Sebelum membaca tulisan ini saya sarankan anda sedikit relax. dan siapkan kopi dan snack terbaik yang anda miliki. Tulisan ini akan sedikit membosankan kalau tidak sambil bersantai. Yah, seperti yang akan anda temukan, tulisan ini terlalu panjang sebagai artikel. Tapi cobalah..
Selamat menikmati
|
Sumber:borneonews.co.id |
Filsafat Nilai
Bertrand
Russell dan aksi 1000 lilin untuk Ahok
Dalam tulisan singkat ini penulis
akan mencoba menggunakan pandangan russel dalam filsafat nilai untuk mengulas fenomena
aksi 1000 lilin untuk Ahok. Aksi yang berlangsung di Indonesia pasca vonis Ahok
selama 2 tahun penjara menuai pro-kontra dibeberapa daerah. Olehnya kiranya tepat menggunakan
pandangan russel ini untuk menentukan nilai-terutama etik- dan cara pandang
para actor yang terlibat dalam pro-kontra aksi tersebut.
Perlu kiranya penulis menjabarkan
maksud tulisan ini adalah semata mata mencoba memberi sudut pandang baru, yang
mungkin saja sangat lemah dari segi analisa dan kekayaan pengetahuan serta
kelengkapan pemaparan. Namun, setidaknya yang ingin penulis capai dalam tulisan
ini adalah, memantik argument dan komentar lebih banyak terhadap tulisan ini
terlebih terhadap polemic ini. Serta kritik, dapat memotivasi penulis untuk
lebih jeli dalam menganalisa.
Bertrand
Russel dan Nilai
|
sumber:cdn.psychologytoday.com |
Bertrand Russell (1872-1970) adalah
filsuf kelahiran inggris. Berasal dari keluarga liberal dan aristokratik
keturunan Perdana Mentri John Russell. Russell menjalani pendidikan awal di
rumah (home schooling, lalu sejak 1890 di Trinity College, Cambridge, ia
memfokuskan diri pada bidang studi ilmu matematika.
Bertrand Russell adalah salah seorang
pribadi yang cemerlang di dunia filsafat modern. Sumbanganya yang
terpenting telah diberikan dalam
disiplin yang teknis terutama dalam logika matematika. Dia senantiasa bersikap
ilmiah terhadap filsafat dan sikap ini menggambarkan dia lebih dekat dengan
empirisme logis. Dia telah menerbitkan lebih dari 40 buku dan ratusan artikel.
Tidak satupun dari bahasa beradab yang tidak mengetahui paling tidak salah satu
ari buku Russell, bahkan di usianya yang ke-90 produktivitasnya tidak menurun.
Teorinya tentang nilai dikemukakan
terutama dalam bukunya religion and science (agama dan ilmu), yang juga
terangkum di dalamnya pemikiran pemikirannya yang anti-agama dan
anti-metafisika. Dalam hal lain salah satu karakteristik Russell, yakni kajian
ilmiah yang tenang dan objektif serta argumentative.
Russell berpendapat
bahwa persoalan yang mengacu pada nilai berada di luar bidang ilmu pengetahuan.
Ketika kita mengatakan bahwa sesuatu memiliki nilai, kita tidak mengatakan
sesuatu yang bebas dari perasaan kita. Malahan kita memberikan ungkapan atas
emosi kita sendiri. Ini selanjutnya mengadaikan bahwa apa yang kita sebut
sebagai nilai etik atau moral tidak terlepas dari pengaruh individual yang
berusaha meminta pengakuan universal.
Russell, memulai
dengan analisis terhadap ide tentang kebaikan. Ide ini secara umum dapat
dikatakan apa yang mengacu pada nilai baik ini akan dapat juga diterapkan dalam
nilai yang lain. dia menyatakan bahwa, “adalah jelas bahwa seluruh ide tentang
yang baik dan jahat memiliki hubungan dengan keinginan”. Russel melihat pada
diri subjek yang memberikan nilai, berupaya menguniversalkan apa yang disebut
baik oleh dirinya sendiri. Dalam hal etika misalnya, menurutnya adalah
keinginan untuk memberikan makna universal diatas keinginan pribadi tertentu.
Mengapa? Russel
mengatakan bahwa ini terjadi karena manusia tidak mengkonsepsikan antara yang
baik dan yang diinginkan.
Karena dia tidak menangkap makna kata yang berbeli belit. Jadi ketika seseorang
mengatakan, “ini adalah baik dalam dirinya sendiri”, dia berfikir sedang
membuat pernyataan yang sama dengan “ini adalah segi tiga”. Dalam kalimat pertama sangat jelas bahwa yang
dimaksudkan adalah saat kita memberikan nilai kepada benda, maka di sana kita
sedang mengutarakan penilaian yang agar dapat diterima secara universal.
Kalimat “ini
adalah baik dalam dirinya sendiri”, sejatinya kita sedang memberikan penilaian
kepada yang sebelumnya belum memiliki nilai. Tampak ada semacam pemaksaan
penilaian disana. Dalam kalimat tersebut secara pemaknaan, akan sama dengan
kalimat, “saya
menghendaki setiap orang menginginkan ini”. jika seorang ingin menghubungkan isi dengan apa
yang dinyatakan dia harus menafsirkannya sebagai satu penegasan atas satu
keinginan pribadi.
Lantas bagaimana
kekacauan ini dapat terjadi? Russell menjawab penyebabnya adalah keinginan,
sejauh itu berlangsung, yang bersifat pribadi, namun sesuatu yang diinginkan
itu bersifat universal. Misalnya ketika saya mengatakan, “keindahan itu baik”
seolah saya juga mengatakan bahwa,”semua orang harus mencintai keindahan”. Pada
kalimat pertama tidak menegaskan sesautu. Sedangkan pada kalimat kedua mengacu
pada suasana kejiwaan si penutur. Kalimat pertama masuk kedalam wilayah etik,
tanpa kognisi, yang ada hanyalah pengungkapan keinginan tanpa ada unsur benar
atau salah.
Proposisi tanpa
kognisi seperti itu berada diluar ilmu pengetahuan ilmiah. Russell menulis
teorinya yang disebut subjektivisme nilai. Jika dua orang berbeda pendapat
mengenai nilai, kata Russell yang terjadi bukanlah ketidakepakatan diantara
mereka dalam hal kebenaran, yang terjadi hanyalah perbedaan selera. Russell
dalam hal ini dikarenakan menurutnya, dasar utama untuk menerima pandangan ini
karena merupakan kemustahilan untuk menemukan argumen guna membuktikan bahwa
nilai ini atau itu memiliki nilai intrinsik.
Namun perbedaan
selera ini tidak lantas menimbulkan konsekuesnsi immoral. Semisal runtuhnya
nilai yang mengikat dan meyakinkan orang akan nilai etis dan moral. Kewajiban
moral secara lebih luas dapat diartikan sebagai keinginan, keinginan impersonal
yang memandu kita hidup, oleh karena kekaguman. Keinginan impersonal musti
melebihi keinginan persolan atau egoisme pribadi, keinginan impersonal ini
merupakan keinginan yang memiliki jenjang yang sama. “keinginan menjadi baik
pada umunya mengubah dirinya menjadi keinginan yang disetujui, atau kalau
tidak, dengan berbuat sedemikian rupa, sehingga menghasilkan konsekuensi umum
yang kita inginkan.
Lantas mengapa
kita lebih menyenangi keinginan impersonal dibandingkan egoisme pribadi? Adakah kriteria
aksiologis yang memberikan hierarki etis bagi keinginan? Jawabanya terletak pada
kenikmatan dan ketidaknikmatan. Kenikmatan tergantung pada kebiasaan dan faktor
konvensional. Kebaikan tergantung pada keadaan, unsur sejarah maupun budaya.
Tertib moral adalah berbeda: jika orang menyamakan antara apa yang ada dan apa
yang seharusnya, yang baik dan yang diinginkan, maka setiap kriteria moral
ditinggalkan. Konsekuensi immoral dari ajaran tersebut jelas ada.
|
Sumber : harianindo.com |
Ahok dan aksi 1000 lilin
Sekedar untuk menggambarkan kembali
kasus ahok yang berlangsung alot beberapa bulan terakhir ini. Penulis mencoba
menjabarkan secara-sangat-ringkas perjalanan sekaligus kemelut ahok yang harus
dipusingkan dengan banyak hal. Pertama, beliau harus merespon reaksi atas
ucapanya yang menyinggung sebagian ummat islam. Kedua, beliau harus mengurus
pencalonanya kembali sebagai gubernur DKI Jakarta selanjutnya. Dan yang
terpenting, saat itu beliau masih harus melayani Jakarta oleh karena masa
jabatanya belum berakhir.
Beberapa bulan ini atmosfer sosio-politik
Indonesia dihebohkan oleh isu penistaan agama. Isu ini melibatkan Gubernur DKI
Jakarta periode 2014/2017, Basuki Thahaja Purnama alias Ahok. Diujung jabatan
inilah pernyataan Ahok yang sangat-dianggap-kontroversial dan merusak nilai
etis keagamaan terlontar. Pernyataan yang merupakan beberapa detik penggalan
pidatonya di kepulauan seribu pada Selasa, 27 September 2016, itu menuai respon
yang reaksioner dari beberapa kalangan di negeri ini.
Dalam pidatonya tersebut, bagian yang
paling dipermasalahkan adalah ketika ahok menyatakan”…di bohongi oleh surat
al-Maidah ayat 51..bla bla bla”(selengkapnya liat di youtube). Pernyataan ini
kemudian menuai respon keras dari beberapa kalangan yang menganggap ahok telah
mencederai agama islam. Kemudian pidato ahok tersebut di publikasikan oleh DISKOMINFOMAS
Provinsi DKI Jakarta 28 september 2016, di akun Youtube Pemprov DKI Jakarta.
Setelah itu
melejitlah kasus penistaan agama yang melibatkan hampir seluruh ummat islam
yang ada di Indonesia. Ahok kemudian lambat laun di naikkan ratingnya menjadi
calon terdakwa, kemudian terdakwa. Sidang berlangsung berbulan-bulan, dengan
menghadirkan berbagai aksi ahli dari pihak penuntut umum dan pembela, bla bla
bla dan singkatnya, setelah melalui peradilan yang alot nan
panjang akhirnya putusan sidang menyatakan ahok di vonis 2 tahun
penjara.
Putusan vonis
ahok selama 2 tahun penjara menjadi jawaban juga atas aksi yang menuntut ahok
atas- tajuk besar-Penistaan agama yang berlansung berjilid-jilid. Aksi yang
menuntut permintaan maaf, penuntutan dan penolakan terhadap ahok ini berakhir
pula, saya kira. Karena tidak ada lagi yang bisa di tuntut dari ahok setelah
berada dibalik jeruji. Kepuasan pihak publik mungkin tidak bisa dikatakan
memuncak, tapi minimal dengan hasil putusan ini ahok dapat menenangkan diri
meskipun didalam jeruji besi.
“Saya berdo’a
untuk anda pak ahok. Semoga niat tulus bapak membenahi Jakarta dimiliki oleh
pemimpin jakarta hari ini. Dan semoga program mereka tidak hanya menjadi utopis
belaka dan melayang layang diawan. Kami juga mengharapkan yang terbaik dari
mereka yang baru belajar memimpin sebidang tanah jakarta itu. pak, mereka tidak
akan lupa dengan perubahan yang bapak berikan untuk jakarta.
Penjara hanya
memasung gerak bapak secara fisik. Tapi tidak dengan fikiran. Bapak dapat lebih
banyak waktu untuk memikirkan nasib negeri ini disana. Lebih banyak waktu untuk
berkontemplasi dan merefleksi ketidakadilan yang menimpa bapak. Gagasan dan
wacana bapak akan tetap hidup di luar sana. Bahkan spirit bapak akan tetap kami
jaga sebagai bagian reflektif dari fenomena selama ini.”
Usai vonis, aksi
penuntutan terhadap ahok berbalik menjadi aksi solidaritas dan dukungan secara
moril. Banyak kalangan
melayangkan simpatik. Salah satu bentuk aksi ini adalah aksi 1000 lilin untuk
ahok yang berlansung dibeberapa daerah di Indonesia. Menyalakan lilin yang
secara simbolik , menurut penulis, mencoba menuangkan harapan dan bela sungkawa
atas kejadian yang menimpa ahok.
Salah satu aksi serupa berlangsung
juga dimakassar, sabtu 13 mei 2017. Malam itu masyarakat yang merasa simpatik
berkumpul di anjungan pantai losari. Mereka secara serempak akan mengadakan
aksi solidaritas untuk ahok yang telah dijatuhi vonis 2 tahun penjara. Tapi
yang sangat di sayangkan, lagi-lagi ada sebagian orang yang merasa bahwa aksi
ini tidak pantas dilakukan dimakassar. Bahkan aksi ini di bubarkan oleh kelompok
FPI sebelum aksi di mulai.
HMI Cabang Makassar juga turut serta
meramaikan penolakan terhadap aksi ini. Ketua Umum Badko HMI Sulselbar,
Taufiq Husaini, menanggapi aksi serupa yang terjadi di beberapa daerah tidak
seharusya terjadi. Ia juga menilai bahwa aksi 1000 lilin untuk
ahok ini merupakan aksi yang sangat intoleran. Dan dapat memancing keretakan
antar kerukunan umat beragama. Mereka juga menganggap aparat
kepolisian seolah menutup mata melihat hal ini terjadi. (sumber:kabar.news)
Dibeberapa
negara, aksi serupa berlangsung sebagai bentuk solidaritas kepada ahok. Pesan
yang disampaikan dalam aksi tersebut cukup beragam. Aksi yang didominasi WNI
yang berada dibeberapa negara tersebut mewajibkan mengenakan busana hitam atau
merah putih. Salah satunya berlangsung di kota Philadelphia, Negara bagian
Pennsylvania, Amerika Serikat. Mengusung tema “Tjahaja Kasih Light Of Love”. (sumber: indonesianlantern.com).
Bentuk lain dari
dari aksi solidaritas ini banyak di jumpai puluhan artikel simpatik yang
tersebar diberbagai media, baik secara langsung untuk ahok maupun untuk
keluarga Ahok. Banyak di antara tulisan simpatik tersebut memuji integritas
ahok selama memimpin jakarta. Ada juga yang menyayangkan putusan hakim, serta
dukungan dukungan moril lainya.
Aksi 1000 lilin
ini, menurut penulis, merupakan tindakan yang wajar-wajar saja dilakukan.
Terlebih bagi mereka yang pernah merasakan kebijakan Ahok secara langsung. Aksi
ini sebagai bentuk simpati ataupun empati atas vonis yang menimpanya dan sebagai bentuk dukungan
moril yang diharapkan mampu menguatkan selama berada dibalik jeruji. Aksi ini juga, kurang lebih, dapat
dipandang sebagai bentuk kerinduan akan pemimpin seperti ahok.
|
Sumber: Google |
Evaluasi
Dari pemaparan diatas, maka sisi yang
akan kita fokuskan pada sub evaluasi ini adalah aksi 1000 lilin untuk Ahok.
Kita akan membedah bagaimana aksi untuk ahok ini terjadi dan bagaimana ia
tertolak dalam khalayak. Ini penting untuk mengetahui, kira-kira, motif yang
melatarbelakangi pro-kontra aksi ini.
Menelaah kembali
fenomena ini maka kita akan melihat dua kutub yang secara diametral berlawanan.
Satu sisi mereka yang pro terhadap Ahok,
disisi lain adalah yang kontra. Masing-masing kubu tentunya memiliki alasan
tersendiri mengapa aksi ini perlu diadakan. Dan mengapa aksi ini sia sia
belaka. Dalam tulisan ini, akan kita lihat bagaimana keinginan mempengaruhi
penilaian-penilaian yang beragam terhadap aksi 1000 lilin untuk Ahok? Dan
dimana posisi keinginan impersonal dalam hal ini?
Keinginan mempengaruhi penilaian
Aksi 1000 lilin untuk ahok merupakan
aksi solidaritas yang dilakukan oleh pendukung ahok. Para pendukung ahok
menyayangkan putusan hakim yang menjatuhi vonis selama 2 tahun penjara. Putusan
ini dianggap tidak adil dan memihak. Bahkan, beberapa Negara mengaggap undang
undang yang berkaitan dengan penistaan agama perlu peninjauan ulang. Bahkan ada
yang mengaggap, keputusan hakum tersebut mencederai toleransi beragama yang ada
diindonesia (ini fakta, bersadarkan yang diingat penulis setalah membaca
beberapa berita terkait. Silahkan Googling).
Keputusan untuk membela ahok dapat
ditinjau dari beberapa pendorong tindakan ini. Pertama, karena panggilan hati, baik karena simpati atau empati.
Tindakan ini hanya dapat terjadi kalau para pelaku aksi memiliki tendensi untuk
melakukan tindakan tersebut. alasan terkait dapat berupa karena ahok orangnya
baik, berintegritas dan memang layak untuk diperlalkukan demikian.
Perasaan-sebut saja-empati yang mendalam tersebut mendorong keinginan untuk
melakukan sesuatu agar cita cita atas empati tersebut mengejewantah dan
memuaskan. Minimal untuk dirinya sendiri.
Kedua,
tindakan ini dorong oleh kepentingan. Kepentingan disini dapat kita arikan
secara negative ataupun positif, tapi kita tidak akan meilhat dari konteks
tersebut. Habermas mengatakan bahwa, tidak ada tindakan tanpa kepentingan. Ini
sejalan dengan Russell bahwa soal penilaian selalu melibatkan keinginan atau
selera-individual.
Tindakan diatas selain karena factor
kepentingan, minimal untuk memuaskan diri sebagai pendukung ahok, juga diorong
oleh keinginan mendalam untuk melakukan aksi tersebut. keinginan ini disebabkan
oleh factor diatas. Mengapa? Karena kita harus memahami bahwa tidak ada
tindakan tanpa tujuan. Dan secara fundamental, tindakan didorong oleh keinginan
untuk melakukan(ego).
Ketiga,
tindakan tersebut dapat juga berarti pembelaan sebagai balas budi, terutama
bagi yang pernah merasakan kebijakan Ahok yang baik. Tindakan ini didasarkan
pada perasaan balas budi dan rasa bersalah kalau saja tidak terlibat dalam aksi
tersebut. semacam perasaan berhutang dan berdosa kalau tidak ikut melakukan
aksi solidaritas. Sisi sensitive manusia ini kemudian menimbulkan keinginan
untu melakukan tindakan tersebut.
Semua alasan tersebut juga
dikarenakan membangun ego, yang memustikan tindakan dibenarkan. Sehingga secara
umum keinginan ini mempengaruhi seseorang akan apa yang musti lakukan. Ini
dikarenakan juga selera
akan sesuatu tersebut ikut berperan aktif terhadap penilain yang nantinya akan
membentuk tindakan. Demikian dapat katakan, bahwa tendesi orang-orang yang terlibat
dalam aksi 1000 lilin untuk ahok dipengaruhi oleh selera orang tersebut.
Posisi keinginan impersonal
Bagaiamana sebagian individu dapat
terdorong untuk melakukan aksi 1000 lilin untuk Ahok? Mereka terikat oleh
keinginan impersolan, yaitu keingan yang secara kolektif mengatur sekelompok
orang. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, keinginan individual dapat
menyebabkan immoral selama mereka mementingkan ego individual diatas ego
impersonal. Ego impersonal adalah yang menyatukan tindakan secara kolektiv.
Kenikmatan dan ketidaknikmatan yang
terjadi karena kebiasaan secara inheren melekat dalam diri setiap individu.
Kenikmatan dan ketidaknikmatan secara kolektiv berlangsung disebabkan karena
kebiasaan aturan konvensional masyrarakat. Olehnya dalam satu kelompok
manyarakat dapat terjadi kesepahaman dengan kesamaan kebiasaan. Misalnya satu
kelompok masyarakat rajin ke masjid untuk shalat berjamaah dan memiliki
kenikmatan tersendiri. Lantas kapan salah satu di antara kelompok tersebut
tidak pergi shalat berjamaah dimasjid akan merasa tidak enak.
Ini berlaku juga untuk mereka yang
melakukan aksi 1000 lilin untuk Ahok. Mereka yang sepaham, sejalan dangan yang
diinginkan ahok, atau pernah merasakan kebaikan Ahok dan seterusnya, maka
mereka secara bersamaan akan sependeritaan ketika melihat yang terjadi pada
Ahok, dalam hal ini Ahok di vonis 2 tahun penjara. Kesadaran kolektiv ini
membangun paradigma bahwa kita harus memberikan dukungan secara materi atau
moril.
Perasaan kolektif yang dipengaruhi
kebiasaan dan penyebab konvensional inilah yang disebut keinginan impersonal.
Keinginan yang terbentuk oleh karena sama rasa dan kesepemahaman akan situasi.
Terlepas dari segala tendensi yang membangunya.
Di akhir tulisan ini, secara
keseluruhan, yang menyatukan masyrakat untuk melakukan aksi 1000 lilin untuk
Ahok tersebut adalah keinginan, selera atau ego, yang kemudian terangkum dalam
ego impersonal yang membangun kesadaran koletiv masyarakat. Apapun tendensi
dalam tindakan tersebut, Ahok telah berhasil menarik simpati yang mendalam oleh
karena jejak yang ditinggalkan.
Semoga bermanfaat.