Rabu, 21 Oktober 2015

pengantar filsafat. perdebatan Epistimologi. apa itu epistimologi?.




Saat ini di hadapan kita terbentang sebuah peta yang memberikan anda gambaran isi Hutan Filsafat. Setelah kita mendapatkan pencerahan mengenai perjalanan asyik dan seru kedalam hutan filsafat, pelan-pelan kita akan sedikit lagi melangkahkan kaki kegerbang hutan Filsafat. Namun tak usah takut, Hutan Filsafat akan selalu membuat kita bahagia. Nah sekarang sebelum kita benar-benar melangkah kedalam hutan filsafat, lalu memulai petualangan filsafat, ada baiknya anda mengikuti penjelasan pamungkas mengenai gambaran besar mengenai hutan Filsafat.

Telah kita ketahui bahwa secara tersistematis, Filsafat tersusun kedalam tiga cabang besar filsafat, yakni teori Epistimologi, Ontologi dan Aksiologi. Nah kita akan membahasnya satu persatu agar semakin jelas filsafat itu.



Epistimologi.

Epistimologi adalah teori yang membahas pertanyaan “ dari mana sumber pengetahuan anda?, Atau bagaimana cara anda memperoleh pengetahuan.?”.

Manusia adalah binatang yang unik, dari lahir hingga mati, manusia akan melewati fase pertumbuhan. Semua manusia mutlak harus melewati fase-fase tersebut. Ketika manusia baru saja lahir, ia ibarat kertas yang masih kosong, tak ada coretan disana, manusia tidak memiliki pengetahuan sedikitpun meski ada pula yang mengatakan manusia sebelum lahir sudah memiliki pengetahuan dan ada pula yang mengatakan nanti pada saat manusia telah lahir saat itulah ia memperoleh pengetahuan lewat meniru apa yang di indranya. Nah perdebatan mengenai pengetahuan  manusia yang baru lahir inilah yang akan menjadi pembahasan Epistimologi.

Lalu kemudian manusia mencapai kedewasaannya, misalnya pada umur 40 tahun. manusia pada umur ini sudah pasti memiliki pengetahuan. Ada manusia yang menjadi ahli pengetahuan, ada yang banyak sekali pengetahuaannya, dan kawannya yang lain bahkan memiliki pengetahuan yang lebih banyak pada bidang yang sama ataupun berbeda. Lalu kita bertanya bagaimana bisa seperti itu, apakah memang pengetahuan itu memang sudah di peroleh sebelum lahir atau baru setelah lahir pengetahuan itu di peroleh.?

Nah untuk menjawab pertanyaan ini, kita akan hadirkan beberapa aliran atau sekelompok orang yang berkecimpung di pemebahasan Epistomologi ini.

Platonisme.



Teori ini bisa di bilang sudah sangat tua, ia muncul seiring mistikus-mistikus tua Yunani kuno bergelut pada ke metafisika. Socrates misalnya mengatakan bahwa Pengetahuan manusia berasal dari jiwanya. Plato lalu mengembangkan bahwa Sebelum manusia lahir, manusia telah di karuniai pengetahuan. Dan mereka mengatakan saat jiwa yang memiliki pengetahuan bergabung dengan tubuh maka hilanglah pengetahuan itu. Plato menjelaskan pengetahuan itu bersifat idea jika yang idea ini bergabung dengan sesuatu yang fisik. Maka yang idea itu akan hilang. Maka dengan jelas teori ini mengatakan bahwa manusia yang lahir sebenarnya sudah memiliki banyak pengetahuan namun ia hanya dalam keadaan lupa. Maka tugas manusia hidup di dunia ini untuk mengumpulkan kembali ingatannya atau menyusun kembali pengetahuan yang telah di dapatkannya. Jika anda memberi pertanyaan kepada teori ini dengan sebuah pertanyaan “ Dari manakah anda mendapat pengetahuan mengenai meja ini?” maka teori ini akan menjawab “ saya sudah pernah mendapatkannya di alam jiwa, maka saya dengan mudahnya mengetahui bahwa itu adalah meja”.

Empirisme



Teori menjadi lawan dari teori platonisme, mereka mengatakan bahwa manusia yang lahir tak memiliki pengetahuan sediktpun, barulah ketika bayi itu dapat mengindra objek di sekitarnya barulah ia mendapatkan pengetahuan.  Maka teori mengatakan bahwa sumber pengetahuan yang benar itu adalah dari pengalaman indra. Karena itu metode eksperimen menjadi sangat penting untuk ilmu pengetahuan ini.
Teori ini memiliki banyak kelemahan, bukan di akibatkan oleh objek, tetapi alat untuk mengindra objek itulah yang memiliki kekurangan, misalnya mata, mata hanya bisa melihat apa yang bisa di lihatnya, ketika ia melihat bintang, mata mengatakan bintang itu kecil. Namun setelah di buktikan bintang sesungguhnya sangatlah besar. maka pengetahuan yang di indra oleh mata yang sampai kepada kita adalah pengetahuan yang salah. Ini adalah hasil yang sangat fatal.

Rasionalisme



Lalu muncullah aliran yang memberi jalan lain, kata teori ini, pengetahuan itu di dapatkan dari akal, akal lah yang dapat memastikan pengetahuan. Mengenai benar salahnya pengetahuan yang di indra itu di proses oleh akal. Maka kelemahan Empirisme dapat diselesaikan dengan benar oleh akal. Kasus mengenai kesalahan mata dalam menangkap objek bintang akan di benarkan kemudian oleh akal. Akal lah kemudian yang memproses hasil yang kacau dari mata. Akal lah yang akan mengatakan bahwa bintang itu besar.

Sampai di sini kelihatannya pembahasan Epistimologi sudah semakin jelas. Namun kebenaran yang di peroleh ketiga teori sebelumnya bukanlah kebenaran yang utuh, kebenaran itu masih belum sempurna. Akal dan objek itu masih terbatas, manusia hanya bisa menangkap bagian –bagian tertentu saja dari objek, akal pun hanya tergantung dari objek yang di indra. Maka dari keterbatasan ini memunculkan dua aliran selanjutnya, positivisme yang menjadi pembela Aliran Empirisme dan rasionalisme. Dan intuisi yang menjadi lawan empirisme dan rasionalisme, di sisi lain ia mendukung aliran platonisme.


Positivisme



Aliran ini di cetuskan oleh august Compte, ia berpendapat bahwa kelemahan empirisme atau kelemahan indra itu dapat di tutupi oleh alat bantu dan eksperimen. Cara inilah yang kemudian mengawali kemajuan pesat perkembangan alat-alat sains yang membuktikan ini benar ini salah. Misalnya dalam menentukan api itu panas. kita jangan sesederhana itu mengatakan api tiu panas, api itu sangat panas, namun kita memerlukan ukuran panas yang sebenarnya dengan menggunakan alat ukur derajat panas. Rasionalisme memproses empirisme dan kemudian Positivisme yang membuktikan. Atau akal memproses objek yang di indra lalu Positivisme mengukur. Nah Terukur inilah yang menjadi sumbangan terbesar Positivisme dalam menentukan sebuah kebenaran. Namun kelemahan aliran ini adalah mereka hanya bisa mengukur sesuatu yang dapat terukur, di luar dari pada itu mereka mati. Maka kebenaran yang mereka dapatkan dalam hal ini masih terbatas.

Intuisisme.



Kelihatannya aliran ini mendukung aliran tua Platonisme, mereka mengatakan bahwa akal dan indra itu terbatas. Keduanya tidak dapat mengetahui keseluruhan. Misalnya akal dan indra masih terbatas dalam memahami keseluruhan meja, apa itu meja, meja itu berkaki empat, meja itu terbuat dari kayu, meja itu juga terbuat dai besi, meja itu adalah sebuah benda yang berbetuk, baru kemudian akal menyimpulkan ini meja. Dalam hal ini berarti secara keseluruhan rasio dan empirisme tidak dapat menjelaskan secara keseluruhan apa itu meja. Dalam keterbatasan inilah intuisisme muncul.

Mereka lalu mengatakan bahwa manusia sebenarnya memiliki kemampuan luar biasa dalam menentukan kebenaran.  Bergson menamai kemampuan itu dengan kemampuan tingkat tinggi yang disebutnya intuisi. Kemampuan ini dapat diperoleh dengan suatu usaha yang keras. Kebenaran objek yang di tangkap adalah kebenaran yang utuh, sedangkan akal dan indra juga postivisme hanyalah memperoleh pengetahuan kebenaran yang tidak utuh.

Intuisisme ini sangat mirip dengan teori Kasyaf dalam islam, dimana manusia akan memperoleh sebuah kebenaran sejati jika dirinya berhasil menyingkapkan penghalang yang ada di dirinya, penghalang ini sering di katakannya sebagai nafsu dan hijab. Jika manusia mampu menghilangkan kedua penghalang ini, maka kekuatan rasa intuisi itu dapat bekerja dan menangkap segala sesuatu yang tidak dapat di tangkap oleh akal,indra dan alat-alat sains.

Nah secara garis besar itulah penjelasan mengenai apa itu epistimologi atau teori pengetahuan. Kelihatannya rumit bukan, jika anda mengalaminya berarti anda masih waras, kebenaran memang adalah sesuatu yang terlalu mahal untuk di beli.

Ada sedikit cerita yang mungkin dapat membantu anda untuk mengerti akan epistimologi ini. Berikut ceritanya.


Cerpen Debat Epistimologi
“ mahasiswa Filsafat agama berkumpul di bawah pohon mangga yang selalu di sebutnya sebagai pohon filsafat. Di sana mereka bersantai setelah mengikuti kuliah tentang Epistimologi. Ada yang tertidur, ada yang menyanyikan lagu dangdut, ada pula yang bermain dengan asap, dan ada pula yang memberaki telinga temannya. Namun ada satu orang manusia yang duduk menyendiri, menghayalkan kuliah yang baru saja di terimanya, ia memandangi sekitar dengan matanya yang awas, lalu dia mendengar suara teman-temannya dengan telinga yang lebar, mencium bau yang bisa di ciumnya. Dan ia mengosokkan tangannya ke pasir merasakan apa yang bisa di rasakannya. Lalu timbullah pertanyaan di benaknya. Dari mana aku bisa memahami semua ini?. Ia berpikir dengan keras namun ia tidak bisa mendapatkannnya, ia lalu berteriak kearah teman-temannya.

“hey kalian para binatang jalang, kalian yang adalah mantan sperma dengar kan lah laraku.” Perkataannya itu membuat teman-temannya kaget dan semuanya menoleh ke arahnya.

“kalian lihat mangga di tanganku ini, aku bertanya kepada kalian, bagaimana aku bisa tahu kalau ini adalah mangga?” ucapnya dengan jelas. Dan mereka semua melongo, antara memikirkan jawabannya dan menjudge temannya ini sudah gila.

“ memang sudah dari dulu itu mangga?” Sahut Ruslan yang tadi sedang menari balet dengan musik dangdut.

“ bagaimana kau bisa tahu ini mangga?” ucapnya lagi dan ruslan terdiam.

“ karena kau melihat itu adalah mangga.” Ucap Aziz yang mulai tahu arah pertanyaan temannya.

“ lalu bagaimana jika aku tak melihat?” dia kembali bertanya, Aziz juga terdiam.

“ kau tahu itu mangga setelah kau merasakannya”. Kamal memberi jawaban yang cerdas.

“ bagaimana jika aku mati rasa?” tanyanya.

“berarti kau tak akan bisa tahu bahwa itu adalah mangga.” Kamal menjawab lagi.

“ itu berarti kebenaran segala sesuatu itu berasal dari indra.”

“yah seperti itu” kamal menjawab dengan yakin.

“ itu berarti kebenaran yang di tangkap manusia itu terbatas karena indra sendiri dapat terbatas”. Kamal lalu terdiam.

“ kau bisa tahu mangga itu karena kau mengolahnya dengan akalmu”. Aziz setelah terdiam mendapatkan jawaban baru”.

“ apa yang di olah oleh akal?” tanyanya.

“mangga itu.” Singkat azis.

“ dari manakah mangga ini dapat masuk kedalam akalku?” tanyanya kembali.

“dari indramu?”

“ tadi sudah kukatakan indra itu terbatas, jika indra dijadikan perantara kepada akal, maka akalpun akan mengolah sesuatu yang terbatas.” Jawabnya, Azis kembali terdiam lagi.

“ mangga itu dapat kau ketahui jika kau bereksperimen.” Rhamly yang tadi hanya menyimak kini menyuarakan pendapatnya.

“yayayayaaya.” Azis,kamal dan ruslan mengangguk-ngangguk.

Dia diam sejenak, nampaknya ia sudah mendapatkan jawabannya, namun ia lalu kembali bertanya.

“ yah dengan metode eksperimen itu kita kan bisa tahu bahwa ini adalah mangga, namun jika yang kita bahas adalah sesuatu yang lebih rumit dari pada mangga, yakni sesuatu yang tak bisa di eksperimenkan, bagaimana kita bisa mengetahui kebenarannya.?”

“yah bagaimana yah?” Rhamly lalu terdiam lagi, begitupun dengan yang lainnya.

“ saya rasa untuk mengetahui kebenaran kita mesti harus mendekatkan diri kepada Tuhan?” Ruslan memberi jalan.

“sholat maksudmu?”

“yah,yah sholat adalah cara lain yang bisa memberikanmu penjelasan mengenai kebenaran.”

“tapi bagaimana dengan orang yang tidak sholat, mereka tentunya akan mendapatkan kebenaran yang salah”.

“ biarkan mereka, kalau mereka ingin tahu kebenaran mereka mesti dekat dengan sumber kebenaran.”

“itu berarti Tuhanlah sumber kebenaran itu.”

“yah saya yakin itu.”

“bagaimana kau bisa seyakin itu?”

“manusia adalah hasil cipta dari yang esa, segala yang menyusunnya berasal dari yang esa itu, maka kesimpulannya yang esa itulah yang memberi manusia pengetahuan. Indra, objek , dan alat-alat eksperimen itu hanyalah alat yang memberi anda bantuan, namun kebenaran yang sesungguhnya berasal dari dirinya.”

“bagaimana aku memperolehnya?”

“kasyaf, buang semua nafsumu, bersihkan hatimu, lepas penghalangmu?”

“tasawwuf maksudmu.”

“yah seperti itu.”

“namun itu bisa menjadi berbahaya, kebenaran bisa dikapling oleh intuisi subyektif yang tidak dapat dibuktikan, jika oknum merasa telah merasa dekat, ia akan memeluk kebenaran itu. Ini bisa membuat kebenaran hanya di miliki oleh segelintir orang saja.”

“kalau begitu semuanya harus berintuisi”

“hahaha itu mimpi yang lucu kawan.”

“kebenaran itu memang lucu kawan, namun sesungguhnya kitalah yang di tertawakan oleh kebenaran, kebenaran itu simpel, selama anda tidak salah maka itulah kebenaran. Namun kebenaran sejati itu seperti apa?”

“hahaha, ada baiknya kita mendengar perkataan Derrida, jika anda merasa telah mendapatkan kebenaran, anda harus hati hati dengan kebenaran. Karena kebenaran itu seperti perempuan terhormat yang tak akan mudah memperlihat pantatnya. Kebenaran tidak akan mudah memperlihatkan dirinya.”

“ya, ya ,ya”

Seperti itulah mungkin kurang lebihnya perdebatan yang mewarnai jalan Epistimologi ini. Namun apapun yang anda pilih, segalanya adalah sesuatu yang tepat, karena semua aliran menuju pada satu titik yang kebenaran.


Sekarang kita akan melanjutkan pembahasan ke teori hakikat, atau Ontologi.

Facebook Komentar
2 Blogger Komentar

2 komentar

kok ga ada kelanjutan ontologi sama aksiologinya

ontologi dan aksiologinya di tulis di artikel yang berbeda. sekarang lagi proses. di tunggu yah.


EmoticonEmoticon