Selalu seperti ini. Pagi hari yang menyebalkan. Aku terlalu membiasakan diri untuk bermalas malasan dihari minggu. Ibuku selalu bekerja keras untuk membangunkanku. Kadang ia harus bersuara agak keras. Padahal aku tahu ibuku berwatak seperti kapas begitu lembut. Tapi ibuku sadar juga. Aku harus dibangunkan demi kepatuhan terhadap peraturan Tuhan. Yaitu mendirikan sholat Subuh.
Aku terbangun setelah ibuku, katanya,menggoyangkan tubuhku tiga kali dan meniup telingaku dengan sebuah mantra. Entahlah. Tapi nampaknya mantra itu tak terlalu manjur. Atau telingaku yang mungkin terlalu sempit lubangnya. Hingga mantra ibuku yang masuk kedalam telingaku hanya sebagian selebihnya tak tahu jalan dan akhirnya tersesat menuju perutku. Ah dasar.
Mataku masih berat. Aku masih betah dengan mimpiku yang menghadirkan seorang gadis yang selama ini menjadi primadona disekolahku. Tapi suara lenting adzan yang khas membuatku terbangun dan gadis itu menghilang. aku terbangun bukan karena adzan itu terdengar merdu. Sebaliknya, sangat fals dan terlalu banyak cengkoknya. Mungkin kalau aku adalah mas Anang maka akan kukatakan “ kalau aku sih no”. Tapi aku tidak ingin terlalu banyak mengejeknya karena yang adzan itu adalah kakekku sendiri.
Aku berhasil melawan godaan iblis. Aku berhasil mendirikan sholat subuh berjamaah dimasjid. Meski aku tadi goyah sebanyak satu rakaat. Gadis yang kuimpikan tadi kembali hadir. Yah aku tertidur lagi pas ketika aku sholat subuh pada rakaat pertama. Tapi aku untungnya terbangun lagi setelah hampir terjatuh. Untung saja mataku terbuka pada saat imam akan rukuk. Kalau tidak aku pasti akan menanggung malu ketahuan tertidur ketika sholat.
Aneh, aku merasa sholat subuh ini sangat singkat. Rasanya sholat subuh yang kujalankan ini cuman sebanyak satu rakaat padahal yang aku dengar dari ibuku dan memang seperti biasanya sholat subuh itu dilaksanakan sebanyak dua rakaat. Tapi ia, aku tidak salah. Sholat subuh dihari minggu ini cuman satu rakaat saja. Dan aku yakin pak imam pasti keliru.
Aku sudah tahu jawabannya. Siapa yang keliru dan sholat subuh tetap berjumlah dua rakaat dan pak imam sebagaimana biasanya mengikuti aturan itu. Ibuku menahan marahnya dan mungkin bercampur rasa malu terlihat dari wajahnya yang memerah. Dia ingin berucap tapi ditahan. Karena tak kuat untuk menahannya ibuku berpaling dariku dan berjalan menuju dapur. Aku sekarang sudah tahu apa salahku.
Pintu rumah terbuka. Kakekku mengucapkan salam. Ibuku kembali duduk dihadapanku. Dan sekarang dengan wajah yang kembali memutih. ibuku sudah bisa mengendalikan amarahnya. Dan dia mulai memberikan nasihat. Sebelumya kakekku juga ikut duduk disampingku.
“lain kali kamu harus tidur cepat biar kamu bisa bangun cepat. Agar kamu semangat melaksanakan sholat subuh. Jangan seperti tadi. Ibu harus mengatakan ini. Karena kamu sekarang sudah remaja. Dan kamu harus tahu. Allah selalu mengawasi kita. Lain kali jangan kamu ulangi”
Setelah itu ibuku kembali berdiri dan menuju dapur kembali untuk menggoreng sangagara. Sedangkan aku melihat kakekku sedang memikirkan sesuatu. Mungkin dia bingung dengan kesalahan yang aku perbuat hingga membuat ibuku marah.
“Uak. Apakah benar bahwa Allah mengawasi semua pergerakan kita?” Aku mengajukan pertanyaan yang membuat kakekku membelalakkan matanya. Aku tahu dia terkaget tapi sesaat kemudian dia tersenyum.
“ Memangnya apa salahmu anak. Sampai-sampai kau buat ibumu marah. Ceritakanlah?” kakekku malah balik tanya.
“ aku tadi tidur uak. Waktu Subuh berjamaah dimasjid. Aku ternyata tertidur selama penuh satu rakaat. Dan baru terbangun ketika pak imam sudah rukuk pada rakaat kedua.”
“hahahahaa” kakekku dengan sangat senangnya dia tertawa memperlihatkan giginya yang masih lengkap.
“ sekarang kamu ulangi sholatmu anak. Ambil air wudhu dan sholat dikamarmu. Kali ini jangan sampai tertidur lagi?”
“tapi uak. Matahari sudah terbit.”
“tidak apa-apa kamu sholat saja. Allah pasti akan mengerti. Sekarang kamu pergi sholat setelah itu uak akan menjawab pertanyaanmu”
“iya kah uak. Kalau begitu aku sholat dulu?” entah dari kitab Fiqih manakah Kakekku mengambil pegangan. Bahwa sholat subuh masih bisa dilaksanakan pada saat matahari terbit. Tapi terserah saja. Katanya Allah pasti mengerti.
Dan kali ini aku sudah sepenuhnya memberikan kekalahan telak untuk iblis yang selalu hampir berhasil menggodaku. Tapi aku selalu berhasil menahan dan berusaha memberontak. Dan akhirnya sohal subuhku atau kali ini mungkin bisa dikatakan sholat SUDAH(subuh diwaktu Dhuha).
Aku mendapati kakekku masih duduk ditempatnya. Namun kali ini secangkir kopi dan sepiring sanggara sudah terhidang dihadapannya. Dan aku dengan cepat meraih satu potong sanggara dan duduk dihadapan kakekku.
“ Sekarang jawablah pertanyaanku uak. Sekaligus pertanyaan tadi malam.”
“sabar dulu. Satu-satu. Tapi sekarang habiskan dulu sanggara’mu. Dan setelah itu.”
“ apa? Uak akan menjawab pertanyaanku?”
“ nanti. Temani uak kepasar anak. Kita pergi menjual durian. Setelah itu.”
“uak akan menjawab pertanyaanku?”
“ sabar. Setelah itu ya kita pulang. Lalu.”
“ah uak. Lalu apa? Kapan uak akan menjawab pertanyaanku?”
“ lalu kita mandi dan makan siang. Setelah itu”
“ah sudahlah uak.”
“ hahahaha. Kamu ikut uak saja. Nanti uak akan memberikan jawabannya.”
Dibawah matahari yang sejuk. Dengan sapeda singking tua milik kakekku. Kami berjalan menuju pasar sejauh satu kilo. Melewati jalan beraspal yang masih lowong. Lalu dengan kaki yang sudah panas akhirnya kami sampai di pasar Daya. Sebuah lapak milik kakekku disanalah aku duduk beristirahat sambil meminum segelas air putih. Sedangkan kakekku mulai menyusun duriannya dari yang terbesar keyang paling terbesar. Semuanya pasti terasa manis dan baunya yang khas mengundang hidung yang tak sedang influensa datang mendekat. Sebentar saja durian milik kakek hampir habis. Cuman tersisa satu.
“ Uak. Bagaimana kalau yang satu ini kita makan saja” aku tadi sudah lama menahan nafsu untuk memakan durian itu. Bak menhan nafsu ibis ketika sholat subuh tadi. Tapi nafsu untuk memakan durian ini terasal lebih berat.
“kalau begitu ambil saja anak. Kita makan sama-sama”
Dibawah lapak yang mengahalang teriknya matahari aku dan kakekku menyantap raja dari semua buah-buahan yang sangat manis. Ditengah-tengah kenikmatan menyantap durian itu. Kakekku berucap.
“ anak kau lihat orang orang yang berlalu lalang dihadapan kita” aku lalu melihat orang orang itu.
Dan kakekku sambil memakan sebeji durian melanjutkan perkataannya.
“ Kau liat semua kesibukan mereka” aku kemudian lebih memperhatikan dengan seksama.
“ kau pikir mereka bergerak dengan sendirinya. Siapakah yang memberikan mereka kesibukan itu. Masing masing orang memiliki kesibukan tersendiri dan kesibukan-kesibukan mereka saling terhubung. Mereka bergerak dibawah sebuah pengawasan yang sangat canggih anakku. Sebuah pengawasan yang merekam setiap detik yang mereka lewati. Karena jika tak ada pengawasan, maka tak ada keteraturan. Mungkin kesibukan mereka akan saling bertabrakan. Dalam satu waktu. Mungkin kegiatan mereka akan berfokus pada satu tempat. Mungkin tanpa pengawasan. Hanya akan ada yang jahat. Dan hanya akan ada orang kaya. Dan mungkin tanpa pengawasan, kita akan berbuat sesuka akal.” Aku menyimak baik baik perkataan kakekku. Dan aku semakin bertambah penasaran.
“ lalu dengan apakah Tuhan itu mengawasi?” pertanyaanku yang keluar tiba tiba.
“ Dengan WahyuNya dan kemaha Pengawasaannya?”
“ benarkah Tuhan mengawasi kita, setiap detik, bahkan ketika aku bertelanjang dikamar mandi uak?”
“ Ia betul anak. bahkan Tuhan mengawasi semua yang akan kau pikirkan, yang kau pikirkan dan sesudah kau pikirkan. Maka dari itu jangan memikirkan sesuatu yang tidak kau harus pikirkan.”
“ saya masih bingung kek” sambil aku garuk-garuk kepala
“ dan kebingunganmu itu sedang diawasi oleh Tuhan.”
“ wah.?”
“Sekarang bereskan perlengkapanmu kita pulang”
Dengan beban pikiran yang agak sedikit berat aku dan kakekku pulang dengan berjalan lagi. Selama perjalanan aku bertanya-tanya lagi.
“kalau memang tuhan itu maha mengawasi. Kenapa Dia membiarkan kejahtan itu terjadi?”