Selasa, 28 Juli 2015

Pengertian Filsafat - Filsafat di Hutan Agave


Filsafat adalah ibarat bungkusan kado yang menyembunyikan sebuah hadiah yang masih abstrak. Jika kado itu berada didepan manusia umum maka kado itu ibarat sesuatu yang sangat membingungkan untuk dibuka. Tapi bila kado itu berada ditangan manusia yang berusaha autentik. Maka kado itu ibarat emas berlian. Tak sabar untuk membukanya.
Filsafat di dalam benak banyak orang, adalah sesuatu yang mengawang-ngawang. Awang-awangnya bisa jadi adalah sesuatu yang membingungkan, susah dimengerti, terlalu kabur atau terlalu abstrak. Hingga menyulitkan untuk bisa dicerna. Tapi mengawang-awang bisa jadi juga berarti sesuatu yang konyol, kurang kerjaan, over acting. Apalagi di dunia yang sudah dikelabui oleh libido konsumeristik. Dan teknologi yang sudah mencapai galaksi tetangga. Membuat Filsafat ibarat gunung api yang sudah kehabisan isi perut. Atau filsafat ibarat buku tebal yang menawan tapi hanya bisa membisu dibarisan buku-buku masakan.
Lebih dramatis lagi. Dunia pasca modern yang telah diwarnai oleh antusiasme keagamaan yang menggebu-gebu memandangi filsafat sebagai seorang yang liar, bebas dan sombong yang bisa membawa ancaman menuju kekacauan dan kemurtadan. Filsafat juga dipandang sebagai seorang yang mengalami gejala gangguan jiwa alias “gila”. Maka mereka menyarankan untuk tidak berteman dengan filsafat apalagi berusaha menjalin hubungan dengannya.
Dizaman libidosophy ini. Dunia telah menuhankan nafsu. Membawa manusia keujung harakiri peradaban. Sikap konsumeristik sudah berada pada puncak kecanduan yang parah. Sikap Fundamentalis positiv seakan-akan telah hancur lebur. Jika filsafat masih dianggap berharga. Filsafat hanya hadir sebagai penghibur sesaat. Ibarat hiasan diksi yang memajas hiperbolakan realitas saja. Atau menjadi topeng jenius bila menyisipkan kata-kata mutiara dari filosof tua disetiap kalimat yang di ucapkan. Adalah sesuatu yang bergengsi bila dikamar kita terpajang beberapa baris buku tebal Das Kapital atau karya Magnum Opus filosof lainnya dijajaran lemari kayu yang halus.



Namun seberapa jeleknya karikatur makhluk bernama filsafat itu. keindahannya tidak akan pernah terkikis habis lalu bergabung bersama sesuatu yang sudah tiada. Seliar apapun Filsafat itu. Dia sebenarnya adalah makhluk yang paling kalem. Berusaha menunjukkan cara berpikir yang lurus. Mengembalikan kodrat dialektika yang sudah muncul dimasa kanak-kanak. Filsafat adalah suatu upaya untuk mencari sesautu yang tak berujung. Di mana di masa pencarian itu bukanlah sesuatu yang menghabiskan keringat saja tapi itulah usaha sebenarnya menuju kautentikan diri.
Tradisi mistik yang diwarnai oleh berbagai mitos mulai dikepung oleh “senjata” tanya. Dan peluru yang paling tepat untuk menyerang mitos itu adalah cara berpikir filsafat. Ketika pola-pola baku mulai digugat dipengadilan dialektika. Filsafat berusaha menjadi hakim yang paling peka. Membahas langsung ke inti persoalan. Yakni membedakan manakah yang layak dibela, manapula yang layak dibebaskan.

Ketidak biasaan masyarakat untuk berpikir ala filsafat membawa Indonesia menuju kemiskinan diberbagai sisi kehidupan. Mulai dari kemiskinan materi, kemiskinan moral, kemiskinan mental, kemiskinan eksistensi sejati dan kemiskinan intelektual. Berbagai persoalan yang muncul di negeri yang sebenarnya kaya raya ini disebabkan karena kerancuan berpikir itu. Diskomunikasi amat mudah terjadi dan diskriminasi tak jarang menumpahkan darah. Indonesia menjadi terpalang, terkelompok oleh ego etnosentrisme. Kemerdekaan hanyalah menjadi bualan saja. Ilmuwan dan filosof masih terkungkung oleh penjajahan apatisme. Maka filsafat menjadi menu yang paling tepat untuk mengenyangkan Indonesia dari kelaparan madani.
Maka secara posesif. Filsafat adalah jalan keluar sekaligus menjadi jalan buntu. Jalan keluar bagi kemiskinan autentik diri. Ia juga menjadi jalan buntu bagi over libido. Maka belajar filsafat adalah sesuatu yang mutlak menuntut untuk berani menjelajahi hutan “agave” yang lebat. Menuntut diri untuk bebas dari penjajahan apatis. Jika tubuh sangat membutuhkan olahraga. Maka batin pula butuh olah batin. Maka filsafat adalah pilihan paling tepat untuk tumbuh sehat ber evolusi didunia yang sudah sekarat dan moral yang kian terdegradasi ini.

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon