Minggu, 07 Februari 2016

Rasa Kegalauan tingkat Dewa ( cerpen Filsafat : Kisah Aco part 4 ).

 Aku kembali mencoba untuk kembali menemui Aurorah, setelah perhitungan secara sistematis lewat teori-teori biologi yang begitu vulgar menelanjangi setiap kegagalanku untuk memetik hati seorang perempuan yang kuinginkan.

           Bila aku mendengar cerita para nabi yang di sampaikan oleh Uak-ku, yang sesekali memainkan petikan kecapi. Cerita mengenai nabi Adam dan Hawa, ketika mereka melanggar aturan surga untuk tidak memetik buah apel dari pohon Khuldi. Lalu mereka harus keluar dari surga dan di pisahkan sangat jauh akibat pelanggaran yang mereka perbuat. Namun kisah yang sangat tua ini berakhir Happy Ending untuk versi cerita tentang Jabal Rahmah. Dan aku merenungi nasibku, apakah memang Tuhan masih sengaja untuk tidak menyatukan aku dengan Aurorah. Masalahnya apakah memang Aurorah tidak menyukaiku, atau sedang menunda nunda, seperti pepatah mengatakan, “Segala sesuatu indah pada waktunya”. Tapi aku seorang yang terburu-buru. Dan ingin mengindahkan dengan cepat. Maka sore nanti aku akan bertemu Aurorah di bawah pohon mangga di pinggir sungai Tallo.

Berdasar surat yang sudah ia balas. Ia setuju untuk bertemu di sana.

Maka aku menyiapkan setiap kata-kata indah yang akan membuat hatinya terbuka walaupun hanya sedikit. Tapi aku pun mulai menduga-duga, bahwa ia menyetujui permintaanku, agar ia dapat menyampaikan kata perpisahan untuk selamanya. Dan aku pun mulai berpikir dua kali 10 sama dengan dua puluh. Dua puluh menit aku harus memutuskan, datang menepati janji, atau berpura-pura sakit perut. Dan menunda pertemuan. Tapi ego menjadi laki-laki sejati harus aku tinggikan. Di tolak kembali akan kuhadapi dengan tabah.

Begitu mencekam peristiwa tadi padahal suasana menjelang siang di bawah rindang pohon mangga yang mendatangkan kesejukan, tapi aku semacam melewati setiap detik pada jam penderitaan, dan hasilnya gagal lagi.

Apa yang kau rasakan Aco?

Jika anda juga bertanya seperti itu maka aku menjawabnya. Seperti makan durian dengan kulit-kulitnya, nekad cinta ini bisa membuat nekad, setelah di tolak secara pangkat kuadrat. atau seperti minum kopi di campur dengan sayur pare’, pahit kerena memang kisah percintaanku ini memang pahit. Rasanya hatiku termutilasi oleh setiap kata yang keluar dari mulut Aurorah.

Apakah kata-katanya kasar Aco ?.

Jawab : Tidak, kata-katanya begitu halus, merdu, tapi setiap kata yang di pilihnya adalah setiap kata yang tersaring pada korteks audio otakku yang bebunyi di larang untuk di dengar. Setiap kata itu adalah kata yang tak ingin kudengar dari mulutnya. Tapi setiap kata itu memaksa untuk masuk, akhirnya otakku menjadi putus, dan yang terjadi adalah kegalauan tingkat dewa.

Jadi apami sekarang mu bikin Aco ?.


Jawab : terduduk di suatu waktu, dan aku duduk sendiri, di samping pohon jati, aku merenung dan aku menjilat angkasa, menciumi matahari yang akan tenggelam di ujung horizon sana. Aku bertanya mengapa. Aku ingin memahami hal menyakitkan yang sedang terjadi di pusat atom hatiku. Dan aku menuju pada logika deduktif, dari alasan umum ke khusus, tipe pertanyaan yang terulang-ulang adalah pertanyaan mengapa.?

....... Karena aku pendek, ini persoalan mutlak, yang tak bisa di selesaikan,

......karena aku kurang perhatian, dan tidak termasuk dalam tipenya... tapi aku bisa menyesuaikan diri kok.

.......karena aku suka ngupil sembarang tempat... rasanya aku tidak pernah kedapatan, dan aku selalu berhati-hati kok..
.
...... karena aku bau badan.... ini bisa dibawah ke pengadilan dan menjadi tuntutan pencemaran nama baik, meski jarang mandi, badan tetap bau tanah.

Ketika pertanyaan mengapa itu semakin mendesak pada pengadilan ide. Seperti seberkas cahaya, yang lalu datang setelah menembus ke abu-abuan kebenaran. Seberkas cahaya itu berbentuk seperti ini...

....karena aku sudah menjadi milik orang lain, maaf kan aku Aco...

Nah setiap kata itulah yang membuatku kedatangan dewa kegalauan dari mitologi tragedi Yunani yang memborbardir setiap rindu yang teredam. Rasa galau tingkat Dewa.

Lalu ?.....

Jawab : ketika kita bertanya Mengapa, model pertanyaan ini bisa ditanggapi dalam dua cara , apakah jawaban Aurorah terkesan mengelak, yang artinya sama dengan Bagaimana, yang mengatakan jawaban-jawaban menuntut tentang sebuah rangkaian kausalitas ( Sebab-Akibat ), dari atom yang berbenturan dengan atom yang lain.

Setiap pertanyaan mengapa akan menuntut pertanyaan BAGAIMANA, setiap pertanyaan berada pada poros sebab-akibat tadi, sebab aku ditolak membuat akibat yang membirukan hati. Dan kini, di bawah pohon jati ini, sambil memperhatikan ayam yang sedang bercinta, aku pun ikut bercinta pada setiap molekul cahaya matahari senja pada kesepian... sendirian disini.

“Apa sendirian, Oi, adaka di sampingmu ini Aco?” Ucap Bolong menepukku dengan ganas, sehingga aku terdorong kesamping.

“ ouh, adako pale di sampingku Bolong, jadi kau tadi yang  wawancaraika?” aku mengira, bahwa setiap pertanyaan tadi adalah pertanyaan dari suara hati. Ternyata itu suara Bolong, yang datang menghampiriku.

Rumus Perhitungan matematika kisah cintaku macam, tolak di kali tolak = penolakan  kuadrat atau = kegalauan tingkat Dewa.



Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon