Selasa, 25 Agustus 2015

TAN MALAKA, FILSAFAT DAN SEPAKBOLA




Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 – meninggal di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, 21 Februari 1949 pada umur 51 tahun) adalah seorang aktivis kemerdekaan Indonesia, filsuf kiri, pemimpin Partai Komunis Indonesia, pendiri Partai Murba, dan Pahlawan Nasional Indonesia.[1]
Tan Malaka adalah sebuah gelar semi kebangsawanan yang di ambil dari garis Matri(ibu).  Aslinya beliau dipanggil Ibrahim. Sosok Tan Malaka adalah sosok yang mistik yang artinya sangat rahasia. Tanggal lahirnya sendiri tidak dapat di pastikan. Sangking misteriusnya orang ini, Belanda tak bisa menyentuhnya.  Tan Malaka mempelajari ilmu agama dan berlatih pencak silat Pada tahun 1908, ia didaftarkan ke Kweekschool (sekolah guru negara) di Fort de Kock. Menurut gurunya GH Horensma, Malaka, meskipun kadang-kadang tidak patuh, adalah murid yang pintar. Di sekolah ini, ia menikmati pelajaran bahasa Belanda, sehingga Horensma menyarankan agar ia menjadi seorang guru di sekolah Belanda. Ia juga adalah seorang pemain sepak bola yang hebat. Ia lulus dari sekolah itu pada tahun 1913. Setelah lulus, ia ditawari gelar datuk dan seorang gadis untuk menjadi tunangannya. Namun, ia hanya menerima gelar datuk. Ia menerima gelar tersebut dalam sebuah upacara tradisional pada tahun 1913.
Tan Malaka adalah filosof Indonesia yang besar. dia masuk dalam kelompok filsafat kiri. Dalam perkancahan politik, Tan Malaka adalah seorang Komunis sejati. Filosof besar seperti Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin dan Friedrich Niatsche adalah guru panutannya yang mempengaruhi jalan arah pemikiran Tan Malaka untuk membenci Belanda dan semakin menggilai Komunis dan sosialis.
Dalam buku Madilog yang adalah salah satu karya magnum opusnya. Tan Malaka berbicara mengenai Filsafat. Menurutnya para ahli Filsafat sering berkata semaunya tak ada pangkal tak ada ujung. Maka untuk berfilsafat dengan baik Tan Malaka mengasosiasikan filsafat dengan sepakbola. “apabila kita ingin menonton satu pertandingan sepakbola, maka lebih dahulu kitakita mesti pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan itu. Kalau tidak begitu, bingunglah kita. Kita tak bisa tahu siapa yang kalah, siapa yang menang. Mana yang baik permainannya, mana yang tidak. Begitulah kalau kita masuki pustaka filsafat ratusan atau ribuan buku. Kita lebih dahulu mesti pisahkan arah pikiran ahli filsafat. Kalau tidak , niscaya akan bingunglah kita, tak bisa memisahkan siapa yang benar, siapa yang salah. Seperti para pemain sepakbola tadi kacau balau di mata kita, tak tahu apa maksudnya masing-masing, begitulah di mata kita para ahli filsafat berkata semau-maunya saja, tak ada pangkal tak ada ujung.”[2]
Dalam mengkaji Filsafat Tan Malaka memakai jubah pemikiran Friedrich Engels yang disebut Tan Malaka sebagai seorang co creator yang sama dengan Karl Marx. Menurut Tan Malaka Engels adalah seorang pendiam yang bergerak di belakang layar besar karl Marx.[3]
Sebagai seorang penonton sepak bola filsafat. Kita akan membagi dua tim yang akan bermain dilapangan filsafat. Tim Materialis akan melawan tim Idealis. Tim materialis bermain untuk membela para ploteral dan kaum tertindas sedangkan tim idealis berpihak pada kaum yang berpunya dan berkuasa.
Tim Materialis adalah Tim yang berprinsip bahwa hakikat dunia adalah materi. Tim ini berkeyakinan bahwa dunia tidak memiliki makna apapun dan tujuan apapun. Menurut mereka dunia bergerak sesuai dengan hukum alam. Tim Materialis memilik pemain –pemain terbaik seperti Epikuros, Demokritus, Lucretius Carus, Baron von Holbach, karl Marx dan Feurbach.
Sedangkan tim idealis adalah tim yang berprinsip bahwa hakikat dunia ini adalah alam ide. Dunia duniawi adalah dunia maya atau impian belaka yang tidak sempurna. Menurutnya dunia yang sejati adalah dunia ide. Tim ini di perkuat oleh pemain yang juga hebat sekaliber Plato, Hume,Berkeley, dan Hegel.
Marilah Kita menuju Stadion Auf Klarung  yang akan mempertontongkan Bigmatch antara Tim Idealis dan Tim Materialis. Biasanya pertandingan antara kedua tim ini banyak mengundang perhatian penonton. Bagi penonton yang memusuhi kaum Proteral yang dibela tim sepakbola materialis. Menganggap Materialisme itu sebagi tim yang berdasar atas daya upaya mencari kesenangan hidup tak terbatas, makan sampai muntah dan minum sampai mabuk. Sedangkan tim Idealis di bela sebagai tim yang berdasarkan kesucian yang paling tinggi dan lebih banyak memuaskan kepala dari pada perut. Padahal dalam permainan dilapangan yang sebenarnya. Anggapan para suporter seringkali terbalik.
Permaianan sepakbola filsafat sudah akan dimulai. Para pemain memasuki lapangan dan mendapat dukungan dari  kedua kubuh suporter masing-masing yang sudah membanjiri stadion Auf Klarung.  Wasit meniup peluit panjang. Permainan bigmatch Sepakbola filsafat sudah dimulai. Bola kini  berada di kaki pemain idealis bernomor punggung 12 David Hume. Dia membawa bola ke dalam dirinya sebagaimana David Hume beranggapan “jika saya memasuki diri saya maka saya akan mendapatkan berbagai macam pengertian dan bergulu-gulung gambaran mengenai Benda”. Mengapa Hume memainkan bola di dalam dirinya sendiri. Karena Bagi Hume warna, berat dan rasa sebuah bola ada pada diri Hume bukan pada bola itu . Bola itu tidak pernah ada yang ada hanyalah warna, berat,  rasa, pengertian dan gambaran yang berasal dari dalam diri Hume.
Tetapi bagaimana dengan diri Hume sendiri yang adalah benda untuk teman setimnya.? Hume beranggapan bahwa ia termasuk hanyalah gambaran untuk Berkeley. Hume tidak pernah ada, Hume hanyalah sebuah gambaran dan Ide dari tuan Berkeley. Sebagai seorang suporter kita bisa mengambil kesimpulan bahwa seorang pemain idealis disisi lain membatalkan benda tetapi juga menghancurkan dirinya sendiri, ini blunder yang fatal. Satu gol untuk tim materialis.
David Hume mempassing bola kerah kaki  Immanuel kant. Seorang pemain yang berasal dari Jerman. Dia berusaha bermain cantik dan menutupi kesalahan David Hume. Tetapi caranya mendrible bola tidak seberani dan sejujur David Hume. Immanuel Kant membawa bola kadang maju dan kadang mundur. Immanuel Kant beranggapan kita bisa mengetahui benda dengan panca indra, tetapi hakikat benda itu sendiri tidak bisa kita ketahui.” Bola yang di drible maju mundur oleh Hume akhirnya direbut oleh lawannya Engels pemain lincah dari tim Materialis. Engels menanggapi Kant bahwasanya “ kalau kita sudah mengetahui benda dengan Panca indra,maka apa lagi yang harus kita cari mengenai benda itu” bagi kaum materials itu sudah cukup.
Lebih lanjut lagi Engels menjelaskan bahwa dahulu nenek moyang kita hanya mengetahui 4 zat saja yakni tanah,api, udara dan air. Namun sekarang kita sudah bisa mengetahui bahwa ada 90 lebih zat asli elementer. Kita bisa melihat benda yang snagat kecil ukurannya dengan mikroskop. Kita bisa menciptakan sebuah senjata mematikan dengan hukum-hukum fisika dan kimia. Dan semua pemanfaatan benda untuk benda akan terus maju sesuai perkembangan teori. Lalu apakah yang harus di ungkapkan lagi dengan benda itu sendiri “Ding an Sich”.
Tetapi larilah Hegel dari tengah lapangan datang sliding dan mentackle kaki Engels. Dan bola akhirnya di rebut lagi oleh tim idealis yang kini berada di kaki Hegel. Hegel terkenal sebagai pemain yang licin karena ia memakai sepatu dialektika dan Logika hingga larinya begitu kencang tak dapat dikejar oleh pemain lain.
Hegel beranggapan bahwa “ide Absolut” lah yang menyusun realitas benda. Ide Absolut adalah yang menjalankan dan menjalani sejarah Konkret dan mengungkapkan dirinya di dalam sejarah itu. Ide absolut akhirnya bersifat metafisik dan mistik. Artinya sangat rahasia dan tidak dapat di jangkau.
Namun kecepatan berlari Hegel dapat dikejar akhirnya oleh pemain materialis yakni Feurbach.  Feurbach dalam karyanya Das Wesen des Cristentums ( Hakikat agama Kristen ) membalikkan pemikiran Hegel mengenai hubungan dialektik antara manusia dengan Roh Absolut. Bukan Ide absulut (Allah) yang membawa dirinya pada realitas melainkan manusialah realitas sejati. Dalam hal ini Feurbach lebih lanjut menjelaskan bahwa Roh absolut hadir sebagai hasil Proyeksi Manusia , citra,sifat-sifat dan keinginan manusia itu sendiri yang dilemparkan keluar. Atau lebih jelasnya Feurbach mengatakan Bukan ide Absolut yang menciptakan realitas tetapi realitas itulah yang menciptalan ide Absolut atau Bukan Allah yang menciptakan manusia tetapi manusialah yang menciptakan Allah menurut citranya sendiri.
Sungguh permainan sepak bola Filsafat bagi suporter sepakbola filsafat ( pelajar filsafat) adalah sebuah permainan yang sangat menghibur. Antara kedua tim , Idealis dan Materialis adalah tim yang sama-sama kuat. Hingga bola kebenara terus bergulir dan berpindah di kaki kaki pemikir idealis dan materialis. Maka sangat susah untuk menentukan siapakah yang akan menjadi pemenang  untuk permainan sepak bola Filsafat ini. Mungkin saja kali ini tim Materialis yang menang tapi esok Idealis membalas kekalahannya.  Permainan tentu saja menghadirkan pemenang dan pecundang. Tetapi untuk permainan Sepak Bola Filsafat tidak menghadirkan pecundang. Yang ada hanyalah pemenang. Karena pemain sepak bola Filsafat bermain bersama-sama untuk mencari kebenaran yang sejatinya kebenaran.

Penulis mengutip pandangan Marx bahwa “ Para ahli filsafat sudah memberikan bermacam-macam pemandangan untuk mencerahkan dunia itu. Yang perlu lagi ialah merubah dunia itu.” Para pemain SepakBola Filsafat sudah mempertontonkan permainan Tiki-Taka yang cantik sekarang saatnya muncul pra pemain baru untuk merubah permainan sepak bola Tiki-Taka itu.





















CAT. (Tan Malaka adalah seorang pemain sepak bola handal yang berposisi sebagai seorang Striker yang lincah. Dan permainannya akan semakin hebat jika ia tidak mengenakan sepatu.)



















Sumber



Tan Malaka, Madilog,(Yogyakarta:Penerbit Narasi,2014),

Sesudah Filsafat, Esai-Esai untuk Frans Magnis suseno.




[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Tan_Malaka
[2] Tan Malaka, Madilog,(Yogyakarta:Penerbit Narasi,2014), h. 51.
[3] Tan Malaka, Madilog,(Yogyakarta:Penerbit Narasi,2014), h. 52.

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon