Rumusan Masalah
# Bagaimanakah sejarah peradaban islam pada masa dinasti.
a.
Dinasti Umayyah
b.
Dinasti Abbasiyah
Latar belakang
Penulisan makalah ini di latar belakangi oleh kawajiban mahasiswa
untuk mengerjakan makalah “Islam dan kekaisaran” pada mata kuliah Sejarah sains
dan peradaban islam. Selain itu penulisan makalah ini ditulis karena
termotivasi dari sebuah pertanyaan sejarah, kapan islam mencapai puncak
kejayaannya?. Sebuah pertanyaan yang mesti harus segera di jawab dengan
bijaksana.
Muslim non sejarawan barangkali akan mengatakan
bahwa puncak peradaban Islam berada pada masa nabi Muhammad dengan berdasar
(QS. Al-Maidah (5): 3), Hari ini Aku sempurnakan Islam, namun pesan yang
terkandung dari ayat itu tidak menunjuk kepada sebuah puncak peradaban, tetapi
hanya pada kesempurnaan fungsional agama islam itu.
Para Sejarawan Islam, baik muslim ataupun non
muslim. Cenderung membatasi lima abad pertama sejak munculnya Islam sebagai
puncaknya peradaban Islam. Dan bukti yang mereka dapatkan memang cukup kuat.
Karena setelah lima abad itu. Islam mengalami kemunduran peradaban, dengan
bukti adanya sebuah dikotomi keilmuan. Dimana otoritas kerajaan dan madrasah,
seolah-olah “meng anak tirikan” ilmu di luar keagamaan. Ulama berkuasa diatas
kefilsafatan. Hingga kemunduran peradaban ini kelihatannya meniru Zaman Kegelapannya Eropa di mana otoritas
gereja membelenggu aktivitas berpikir diluar kata Teo. Hingga penyakit dikotomi
itu terbawa hingga abad ke 21.
Bagi manusia yang hidup di abad 21. Harus melihat
sejarah dengan bijak. Puncak peradaban Islam semestinya di maknai bukan sebagai
akhir dari puncaknya. Karena jika puncak peradaban itu di maknai dengan kaca
mata Fatalisme, maka etos kerja muslim akan mengalami ke vakum an yang akhirnya
membuat islam terpatung. Saat Islam terpatung, hegemoni barat akan terus ada
dan merongrong dunia Islam. Maka sebagai manusia yang bijak, puncak peradaban
islam seharusnya menjadi semangat untuk renaisance yang abadi. Lalu arif juga
terhadap penerimaan budaya barat. Karena islam mengajarkan, kebijaksanaan bisa
datang dari mana saja.
Maka makalah ini akan menghadirkan kembali,
cuplikan-cuplikan dinasti-dinasti yang membawa puncak peradaban Islam dan
berusaha menjawab pertanyaan , Kapankah islam mencapai puncak peradabannya
sekaligus membahas rumusan masalah makalah ini.
Pembahasan
Dinasti
Umayyah
Penamaan
Dinasti ini dengan nama Umayyah, di nisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin
Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang Tokoh penting ditengah Quraisy pada masa
Jahiliah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam
memperebutkan wilayah kekuasaan.[1]
Pendiri Dinasti
Umayyah adalah seorang ahli politik dan ahli admnistrasi bernama Muawiyah bin
Abu Sufyan. Beliau dalam sejarahnya di pandang sebagai tokoh pendiri dinasti
yang negatif. Fakta sejarah
telah mencatat bahwa orang ini mendapatkan
kekuasaannya lewat perang Siffin melawan kubuh Khalifah keempat, yang diakhirinya dengan cara yang licik.[2]
Ia pun juga di anggap sebagai pengahancur demokrasi yang dahulunya mengaku
ingin melanjutkan misi besar yang sama seperti pendahulunya. Akan tetapi,
menjelang akhir hidupnya, dia mengadakan sebauh dewan para pemimpin suku Arab
untuk mendiskusikan siapa yang akan menggantikan dirinya. Lalu salah seorang
kaki tangan Muawiyah melompat berdiri dan melotot ke sekeliling. “ Saat ini,”
dia merengut, “ Inilah Komandan orang-orang yang beriman.” Dia menunjuk kepada
Muawiyah. “Setelah dia meninggal, pilih yang satu ini.” Dia menunjuk ke putra
sulung Muawiyah bernama Yazid. “ Dan jika ada yang keberatan, hadapi yang ini.”
Orang itu lalu menunjuk pedangnya.[3]
Lalu orang-orang sepakat memilih Yazid sebagai pengganti Muawiyah dengan dalih
mereka memilih dengan demokrasi yang tepat. Namun mereka akhirnya sadar bahwa
itulah terakhir kalinya mereka mengeluarkan hak untuk memilih pemimpin.
Tapi di samping kenegatifan yang di lemparkan
kepadanya. Muawiyah tetaplah bukan manusia biasa. Ia adalah seorang “Amir Al
Bahr” ( prince of the sea) yang diterimanya dari Umar. Ia pun juga di sebut
sebagai seorang negarawan sejati yang memimpin Dinastinya dengan bijaksana.
Sepanjang 90 tahun berdirinya Dinasti Umayyah.
Tercatat 14 orang Khalifah memimpin Dinasti ini. Diantara mereka ada
pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di berbagai bidang. Dan ada pula khalifah
yang cengeng, tidak patut dan lemah.
Para Sejarawan umumnya sependapat bahwa para
Khalifah terbesar dari daulah Bani Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik, dan
Umar bin Abdul Aziz.
Muawiyah tekah dibahas sebagai pendiri Dinasti
Abbasiyah dengan bangunan fisik dan metafisik yang kokoh. Lalu apa yang
dibangunnya itu seolah hancur ketika putranya yang Sadisme memperparah
perpecahan umat dengan memartirkan seorang cucu nabi bernama Hussein, yang
terkenal dengan Tragedi Karbala. Hingga Akhirnya Yazid turun Takhta setelah
mendapat protes dari rakyat Madinah.
Khalifah Abdul malik adalah orang kedua terbesar
dalam deretan para Khalifah bani Umayyah yang di sebut-sebut sebagai ‘pendiri
kedua’ bagi kedaulatan Umayyah.[4]
Ia lah yang berhasil mensatukan umat kembali di bawah bendera Umayyah dari
serangan musuh-musuhnya seperti Syiah dan Khawarij. Keberhasilannya yang
gemilang adalah keberhasilannya dalam mentata kota dengan rapi, mendirikan
masjid dengan saluran air yang baik, dan mewajibkan bahasa Arab sebagai bahasa
Adimistrasi di berbagai wilayah dinasti Umayyah.
Lalu Dinasti Umayyah kembali goyah. Ketika ke
khalifaan jatuh ketangan Sulaiman bin Abul Malik yang terlalu cinta dengan
harta. Ia di benci dengan rakyatnya karena tabiatnya yang rakus itu. Para pejabatnya
terpecah belah, begitupun juga dengan masyarakatnya. tetapi di ujung hidupnya
ia memilih dengan tepat seorang penggantinya bernama Umar bin Abdul Aziz.
Umar bin Abdul Aziz adalah seorang penguasa yang
menonjol karena sangat berbeda dengan para pendahulunya, ia juga di anggap
sebagai cahaya yang terang di tengah-tengah kegelapan rakyatnya[5]
yang sudah membunuh Tuhan. Oleh banyak kaum muslimin dia di eluh-eluhkan
sebagai Khulafaur Rasyidin yang kelima. Bahkan Kaum Khawarij dengan garis
kerasnya mengakui ia sebagai Khalifah yang sah, karena kejujuran,
kesalehan,kesederhanaan, dan ketegasannya telah membawa perdamaian dan
keadilan.
Sepeninggal dirinya, Dinasti Umayyah menurun dan
sampai kedalaman yang gelap. Bisa di bilang, puncak peradaban dinasti Umayyah
ada di tangan Umar bin Abdul Aziz.
Kemajuan peradaban pada masa Dinasti
Umayyah.
Menurut Jurji Zaedan beberapa kemajuan dalam
bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut.[6]
1.
Pengembangan Bahasa Arab.
Pada Masa
Dinasti Umayyah. Bahasa Arab di jadikan sebagai bahasa pemersatu dan sebagai
bahasa resmi dalam tata usaha dan pembukuan serta surat menyurat.
2.
Marbad, Kota pusat kegiatan ilmu.
Marbad
adalah kota kecil yang di jadikan sentral oleh Dinasti Umayyah dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan. Di kota inilah berkumpul, para pujangga, Filsuf,
ulama, penyair dan cendkiawan lainnya.
3.
Ilmu Qiraat.
Seni dalam
membaca Al-Qur;an ini menjadi ilmu syariah yang di kembangkan dengan baik dan
sangat penting, pada masa ini lahirlah ahli Qiraat bernama Abdullah bin Qusair
dan Ashim bin Nujud.
4.
Ilmu Tafsir
Minat untuk
menfsirkan al-Qur’an di zaman Umayyah bertamabh banyak, hingga banyak ulama
yang membukukan ilmu Tafsir.
5.
Ilmu Fiqih
Diantara
Ahli Fiqih yang terkenal di zaman Dinasti Umayyah adalah, Sa’ud bin Musib, Abu
Bakar bin Abdurrahman dan Qasim Ubaidilah.
Demikianlah pembahasan mengenai dinasti Umayyah, penyebab keruntuhan
Dinasti Umayyah tak terlepas dari faktor internal dan eksternal. Selepas
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz , Dinasti Umayyah merosot hingga akhirnya
benar-benar hancur di tangan Dinasti Abbasiyah yang memburu penerus-penerus
Umayyah.
Dinasti Abbasiyah.
Para Sejarawan di zaman Modern menunjuk dinasti ini sebagai puncak
peradaban dan kebudayaan Islam. Dan puncak pemerintahan dinasti Abbasiyah
terjadi pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun
(813-833 M). Ketika Harun Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur,
kekayaan melimpah, dan keamanan terjamin meski sesekali ada pemberontakan.
Pada masanyalah hidup pula para Filsuf besar, Pujangga, ahli baca Al-Qur’an
dan para ulama. Dan di dirikan perpustakaan megah dan besar bernama Baitul
Hikmah, di dalamnya orang dapat membaca, menulis dan berdiskusi dengan
nyaman.
Pada masanya pula,
berkembang Ilmu pengetahuan agama, seperti ulmu Al-Qur’an, Qira’at, hadis,
Fiqh, ilmu kalam, bahasa dan Sastra. Utamanya ilmu Fiqih, dinasti ini menghadirkan
empat mazhab besar yaitu, Maliki, Hanafi, Hambali dan Syafi’i. Disamping itu
berkembang pula ilmu Filsafat, Logika, Metafisika, matematika, Ilmu alam,
Geografi, al-jabar, Aritmatika, Mekanika, Astronomi, Musik, kedokteran dan
Kimia.[7]
Baghdad sebagai pusatnya Profesor.
Kiranya sulit untuk tidak menyebut kota ini saat membahas masa keemasan
Dinasti Abbasiyah secara Khusus dan masa keemasan Islam secara luas. Kota ini
adalah kota yang berada di pinggir kota Tigris, yang menjadi ibu kota Negara oleh
Khalifah Al-Manshur yang mencapai puncaknya pada Khalifah Harus Al- Rasyid.
Beberapa Profesor yang bergerak dalam kemajuan dalam berbagai bidang dapat
disebutkan sebagai berikut.
a.
Bidang Agama
Di bidang
agama ini banyak sekali Profesor yang muncul dalam berbagai bidang ilmu
seperti, ulumul Qur’an, ilmu Tafsir, Hadis, Ilmu Kalam, Bahasa, dan Fiqih.
1.
Fiqh
Ada empat
Profesor besar yang lahir di bidang ini seperti:
1)
Imam Abu Hanifah
2)
Imam Malik
3)
Imam Syafi’i
4)
Imam Ahmad ibnu Hanbal
2.
Ilmu Tafsir
Diantara
Profesor tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah adalah:
1)
Ibnu Jharir ath-Thabari
2)
Ibnu Athiyah al-Andalusi
3)
Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani
3.
Ilmu Hadis
Ada enam
Profesor Hadis pada masa Dinasti Abbasiyah yaitu:
1)
Imam Bukhari dengan karyanya Shahih Bukhari.
2)
Imam Muslim dengan karyanya Shahih Muslim
3)
Ibnu Majah dengan karyanya Sunan Ibnu Majah
4)
Abu Dawud dengan karyanya Sunan Abu Dawud
5)
Imam An-Nasai, degan karyanya Sunan An-Nasai
6)
Imam Baihaqi.
4.
Ilmu Kalam
Para
Profesor ini berhasil merumuskan sebuah ilmu yang berbicara masalah ketuhanan
(Tauhid) serta persoalah hari pembalasan. Di antara Profesor yang menonjol
adalah:
1)
Abu Hasan Al-Asyari dan Al-Maturidi (Asyariyah)
2)
Washil bin Atha ( Mu’tazilah)
b.
Bidang Umum.
Dalam bidang ini berkembang beberapa kajian keilmuan di luar ke agamaan.
Seperti Filsafat, Logika, Metafisika, Matematika, Astronomi, Musik, Kedokteran,
Kimia, Sejarah, dan Sastra.
1.
Filsafat
Dengan di
terjemahkannya Bahasa Yunani kedalam bahasa Arab, muncul kemudian para Guru
Besar Filsafat antara lain
1)
Abu Ishaq Al Kindi, 231 adalah jumlah judul
bukunya.
2)
Abu Nasr Al Farabi, guru kedua setelah Aristoteles
dengan 12 buah buku yang berpengaruh.
3)
Ibnu Sina, seorang Dokter dan juga Filsuf yang
terkenal di barat dengan sebutan Avicenna. Qanun fi Al- Thib dan Asy- Syifa
adalah dua bukunya yang paling terkenal
4)
Ibnu Bajah
5)
Ibnu Tufail penulis Novel Hayy bin Yaqdzan.
6)
Al Ghazali yang bergelar Hujjatul Islam. Karyanya
yang terkenal di bidang filsafat adalah Tahafut al Falasifah dan Maqasid
al-Falasifah.
7)
Ibnu Rusyd seorang filsuf, dokter dan juga ulama
yang terkenal di barat dengan sebutan Avirros.
2.
Ilmu Kedokteran
Dinasti
Abbasiyah berhasil memajukan ilmu Kedokteran dengan membangun Rumah sakit dan
sekolah kedokteran yang mumfuni.
Para
Profesor di bidang ilmu kedokteran di antaranya adalah
1)
Abu Zakaria Yahya bin Mesuwaih yang menjadi ahli
farmasi di rumah sakit Judhispur iran
2)
Ibnu Sina, dengan bukunya Qanun fi al Thib yang
berisi teori kedokteran dan pengaruh obat-obatan menjadikan buku ini di
terjemahkan ke dalam bahasa eropa dengan judul “ Canon of Madicine”.
3)
Ar-Razi , yang berhasil membedakan penyakit cacar
dengan measles. Dan penuis buku untuk kesehatan anak.
3.
Matematika
Dalam
bidang ini, dapat di jumapai seorang guru besar matematika bernama
Al-Khawarismi yang mengarang kitab Al Jabar wal muqabalah. Dan ia jugalah yang
menemukan angka nol.
4.
Farmasi
Profeso
yang dapat di jumpai di bidang ini adalah, Abu Zakaria yahya dan Ibnu Baithar.
5.
Ilmu Astronomi
Dengan di
terjemahkannya berbagai bahasa ke bahasa Arab, para pemikir Dinasti Abbasiyah
dapat meneliti dan menganalisi berbagai aliran ilmu Astronomi, para Profesor
Ilmu Astronomi ialah, Abu Mansur Al-Falaki, Jabir al-Bitani dan Raihan
Al-Biruni.
6.
Geografi
Para
profesor di bidang ini adalah orang-orang yang menyenangi penjelajahan dunia sambil
berdagang. Di antara profesor itu adalah.
1)
Abu Hasan Al-Mas’udi yang menjelajahi persia,
India, Srilanka dan Cina serta menulis buku Muruj az-Zahab wa Ma’adin al
Jawahir.
2)
Ahmad el Yakubi, penjelajah yang pernah mengadakan
perjalanan sampai ke Armenia, Iran, India, Mesir, Maghribi dan menulis buku
Al-Buldan.
7.
Sejarah
Dalam
bidang ini muncul profesor yang ahli sejarah di antaranya adalah Ibnu Ishaq,
Ibnu Hisyam, Abdullah bin Muslim Al-Qurtubah.
8.
Sastra
Dalam
bidang Sastra Baghdad merupakan kota pusat seniman dan Sastrawan, para profesor
di bidang ini adalah.
1)
Abu Nawas, salah seorang penyair yang terkenal
cerita humornya
2)
An-Nasyasi, dialah profesor yang berada di
belakang cerita seribu satu malam ( The Arabian Night).
Namun kehancuran tidak akan pernah lepas dari
segala sesuatu yang terbatas. Dinasti Abbasiyah yang adalah puncaknya peradaban islam pada lima abad pertama harus hancur di
tangan pasukan Mongol yang di pimpin oleh Jenghis Khan, itu adalah faktor
eksternalnya. Dinasti Abbasiyah juga tumbang karena Faktor Internal, karena
Wilayahnya yang teralu luas hingga menyulitkan pemerintah pusat mengontrol,
daerah-daerah pinggiran wilayah Dinasti Abbasiyah, yang lalu memisahkan diri
satu persatu.
Di balik kehancuran Dinasti Abbasiyah. Muncul
kekesalan dan kemirisan, yang
tak akan bisa terhapus selama Islam masih Ada. Baitul Hikmah yang menjadi
tempat pemnyimpanan buku-buku hebat dan berpengaruh juga harus musnah. Bahkan
di gambarkan sungai Tigris yang menjadi tempat pembuangan buku-buku menjadi
hitam karena penuh dengan tinta.
Dengan demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang
telah memainkan peran penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam
dengan gemilang.
Kesimpulan
Seperti itulah
gambaran singkat mengenai masa kekilauan yang pernah di capai Kerajaan Islam.
Dari pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan. Bahwa kejayaan sebuah
peradaban bisa mencapai puncak jika terjalin sebuah kerjasama yang romantis. Kerja sama antara yang dipimpin dan
memimpin, antara yang mencerahkan dan yang di cerahkan, antara yang memerintah
dan di perintah. Dan antara yang kaya dan tak mampu. Kerja sama itu tergambar
dengan indah di masa kejayaan Dinasti Abbasiyah. Setelah masa Abbasiyah, Kerja
sama yang berimbang itu sudah tak terjalin lagi. satu kekuatan saling memberatkan
dirinya, dan satu kekuatan lainnya meringankan dirinya. Hingga muncullah
ketidak seimbangan, dan ketidak seimbangan ini mengakibatkan Masa Kejayaan
Islam hancur lebur hingga benar-benar musnah.
Daftar
Pustaka
Munir Amin, Samsul, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: Amzah, 2015.
Syedmahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005
Ansary, Tamim, Dari Puncak Baghdad Sejarah Dunia
versi Islam, Jakarta: Zaman, 2015
[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam, cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 118.
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam, cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 118.
[3] Tamim Ansary, Dari Puncak Baghdad, Sejarah
Dunia versi Islam, ( Jakarta: Zaman, 2015),h. 127.
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam, cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 124.
[5] SyedMahmudunnasir, Islam Konsepsi dan
Sejarahnya, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 192
[6] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,
cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 133
[7] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam, cet.5 ( Jakarta: Amzah, 2015), h. 145