Setelah ditolak secara kuadrat. Dan di serang oleh
setiap kata yang tertembus langsung kedalam jiwa. Mengeraskan setiap denyutan
nadi, hingga darahpun mengalir begitu malas, seperti Kuda tanpa kusir. Atau seperti
“Ben” tanpa “tor”. (becak tanpa motor tidak bisa menjadi bentor ). Aku memlih
untuk berlindung dari setiap binatang yang berpikir. Kembali menyendiri dan
memutar kembali setiap adegan pilu masa lalu tepatnya masa SD bersama Aurora
yang saat itu masih ber suhu polos-polos saja.
Nabi Yesus bercerita dalam Mark. Entah engkau
percaya kata-kataku tetapi salah satu efek gagal cinta adalah mempersahabati
setiap hal yang berhubungan dengan cinta. Seperti sabda sang Nabi Yesus “ bahwa
cinta sebelum zaman sebelum masehi, adalah lingkaran cinta yang masih bergulir
di sekitar suku dan kekeluargaan. Namun setelah masehi cinta sejati adalah
cinta yang memberi kebebasan untuk mencintai siapapun.” Aku setuju dengan sabda
mulia ini. Dalam kasus gagal cintaku, dan aku tentu saja keturunan manusia
setelah Masehi, apalah daya, “kata-kata tidak selamanya semanis madu”. Memang setiap
manusia bebas untuk mencintai, dan itu adalah suata anugerah, tetapi untuk di
cintai dan mendapatkan penerimaan harus melewati setiap syarat yang begitu
panjang. Apakah syarat itu adalah rintangan untuk sang pecinta agar di ketahui
seberapa besar cintanya. Atau sang pecinta memang di permainkan lewat syarat-syarat
yang melunturkan cintanya hingga tersusun sebuah tragedi, dalam dunia
Sandiwara. Akulah tokoh itu saat ini. Tokoh yang terus di intimidasi oleh
penolakan tokoh utama. Aurorah dan Wahyu ( laki-laki yang katanya dekat dengan
Aurorah ).
Ada sebuah dongeng Esoteris yang menceritakan
bahwa malaikat yang membisikkan kebaikan di dalam diri seseorang itu
mendapatkan asupan gizi dari cinta manusia. apabila cinta itu berkurang maka
malaikat akan menjadi lemah dan kesempatan Iblis untuk membisikkan sesuatu yang
jahat akan semakin besar untuk menjerumuskan sang pecinta yang mencintai akan
berubah menjadi benci, atau istilahnya “ Cinta di tolak dukun bertindak”. Ini menandakan
bahwa cinta dan benci ibarat telapak tangan yang begitu mudah di putar
balikkan. Sungguh sangat berbahaya.
Sadar dengan dongeng itu, aku beranjak dari segala
prasangka Lucifer yang berusaha menjaring setiap intelek di dalam perangkat
mentalku untuk mengotomatiskan pembentukan konsepku menjadi “benci” lalu segala
Argument yang keluar dari idealisme ku hanya akan menegatifkan setiap kejujuran
cintaku kepada Aurorah.
Jika cintaku berusaha aku epistimologikan secara
positif. Aku mesti harus menyingkirkan setiap objek negatif yang mengelilingi
subjek diriku. Lewat Teori revolusi Copernican ala Immanuel Kant. Bahwa Objek
seperti bumi yang mengelilingi matahari subjek. Subjek mempengaruhi objek yang
di intuisikan/di indra/ di lihat. Maka untuk mengembalikan semangat cintaku
kepada Aurorah. Aku harus membangun dan membiasakan intuisi diri dengan objek
yang dapat membuatku dekat dengan Aurorah. Agar perangkat mentalku seperti
indra ,rasio,intelek 12 kategori, dan ide-ide transendental dapat di penuhi
dengan sebutan cinta. Hingga subjek diriku dapat menyuarakan Argument yang
manis, merdu, dan indah untuk di sebut sebagai suara cinta.
Berangkat dari sinilah, aku akan berusaha lagi,
sebelum janur kuning melengkung tak ada kata untuk menyerah. Sebelum bom nuklir
membakar bumi, tak ada kata untuk tidak berdamai. Atau Sebelum mantan pacar
Ayam bassank bertelur cicak tak ada kata yang mustahil. Kali ini rencana C
menyatakan cinta akan ku susun dengan cerdik dan anti tolak. Nantikanlah.