Rabu, 10 Februari 2016

Epistimologi Cinta. (cerpen Filsafat : Kisah Aco part 5 )



Setelah ditolak secara kuadrat. Dan di serang oleh setiap kata yang tertembus langsung kedalam jiwa. Mengeraskan setiap denyutan nadi, hingga darahpun mengalir begitu malas, seperti Kuda tanpa kusir. Atau seperti “Ben” tanpa “tor”. (becak tanpa motor tidak bisa menjadi bentor ). Aku memlih untuk berlindung dari setiap binatang yang berpikir. Kembali menyendiri dan memutar kembali setiap adegan pilu masa lalu tepatnya masa SD bersama Aurora yang saat itu masih ber suhu polos-polos saja.

Nabi Yesus bercerita dalam Mark. Entah engkau percaya kata-kataku tetapi salah satu efek gagal cinta adalah mempersahabati setiap hal yang berhubungan dengan cinta. Seperti sabda sang Nabi Yesus “ bahwa cinta sebelum zaman sebelum masehi, adalah lingkaran cinta yang masih bergulir di sekitar suku dan kekeluargaan. Namun setelah masehi cinta sejati adalah cinta yang memberi kebebasan untuk mencintai siapapun.” Aku setuju dengan sabda mulia ini. Dalam kasus gagal cintaku, dan aku tentu saja keturunan manusia setelah Masehi, apalah daya, “kata-kata tidak selamanya semanis madu”. Memang setiap manusia bebas untuk mencintai, dan itu adalah suata anugerah, tetapi untuk di cintai dan mendapatkan penerimaan harus melewati setiap syarat yang begitu panjang. Apakah syarat itu adalah rintangan untuk sang pecinta agar di ketahui seberapa besar cintanya. Atau sang pecinta memang di permainkan lewat syarat-syarat yang melunturkan cintanya hingga tersusun sebuah tragedi, dalam dunia Sandiwara. Akulah tokoh itu saat ini. Tokoh yang terus di intimidasi oleh penolakan tokoh utama. Aurorah dan Wahyu ( laki-laki yang katanya dekat dengan Aurorah ).

Ada sebuah dongeng Esoteris yang menceritakan bahwa malaikat yang membisikkan kebaikan di dalam diri seseorang itu mendapatkan asupan gizi dari cinta manusia. apabila cinta itu berkurang maka malaikat akan menjadi lemah dan kesempatan Iblis untuk membisikkan sesuatu yang jahat akan semakin besar untuk menjerumuskan sang pecinta yang mencintai akan berubah menjadi benci, atau istilahnya “ Cinta di tolak dukun bertindak”. Ini menandakan bahwa cinta dan benci ibarat telapak tangan yang begitu mudah di putar balikkan. Sungguh sangat berbahaya.

Sadar dengan dongeng itu, aku beranjak dari segala prasangka Lucifer yang berusaha menjaring setiap intelek di dalam perangkat mentalku untuk mengotomatiskan pembentukan konsepku menjadi “benci” lalu segala Argument yang keluar dari idealisme ku hanya akan menegatifkan setiap kejujuran cintaku kepada Aurorah.



Jika cintaku berusaha aku epistimologikan secara positif. Aku mesti harus menyingkirkan setiap objek negatif yang mengelilingi subjek diriku. Lewat Teori revolusi Copernican ala Immanuel Kant. Bahwa Objek seperti bumi yang mengelilingi matahari subjek. Subjek mempengaruhi objek yang di intuisikan/di indra/ di lihat. Maka untuk mengembalikan semangat cintaku kepada Aurorah. Aku harus membangun dan membiasakan intuisi diri dengan objek yang dapat membuatku dekat dengan Aurorah. Agar perangkat mentalku seperti indra ,rasio,intelek 12 kategori, dan ide-ide transendental dapat di penuhi dengan sebutan cinta. Hingga subjek diriku dapat menyuarakan Argument yang manis, merdu, dan indah untuk di sebut sebagai suara cinta.


Berangkat dari sinilah, aku akan berusaha lagi, sebelum janur kuning melengkung tak ada kata untuk menyerah. Sebelum bom nuklir membakar bumi, tak ada kata untuk tidak berdamai. Atau Sebelum mantan pacar Ayam bassank bertelur cicak tak ada kata yang mustahil. Kali ini rencana C menyatakan cinta akan ku susun dengan cerdik dan anti tolak. Nantikanlah.

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon