Minggu, 18 Oktober 2015

Sejarah peradaban Islam pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Baghdad sebagai pusatnya Profesor.

Rumusan Masalah
# Bagaimanakah sejarah peradaban islam pada masa dinasti.
a.       Dinasti Umayyah
b.      Dinasti Abbasiyah


Latar belakang

Penulisan makalah ini  di latar belakangi oleh kawajiban mahasiswa untuk mengerjakan makalah “Islam dan kekaisaran” pada mata kuliah Sejarah sains dan peradaban islam. Selain itu penulisan makalah ini ditulis karena termotivasi dari sebuah pertanyaan sejarah, kapan islam mencapai puncak kejayaannya?. Sebuah pertanyaan yang mesti harus segera di jawab dengan bijaksana.
Muslim non sejarawan barangkali akan mengatakan bahwa puncak peradaban Islam berada pada masa nabi Muhammad dengan berdasar (QS. Al-Maidah (5): 3), Hari ini Aku sempurnakan Islam, namun pesan yang terkandung dari ayat itu tidak menunjuk kepada sebuah puncak peradaban, tetapi hanya pada kesempurnaan fungsional agama islam itu.
Para Sejarawan Islam, baik muslim ataupun non muslim. Cenderung membatasi lima abad pertama sejak munculnya Islam sebagai puncaknya peradaban Islam. Dan bukti yang mereka dapatkan memang cukup kuat. Karena setelah lima abad itu. Islam mengalami kemunduran peradaban, dengan bukti adanya sebuah dikotomi keilmuan. Dimana otoritas kerajaan dan madrasah, seolah-olah “meng anak tirikan” ilmu di luar keagamaan. Ulama berkuasa diatas kefilsafatan. Hingga kemunduran peradaban ini kelihatannya meniru  Zaman Kegelapannya Eropa di mana otoritas gereja membelenggu aktivitas berpikir diluar kata Teo. Hingga penyakit dikotomi itu terbawa hingga abad ke 21.
Bagi manusia yang hidup di abad 21. Harus melihat sejarah dengan bijak. Puncak peradaban Islam semestinya di maknai bukan sebagai akhir dari puncaknya. Karena jika puncak peradaban itu di maknai dengan kaca mata Fatalisme, maka etos kerja muslim akan mengalami ke vakum an yang akhirnya membuat islam terpatung. Saat Islam terpatung, hegemoni barat akan terus ada dan merongrong dunia Islam. Maka sebagai manusia yang bijak, puncak peradaban islam seharusnya menjadi semangat untuk renaisance yang abadi. Lalu arif juga terhadap penerimaan budaya barat. Karena islam mengajarkan, kebijaksanaan bisa datang dari mana saja.
Maka makalah ini akan menghadirkan kembali, cuplikan-cuplikan dinasti-dinasti yang membawa puncak peradaban Islam dan berusaha menjawab pertanyaan , Kapankah islam mencapai puncak peradabannya sekaligus membahas rumusan masalah makalah ini.




Pembahasan
Dinasti Umayyah
 Penamaan Dinasti ini dengan nama Umayyah, di nisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang Tokoh penting ditengah Quraisy pada masa Jahiliah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan wilayah kekuasaan.[1]
Pendiri Dinasti Umayyah adalah seorang ahli politik dan ahli admnistrasi bernama Muawiyah bin Abu Sufyan. Beliau dalam sejarahnya di pandang sebagai tokoh pendiri dinasti yang negatif. Fakta sejarah telah mencatat bahwa orang ini mendapatkan kekuasaannya lewat perang Siffin melawan kubuh Khalifah keempat,  yang diakhirinya dengan cara yang licik.[2] Ia pun juga di anggap sebagai pengahancur demokrasi yang dahulunya mengaku ingin melanjutkan misi besar yang sama seperti pendahulunya. Akan tetapi, menjelang akhir hidupnya, dia mengadakan sebauh dewan para pemimpin suku Arab untuk mendiskusikan siapa yang akan menggantikan dirinya. Lalu salah seorang kaki tangan Muawiyah melompat berdiri dan melotot ke sekeliling. “ Saat ini,” dia merengut, “ Inilah Komandan orang-orang yang beriman.” Dia menunjuk kepada Muawiyah. “Setelah dia meninggal, pilih yang satu ini.” Dia menunjuk ke putra sulung Muawiyah bernama Yazid. “ Dan jika ada yang keberatan, hadapi yang ini.” Orang itu lalu menunjuk pedangnya.[3] Lalu orang-orang sepakat memilih Yazid sebagai pengganti Muawiyah dengan dalih mereka memilih dengan demokrasi yang tepat. Namun mereka akhirnya sadar bahwa itulah terakhir kalinya mereka mengeluarkan hak untuk memilih pemimpin.
Tapi di samping kenegatifan yang di lemparkan kepadanya. Muawiyah tetaplah bukan manusia biasa. Ia adalah seorang “Amir Al Bahr” ( prince of the sea) yang diterimanya dari Umar. Ia pun juga di sebut sebagai seorang negarawan sejati yang memimpin Dinastinya dengan bijaksana.
Sepanjang 90 tahun berdirinya Dinasti Umayyah. Tercatat 14 orang Khalifah memimpin Dinasti ini. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di berbagai bidang. Dan ada pula khalifah yang cengeng, tidak patut dan lemah.
Para Sejarawan umumnya sependapat bahwa para Khalifah terbesar dari daulah Bani Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik, dan Umar bin Abdul Aziz.
Muawiyah tekah dibahas sebagai pendiri Dinasti Abbasiyah dengan bangunan fisik dan metafisik yang kokoh. Lalu apa yang dibangunnya itu seolah hancur ketika putranya yang Sadisme memperparah perpecahan umat dengan memartirkan seorang cucu nabi bernama Hussein, yang terkenal dengan Tragedi Karbala. Hingga Akhirnya Yazid turun Takhta setelah mendapat protes dari rakyat Madinah.
Khalifah Abdul malik adalah orang kedua terbesar dalam deretan para Khalifah bani Umayyah yang di sebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah.[4] Ia lah yang berhasil mensatukan umat kembali di bawah bendera Umayyah dari serangan musuh-musuhnya seperti Syiah dan Khawarij. Keberhasilannya yang gemilang adalah keberhasilannya dalam mentata kota dengan rapi, mendirikan masjid dengan saluran air yang baik, dan mewajibkan bahasa Arab sebagai bahasa Adimistrasi di berbagai wilayah dinasti Umayyah.
Lalu Dinasti Umayyah kembali goyah. Ketika ke khalifaan jatuh ketangan Sulaiman bin Abul Malik yang terlalu cinta dengan harta. Ia di benci dengan rakyatnya karena tabiatnya yang rakus itu. Para pejabatnya terpecah belah, begitupun juga dengan masyarakatnya. tetapi di ujung hidupnya ia memilih dengan tepat seorang penggantinya bernama Umar bin Abdul Aziz.
Umar bin Abdul Aziz adalah seorang penguasa yang menonjol karena sangat berbeda dengan para pendahulunya, ia juga di anggap sebagai cahaya yang terang di tengah-tengah kegelapan rakyatnya[5] yang sudah membunuh Tuhan. Oleh banyak kaum muslimin dia di eluh-eluhkan sebagai Khulafaur Rasyidin yang kelima. Bahkan Kaum Khawarij dengan garis kerasnya mengakui ia sebagai Khalifah yang sah, karena kejujuran, kesalehan,kesederhanaan, dan ketegasannya telah membawa perdamaian dan keadilan.
Sepeninggal dirinya, Dinasti Umayyah menurun dan sampai kedalaman yang gelap. Bisa di bilang, puncak peradaban dinasti Umayyah ada di tangan Umar bin Abdul Aziz.
Kemajuan peradaban pada masa Dinasti Umayyah.
Menurut Jurji Zaedan beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut.[6]
1.       Pengembangan Bahasa Arab.
Pada Masa Dinasti Umayyah. Bahasa Arab di jadikan sebagai bahasa pemersatu dan sebagai bahasa resmi dalam tata usaha dan pembukuan serta surat menyurat.
2.       Marbad, Kota pusat kegiatan ilmu.
Marbad adalah kota kecil yang di jadikan sentral oleh Dinasti Umayyah dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Di kota inilah berkumpul, para pujangga, Filsuf, ulama, penyair dan cendkiawan lainnya.
3.       Ilmu Qiraat.
Seni dalam membaca Al-Qur;an ini menjadi ilmu syariah yang di kembangkan dengan baik dan sangat penting, pada masa ini lahirlah ahli Qiraat bernama Abdullah bin Qusair dan Ashim bin Nujud.
4.       Ilmu Tafsir
Minat untuk menfsirkan al-Qur’an di zaman Umayyah bertamabh banyak, hingga banyak ulama yang membukukan ilmu Tafsir.
5.       Ilmu Fiqih
Diantara Ahli Fiqih yang terkenal di zaman Dinasti Umayyah adalah, Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman dan Qasim Ubaidilah.

Demikianlah pembahasan mengenai dinasti Umayyah, penyebab keruntuhan Dinasti Umayyah tak terlepas dari faktor internal dan eksternal. Selepas pemerintahan Umar bin Abdul Aziz , Dinasti Umayyah merosot hingga akhirnya benar-benar hancur di tangan Dinasti Abbasiyah yang memburu penerus-penerus Umayyah.

Dinasti Abbasiyah.

Para Sejarawan di zaman Modern menunjuk dinasti ini sebagai puncak peradaban dan kebudayaan Islam. Dan puncak pemerintahan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Harun Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, dan keamanan terjamin meski sesekali ada pemberontakan.
Pada masanyalah hidup pula para Filsuf besar, Pujangga, ahli baca Al-Qur’an dan para ulama. Dan di dirikan perpustakaan megah dan besar bernama Baitul Hikmah, di dalamnya orang dapat membaca, menulis dan berdiskusi dengan nyaman.
Pada masanya pula, berkembang Ilmu pengetahuan agama, seperti ulmu Al-Qur’an, Qira’at, hadis, Fiqh, ilmu kalam, bahasa dan Sastra. Utamanya ilmu Fiqih, dinasti ini menghadirkan empat mazhab besar yaitu, Maliki, Hanafi, Hambali dan Syafi’i. Disamping itu berkembang pula ilmu Filsafat, Logika, Metafisika, matematika, Ilmu alam, Geografi, al-jabar, Aritmatika, Mekanika, Astronomi, Musik, kedokteran dan Kimia.[7]

Baghdad sebagai pusatnya Profesor.

Kiranya sulit untuk tidak menyebut kota ini saat membahas masa keemasan Dinasti Abbasiyah secara Khusus dan masa keemasan Islam secara luas. Kota ini adalah kota yang berada di pinggir kota Tigris, yang menjadi ibu kota Negara oleh Khalifah Al-Manshur yang mencapai puncaknya pada Khalifah Harus Al- Rasyid.
Beberapa Profesor yang bergerak dalam kemajuan dalam berbagai bidang dapat disebutkan sebagai berikut.

a.      Bidang Agama
Di bidang agama ini banyak sekali Profesor yang muncul dalam berbagai bidang ilmu seperti, ulumul Qur’an, ilmu Tafsir, Hadis, Ilmu Kalam, Bahasa, dan Fiqih.

1.       Fiqh
Ada empat Profesor besar yang lahir di bidang ini seperti:
1)      Imam Abu Hanifah
2)      Imam Malik
3)      Imam Syafi’i
4)      Imam Ahmad ibnu Hanbal
2.       Ilmu Tafsir
Diantara Profesor tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah adalah:
1)      Ibnu Jharir ath-Thabari
2)      Ibnu Athiyah al-Andalusi
3)      Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani
3.       Ilmu Hadis
Ada enam Profesor Hadis pada masa Dinasti Abbasiyah yaitu:
1)      Imam Bukhari dengan karyanya Shahih Bukhari.
2)      Imam Muslim dengan karyanya Shahih Muslim
3)      Ibnu Majah dengan karyanya Sunan Ibnu Majah
4)      Abu Dawud dengan karyanya Sunan Abu Dawud
5)      Imam An-Nasai, degan karyanya Sunan An-Nasai
6)      Imam Baihaqi.
4.       Ilmu Kalam
Para Profesor ini berhasil merumuskan sebuah ilmu yang berbicara masalah ketuhanan (Tauhid) serta persoalah hari pembalasan. Di antara Profesor yang menonjol adalah:
1)      Abu Hasan Al-Asyari dan Al-Maturidi (Asyariyah)
2)      Washil bin Atha ( Mu’tazilah)

b.      Bidang Umum.

Dalam bidang ini berkembang beberapa kajian keilmuan di luar ke agamaan. Seperti Filsafat, Logika, Metafisika, Matematika, Astronomi, Musik, Kedokteran, Kimia, Sejarah, dan Sastra.
1.       Filsafat
Dengan di terjemahkannya Bahasa Yunani kedalam bahasa Arab, muncul kemudian para Guru Besar Filsafat antara lain
1)      Abu Ishaq Al Kindi, 231 adalah jumlah judul bukunya.
2)      Abu Nasr Al Farabi, guru kedua setelah Aristoteles dengan 12 buah buku yang berpengaruh.
3)      Ibnu Sina, seorang Dokter dan juga Filsuf yang terkenal di barat dengan sebutan Avicenna. Qanun fi Al- Thib dan Asy- Syifa adalah dua bukunya yang paling terkenal
4)      Ibnu Bajah
5)      Ibnu Tufail penulis Novel Hayy bin Yaqdzan.
6)      Al Ghazali yang bergelar Hujjatul Islam. Karyanya yang terkenal di bidang filsafat adalah Tahafut al Falasifah dan Maqasid al-Falasifah.
7)      Ibnu Rusyd seorang filsuf, dokter dan juga ulama yang terkenal di barat dengan sebutan Avirros.
2.       Ilmu Kedokteran
Dinasti Abbasiyah berhasil memajukan ilmu Kedokteran dengan membangun Rumah sakit dan sekolah kedokteran yang mumfuni.
Para Profesor di bidang ilmu kedokteran di antaranya adalah
1)      Abu Zakaria Yahya bin Mesuwaih yang menjadi ahli farmasi di rumah sakit Judhispur iran
2)      Ibnu Sina, dengan bukunya Qanun fi al Thib yang berisi teori kedokteran dan pengaruh obat-obatan menjadikan buku ini di terjemahkan ke dalam bahasa eropa dengan judul “ Canon of Madicine”.
3)      Ar-Razi , yang berhasil membedakan penyakit cacar dengan measles. Dan penuis buku untuk kesehatan anak.
3.       Matematika
Dalam bidang ini, dapat di jumapai seorang guru besar matematika bernama Al-Khawarismi yang mengarang kitab Al Jabar wal muqabalah. Dan ia jugalah yang menemukan angka nol.
4.       Farmasi
Profeso yang dapat di jumpai di bidang ini adalah, Abu Zakaria yahya dan Ibnu Baithar.
5.       Ilmu Astronomi
Dengan di terjemahkannya berbagai bahasa ke bahasa Arab, para pemikir Dinasti Abbasiyah dapat meneliti dan menganalisi berbagai aliran ilmu Astronomi, para Profesor Ilmu Astronomi ialah, Abu Mansur Al-Falaki, Jabir al-Bitani dan Raihan Al-Biruni.
6.       Geografi
Para profesor di bidang ini adalah orang-orang yang menyenangi penjelajahan dunia sambil berdagang. Di antara profesor itu adalah.
1)      Abu Hasan Al-Mas’udi yang menjelajahi persia, India, Srilanka dan Cina serta menulis buku Muruj az-Zahab wa Ma’adin al Jawahir.
2)      Ahmad el Yakubi, penjelajah yang pernah mengadakan perjalanan sampai ke Armenia, Iran, India, Mesir, Maghribi dan menulis buku Al-Buldan.
7.       Sejarah
Dalam bidang ini muncul profesor yang ahli sejarah di antaranya adalah Ibnu Ishaq, Ibnu Hisyam, Abdullah bin Muslim Al-Qurtubah.
8.       Sastra
Dalam bidang Sastra Baghdad merupakan kota pusat seniman dan Sastrawan, para profesor di bidang ini adalah.
1)      Abu Nawas, salah seorang penyair yang terkenal cerita humornya
2)      An-Nasyasi, dialah profesor yang berada di belakang cerita seribu satu malam ( The Arabian Night).
Namun kehancuran tidak akan pernah lepas dari segala sesuatu yang terbatas. Dinasti Abbasiyah yang adalah puncaknya peradaban islam pada lima abad pertama harus hancur di tangan pasukan Mongol yang di pimpin oleh Jenghis Khan, itu adalah faktor eksternalnya. Dinasti Abbasiyah juga tumbang karena Faktor Internal, karena Wilayahnya yang teralu luas hingga menyulitkan pemerintah pusat mengontrol, daerah-daerah pinggiran wilayah Dinasti Abbasiyah, yang lalu memisahkan diri satu persatu.
Di balik kehancuran Dinasti Abbasiyah. Muncul kekesalan dan kemirisan, yang tak akan bisa terhapus selama Islam masih Ada. Baitul Hikmah yang menjadi tempat pemnyimpanan buku-buku hebat dan berpengaruh juga harus musnah. Bahkan di gambarkan sungai Tigris yang menjadi tempat pembuangan buku-buku menjadi hitam karena penuh dengan tinta.
Dengan demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.
Kesimpulan
Seperti itulah gambaran singkat mengenai masa kekilauan yang pernah di capai Kerajaan Islam. Dari pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan. Bahwa kejayaan sebuah peradaban bisa mencapai puncak jika terjalin sebuah kerjasama yang romantis. Kerja sama antara yang dipimpin dan memimpin, antara yang mencerahkan dan yang di cerahkan, antara yang memerintah dan di perintah. Dan antara yang kaya dan tak mampu. Kerja sama itu tergambar dengan indah di masa kejayaan Dinasti Abbasiyah. Setelah masa Abbasiyah, Kerja sama yang berimbang itu sudah tak terjalin lagi. satu kekuatan saling memberatkan dirinya, dan satu kekuatan lainnya meringankan dirinya. Hingga muncullah ketidak seimbangan, dan ketidak seimbangan ini mengakibatkan Masa Kejayaan Islam hancur lebur hingga benar-benar musnah.

Daftar Pustaka
Munir Amin, Samsul, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2015.
Syedmahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005
Ansary, Tamim, Dari Puncak Baghdad Sejarah Dunia versi Islam, Jakarta: Zaman, 2015



[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 118.
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 118.
[3] Tamim Ansary, Dari Puncak Baghdad, Sejarah Dunia versi Islam, ( Jakarta: Zaman, 2015),h. 127.
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 124.
[5] SyedMahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 192
[6] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 133
[7] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 145

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon