraktekan hari ini ?, mengingat kehidupan modern yang mengharuskan manusia untuk lebih banyak berinteraksi dan berkutat pada urusan-urusan keduniawian. Menjadi masalah apabila manusia bertasawuf tetapi tidak mampu memahami konteks kehidupan hari ini, tasawuf masa silam ala klasik tak perlu dibawa cara atau praktek bertasawufnya tetapi yang perlu dihadirkan kezuhudan, kefanaan yang berkorelasi dengan kepedulian sosial. Sekarang eranya manusia untuk lebih mampu mengembangkan kreatifitas dan penguasaan IPTEK, kalau ada pengamal tasawuf yang gaptek berarti dia belum cukup dekat dengan tuhan dan menjadi kritik bahwa menguasai metafisik bukan berarti menafikan fisik.
Mari berkaca pada nabi Yunus yang meninggalkan kaumnya makanya tuhan menegurnya, kalau ada penggiat tasawuf gaptek itu teguran dari tuhan bahwa dirinya terlalu lama bersama tuhan lalu lupa dengan alam kemanusiaan. Perlu dipahami bahwa bertajalli ataupun peleburan dengan tuhan hanyalah menjadi cerita imajinatif apabila buta dengan petanda dunia sebab terlalu lama bergelut dengan petanda metafisik. Bertasawuf bukanlah suatu proses pendekatan diri kepada tuhan yang begitu intim lalu lupa dengan alam materi, sebab menjadi tanda tanya apabila seseorang hidup di dunia lalu tak membutuhkan dunia bukankah hal ini menjadi keliru sebab kaki masih berpijak di bumi tetapi pikiran melenggang di alam tajalli ketuhanan maupun peleburan, hal ini menjadi petanda bahwa itu hanyalah cerita fiktif sebab mana mungkin manusia tak membutuhkan materi yang pada hakikatnya butuh materi untuk menyembah tuhan, sehingga masalah apabila mendekati tuhan lalu melupakan materi. Artinya bahwa kehidupan spiritual atau beribadah kepada tuhan terjadi disebabkan manusia berada di alam materi.
Progresifitas dalam bertasawuf begitu penting untuk diwujudkan di kehidupan modern ini, memikirkan tuhan atau untuk dekat dengan tuhan tidak lagi membutuhkan tempat sunyi sebab dari keramaian manusia jauh lebih baik untuk melihat kondisi yang ada. Bukan malah menutup mata dengan berbagai kejadian sosial. Mensucikan diri bukanlah menciptakan sekat-sekat sosial tetapi merekatkan kehidupan sosial, paradigma bertasawuf dirasa amat perlu dilakukan perubahan jangan lagi style-style masa silam mencekoki kehidupan modern tetapi bawalah substansi dari masa silam dalam pengejawantahan kemasa kekinian. Tak perlu lagi ada tragedi berdarah hanya karena pandangan tasawuf atau kehidupan spiritual yang berbeda dengan golongan lain, sebab penghayatan akan kehidupan begitu penting dan tasawuf menjadi solusi yang bersifat positif tetapi tasawuf yang berorientasi dengan progresifitas bukan tasawuf yang statis tetapi yang dinamis.
Menghayati kehidupan ini begitu penting dengan memikirkan tuhan, alam dan manusia maupun seluruh mahluk tetapi penghayatan yang bersifat produktif bukan malah menjadi pengungkung apalagi penghalang kemajuan. Dengan bertasawuf manusia pada dasarnya diajarkan untuk memahami tata kelola dirinya, sehingga mampu menempatkan diri dalam mengambil peran-peran sosial dimasyarakat. Tak perlu ragu untuk bertasawuf tetapi pahamilah spiritnya dan amalkan sebagai bagian dari kehidupan sosial bukan serta merta memperuntutkan untuk dirinya.
Jangan lagi persoalan-persoalan takdir yang menjadi mainstream tetapi bagaimana menyikapi hidup yang tak menggantungkan diri pada takdir, sebab yang sering menjadi masalah manusia-manusia cenderung fatalis sehingga menganggap dirinya tak mampu, sudah ditakdirkan, perlunya ada arus baru dalam bertasawuf bahwa sekarang takdir ada di tangan manusia, oleh karena itu tentukan sendiri takdirmu sekarang manusia telah modern makanya tuhan memberikan kebebasan pada manusia. Tasawuf progresif harus menempatkan tuhan dan manusia sebagai patner bukan bawahan ala tasawuf klasik dengan berjibaku dengan ibadah, desentralisasi kehidupan bertasawuf perlu diadakan yang tak lagi menempatkan tuhan pada titik sentral tetapi peran-peran patner atau spesifikasi yang mengartikan bahwa tuhan mengurus tugasnya dan manusia dengan tugasnya, makanya ibadah secara progresif harus dimaknai saling berkoordinasi untuk saling mengingatkan tugasnya.
Tuhan dan manusia adalah patner yang saling desentralisasi yang berarti tuhan menempatkan hukumnya pada wilayah spesialisasinya, yang secara progresif perlu dipahami bahwa manusia bisa membuat hukum untuk mengurus dirinya tanpa intervensi atau doktrin-doktrin ketuhanan, pada wilayah penciptaan tuhan yang punya kuasa dengan tugasnya tetapi pada wilayah pengelolaan manusialah yang punya kuasa mengatur ataupun membuat hukumnya. Jadi, pemahan tasawuf progresif sepertinya ini sangat diperlukan untuk memberikan kepercayaan diri pada manusia bahwa dirinya punya peran dan kuasa, bukankah sejak awal manusia dihadirkan untuk menjadi pengelola bumi dan punya kuasa terhadapnya berdasarkan rekomendasi ketuhanan yang telah melimpahkan atau desentralisasi kepada manusia tetapi masalah apabila manusia lupa dengan tuhan.
Menerjemahkan kehidupan bertasawuf kepada manusia adalah kemandirian bukan ketergantungan, artinya bahwa peran-peran manusia dalam menghadirkan nilai-nilai keilahian dalam kehidupan itu menjadi otoritas atau ruang lingkup kuasa manusia dan menjadi tuntutan bagi manusia untuk bergerak lebih maju bukan malah menjadi penghalang kemajuan. Tuhan sendiri suka kemajuan makanya menghadirkan Adam di bumi dan hal ini menandakan bahwa ada tutntutan progresif yang disematkan tuhan kepada manusia sebagai pemberi gambaran kepada malaikat bahwa ada mahluk yang gesit dan kreatif yang bukan hanya bisa beribadah dan menghabiskan waktu berzikir tetapi ada peran pikir yang menyertai kesolehan dan ketundukan kepada sang pencipta.
Pensucian jiwa dengan bertasawuf haruslah bermakna menyingkirkan segala sesuatu yang bisa menghalangi manusia untuk berpikir dan menemukan inti dari pada nilai-nilai spiritualitas, inilah menjadi perbedaan manusia dengan yang lainnya kalau malaikat mendapatkan langsung dari tuhan tanpa ada upaya untuk mengetahui sedangkan manusia perlu daya dan upaya untuk menemukan nilai-nilai spiritualitas. Hal ini menandakan bahwa bertasawuf mengandung makna pikir dan kritis yang progresif itulah interpretasi zikir manusia untuk menemukan asma-asma tuhan pada tatanan transemesta.<br />
Penulis : Arung Dewantae