BIOGRAFI
PARMENIDES ( Bapak logika yang abadi )
Jika Heraklitus berangapan bahwa segala sesuatunya
berubah. Maka muncullah Parmenides sebagai anti tesa yang lalu menganggap tak
sesuatupun berubah.
Parmanides adalah warga pribumi Elea di Italia
selatan yang telah menginjak usia dewasa pada paruh pertama abad ke-5 SM.
Parmanides menurut Plato adalah guru dari Sokrtes yang pada saat itu masih
sangat muda sedangkan Parmenides sudah berusia lanjut. Dari sinilah mengapa
pemikiran Parmenides banyak mempengaruhi Plato.
ada seorang bijak dari Italia selatan yang juga
memiliki pengaruh yang besar terhadap Filsafat. Phytagoras yang di maksud. Dia
telah menanamkan filsafat yang lebih
condong kepada mistisisme dan agama. Phytagoras sendiri banyak mempengaruhi
Parmenides baik dari Mistisime maupun matematika.
Nama Parmenides tercatat dalam sejarah sebagai
seorang yang memiliki pengaruh karena argumen metafisisnya bertahan sangat lama
dan mempengaruhi banyak penerusnya hingga mencapai Friedrich Hegel. Ia pun di
anggap sebagai tokoh relativisme yang penting, dia pula di sebut sebagai
logikawan pertama dalam sejarah filsafat, bahkan juga di sebut sebagai filosof
pertama dalam kaca modern. Sistemnya secara keseluruhan di sandarkan pada
deduksi logis yang berlawan dengan Heraklitus yang menggunakan metode intuisi.
Parmenides banyak menuangkan doktrinnya lewat
syair-syair yang berjudul On Nature. Ia menganggap bahwa indera bersifat
menipu, pelbagai benda yang indrawi hanyalah sebuah ilusi. Satu-satunya pengada
yang sejati adalah “yang Tunggal” yang tak terbatas dan tak terbagi-bagi. “yang
Tunggal” ini bukan berasal dari unsur-unsur yang berlawanan sebagai mana dalam
pandangan Heraklitus. “yang Tunggal” ini bukan Tuhan. Parmenides menganggapnya
sebagai materi yang bersifat meluas yang tidak dapat di bagi-bagi dan hadir di
mana- mana. Artinya “yang tunggal” ini bersifat tetap dan berlaku umum.
Untuk memperoleh kebenaran Parmenides
mengungkapkan sebagai berikut.
“ Engkau tak dapat bahkan mustahil mengetahui
sesuatu yang tak ada, dan tak juga tak dapat mengutarakan sesuatu yang tdak ada
itu. Sebab sesuatu yang dipikirkan dan sesuatu yang ada adalah sama.”
Lalu bagaimanakah yang ada sekarang bisa menjadi
ada? jika ia memang manjadi ada maka dahulunya ia tak ada.
Ada dalam pengertian Parmenides adalah sesuatu
yang tetap dan tidak mengalami perubahan. Karena yang mengalami perbuahan hanyalah
sesuatu yang menjadi ada atau menjadi tidak ada. maka yang ada (being) mustahil
menjadi tidak ada. dan yang tidak ada juga mustahil menjadi ada. yang ada
tetaplah ada. begitupun juga dengan tidak ada tetaplah tidak ada. maka
kebenaran atau yang di pikirkan hanyalah sesuatu yang ada. yang tidak ada tidak
dapat di pikirkan.
Yang ada ini mestilah sesuatu yang bersifat umum
dan tetap, yang tidak dapat di bagi-bagi. Karena jika di bagi maka yang ada ini
mengalami perubahan dan itu tidak mungkin. Tidak ada kekuatan yang mampu membagi
yang ada ini. Jika pun ada ini di bagi. Maka yang ada itu adalah sesuatu di luar
yang ada.
Jika kita memasukkan pengertian Parmanides
mengenai yang ada ini terhadap cara berpikir tentang Tuhan. Maka ukurannya ada
tiga.
1.
Ada
2.
Tidak ada
3.
Ada dan tidak ada
Yang benar adalah nomor satu. Tuhan itu ada karena
telah kita sepakati yang tidak ada adalah sesuatu yang tidak mungkin. Nomor 2
adalah jawaban yang salah karena yang tidak ada tetaplah tidak ada. dan jawaban
nomor 3 lebih tidak memungkinkan karena yang ada dan tidak ada tidak mungkin
berjalan bersamaan, Tuhan tidak mungkin ada dan tidak ada.
Mengenai logika ada ini mendapat tantangan dengan
sebuah pertanyaan, bagaimana jika si Fulan dulunya ada secara fisik dan
sekarang sudah tidak ada (mati). Apakah dia tetap ada padahal secara fisik ia
telah berubah menjadi tidak ada secara kasat mata.?
Untuk mengupas pertanyaan ini kita mengambil
sebuah contoh dari alam makna. Bahwa si fulan itu dulunya sedang berada
disamping kita berbicara dengan bahasa yang jelas. Namun sekarang ia telah
tiada di samping kita. Namun yang manakah yang sebenarnya si Fulan. Si fulan
yang berbicara atau si fulan yang menyampaikan bahasanya. Apakah si fulan yang
sebenarnya adalah yang ada di dunia fisik atau yang ada di alam makna. Si fulan
memang berubah di alam fisik. Tapi si fulan yang sebenarnya akan selalu ada dan
tidak berubah di alam makna. Maka kesimpulannya si fulan tidak mengalami
perubahan dan ada untuk selamanya.
Entahlah jika benar kupasan jawaban itu. Mungkin
saja jika Parmenides melihat jawaban itu, ia akan mencela jawaban penulis. Dan
bertanya anda tahu apa mengenai Ada di alam makna. Tapi setidaknya jawaban
tersebut telah menyampaikan maksud dari Parmenides yang berpendapat bahwa
“karena kita saat ini dapat mengetahui apa yang umumnya di anggap telah berlalu,
maka sesuatu itu tak mungkin benar-benar berlalu, melainkan dalam pengertian
tertentu sesuatu itu tetap eksis saat ini.”
Jadi benar tidaknya suatu pendapat itu menurut
Parmenides di ukur dengan logika, dan yang berlogika hanyalah manusia. maka
kebenaran itu hanyalah manusia. maka benar atau tidaknya sesuatu di luar
manusia di nilai oleh manusia itu. Dapatkah anda menangkap rumusan itu? Jika
anda mengerti maka ada masalah di balik rumusan itu.
Pengertian mengenai substansi yang tidak berubah
ini yang menjadi subjek tetap dari
pelbagai predikat yang menempelinya. Ini kemudian menjadi konsep mendasar dalam
filsafat , Psikologi, fisika dan teologi yang bertahan selama lebih dari dua
ribu tahun.
Sumber. Bertrand Russel. Sejarah filsafat barat.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2007.
Asmoro Achmadi. Filsafat umum. Jakarta : Raja Wali pers. 2013.
Ahmad Tafsir. Filsafat umum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2013.