Senin, 22 Mei 2017

Tubuhku yang berulang tahun (Pemikiran tentang Ulang Tahun)



Telah 17 hari setelah aku berulang tahun. Umurku sekarang terhitung menjadi 21 tahun. Usia yang tidak lagi bisa di sebut anak-anak tetapi juga tidak bisa di sebut sebagai dewasa. Aku senang menyebut fase 21 tahun sebagai fase dualitas. Aku masih memiliki sifat anak-anak tetapi berusaha untuk menjadi orang dewasa. dengan memiliki dua wajah itu pula, aku ingin mengucapkan bahwa ke “akuanku” masih berada di pertengahan jembatan antara kedirian dan struktur masyarakat.
Aku yang berumur 21 juga adalah “aku yang tercabik-cabik”. Begitu banyak kesadaran yang timbul dari dasar laut ketidak sadaran. Pengalaman-pengalaman terhadap putting ibu kembali timbul secara lebih nampak dan kompleks. Aku yang tercemaskan akibat keterpisahan dari esensi putting Ibu kembali terulang pada aku yang 21 tahun. Kali ini putting ibu “berwajah dua”. Wajah yang sebelah adalah aku yang didekap dada ibu. Dan wajah sebagian adalah putting ibu yang berbentuk putting masyarakat.
Aku yang berumur 21 tahun juga adalah aku yang menghisap putting masyarakat. Aku bisa menolaknya, tetapi aku akan mengalami kecemasan sebagai yang dianggap “kurang gizi” atau sebaliknya, memilih menghisap putting masyarakat dan di ninabobokkan lalu mati. Aku tahu, hanya putting ibu yang melilitku dengan plasenta sebagai esensi tubuhku. Sedangkan putting masyarakat adalah putting ilusi, sebuah putting yang menyamarkan bentuk payudara ibuku. Tetapi yang membuatku tercabik. Putting ibuku telah memasyarakat. Putting yang meruntuhkan tubuhku.
Di Umur 21 tahun, aku juga melihat tubuhku. Memandang kelaminku sebagai kuasa kejantananku. Kadang aku melihatnya sebagai yang lain. sebagai sesuatu yang tak pernah kuminta. Tuhan menyusun kelamin itu pada tubuhku. Padahal aku ingin menukar kelaminku dengan pena. Agar aku hanya berhasrat untuk mematahkan penaku.
Aku juga melihat jakun yang tumbuh di tengah leherku. Suaraku semakin berat dan bulu-bulu telah menguasai tubuhku. Aku tak pernah meminta untuk bertubuh seperti ini. Aku lebih ingin tidak bertubuh. Tubuh adalah kerinduan. Dan tubuhku tidak pernah tahu arti terpisah dan juga tidak becus mengalami kesepian. Sedang aku yang tidak bertubuh adalah aku yang sepi dan selalu terpisah.
Mengalami berbagai kompleksitas berwajah dua di umur 21 tahun sungguh seperti kencing dengan satu kaki. Aku di gerus oleh ilusi kehidupan. Kehidupan yang miskin esensial. Aku di tombak masyarakat yang tidak mengakui keakuanku . Meraka butuh aku yang menjadi lain. Aku yang berkuasa bukan aku yang esensi.
Inilah aku saat ini. aku yang akan menjadi berisik dan tiba- tiba menjadi diam. Aku yang tertawa dan tiba-tiba menjadi sedih. Kuingatkan untuk tidak berkawan denganku karena aku tiba- tiba menjadi musuh. Sungguh aku hanya ingin mencari kembali putting payudara yang pernah kuhisap dulu. Putting payudara yang bisu. Putting payudara universal. Putting yang melampaui putting ibuku. Putting payudara Tuhan.
Demikian catatan ini menandakan aku yang memilih untuk tidak memasyarakat.

***

Setelah anda membaca aku yang 21 tahun. Aku telah menjadi dia. Dan apa yang anda baca adalah apa yang anda pikirkan. Secara tidak sadar aku yang 21 tahun dalam tulisan ini telah mati dan bereinkarnasi menjadi dia. Tetapi dia juga telah mati dan kalianlah yang membunuhnya.

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon