Problem manusia
yang selalu menjadi permalahan sampai sekarang ialah tentang wujud
Tuhan. Para saintis telah mencurahkan segala upayanya untuk memecahkan
masalah itu. Namun semakin usaha itu ditingkatkan, semakin banyak pula
permasalahan yang ditemukan tentang ketuhanan itu.
Kajian
tentang keTuhanan, tidak hanya dikaji sejak zaman yunani kuno, tetapi
jauh sebelum itu, gagasan, pencarian akan argumen keberadaan Tuhan sudah
berlangsung, barangkali sejak lahirnya manusia pertamakali. Tetapi
ironisnya, belum dan bahkan tidak ada argumen yang memadahi untuk
membuktikan keberadaan Tuhan secara keseluruhan. Tidak ada argumen
universal yang mampu meluluhkan segala rasionalitas manusia, sehingga
manusia bisa menerimanya dengan rasional.
Anehnya,
walaupun tidak ada argumen yang kuat tentang keberadaan Tuhan itu,
manusia tetap meyakini bahwa Tuhan itu ada. Manusia tetap beribadah
kepada Tuhan, memohon kepadanya dan rela berkorban deminya. Dan tidak
sedikit yang menganut kepercayaan itu. Ternyata, menurut Karen Amstrog
dalam bukunya “Sejarah Tuhan” bahwa manusia menerima keberadaan
Tuhan itu bukan dari rasionalitas, tetapi dari keyakinan atau hati atau
menerima argumen ketuhanan yang sesuai dengannya.
Meskipun
demikian, segala usaha telah dilakukan oleh para saintis. Mereka mecoba
membuktikan keberadaan Tuhan itu dari berbagai perspektif. Secara garis
besar bisa diklasifikasikan menjadi argumen ontologis, kosmologis,
teleologis dan moral.
Pemahasan
ini lah yang akan disajikan dalam tulisan ini. Kami akan mencoba
menggali argumen-argumen itu secara mendalam, aktif dan berkobar.
Sehingga diharapkan mampu merangsang budi, hati dan jiwa audien untuk
terus menggali dan menggali gagasan tentang keilmuan secara luas. karena menurut kami, khusus penulis sendiri "Bukti adanya tuhan adalah ketidak adaan bukti ketiadaanNya" (A-filsafatisme)
1. Argumen Ontologis
Dalam
bukunya Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. Ontologis berarti, Ontos =
sesuatu yang berwujud, ontology = teori / ilmu tentang wujud tentang
hakikat yang ada. Argumen ontologis tidak banyak berdasar pada alam
nyata, tetapi argument ini berdasarkan pada logika semata. Argumen
ontologis ini dipelopori oleh Plato (428- 348) dengnan teori idenya.
Yang dimaksud ide ialah definisi atau konsep universal dari setiap
sesuatu. Menurut Plato yang ada di alam ini hanyalah bayang semata, dan
mempunyai ide. Dan ide tersebut yang merupakan hakikat dari sesuatu itu.
Ide tersebut sekaligus menjadi dasar wujud sesuatu itu. Ide bersifat
kekal, ide tersebut berada tersendiri yaitu alam ide. Benda-benda di
alam nyata senantiasa berubah ini, bukanlah hakikat tetapi hanya
bayangan, gambaran dari ide-idenya yang ada dalam alam ide, yaitu Zat
paling sempurna. Dengan kata lain, benda-benda yang dapat ditangkap,
diraba dengan pancaindra dan berubah ini bukanlah benda-benda yang asli,
bukanlah hakikat tetapi hanya bayangan. Benda berwujud karena ide-ide.
Ide-ide adalah tujuan dan sebab dari wujud benda-benda. Ide-ide
terkumpul atau bersatu dalam ide tertinggi yang diberi nama ide kebiakan
atau the Absolute God, yaitu yang mutlak baik. Yang mutlak baik
itu adalah sumber, tujuan dan sebab dari segala yang ada. Yang Mutlak
baik itu disebut juga Tuhan.
Selain
Oleh Plato, argument Ontologis ini dikeluarkan juga oleh St. Agustinus (
354-430M). Ia berpendapat bahawa di alam ini ada kebenaran. Pada saat
yang sama, akal akan mengetahui hal yang benar, namun terkadang
ragu-ragu bahwa apa yang diketahuinya itu benar. Dengan kata lain Akal
manusia mengetahui bahwa di atasnya masih ada sesuatu kebenaran yang
tetap, kebenaran yang tak berubah-ubah. Kebenaran ini lah yang menjadi
sumber dan cahaya bagi akal dalam usaha mengetahui apa yang benar.
Kebenaran yang tetap dan kekal itu merupakan kebenaran mutlak dan
disebutlah dengan Tuhan.
Kemudian
argument ontologism ini dikeluarkan oleh St. Anselm dari Cantebury
(1033-1109). Ia mengeluarkan konsep sesuatu yang Maha besar, maha
sempurna, sesuatu yang tak terbatas. Zat yang serupa ini mesti mempunyai
wujud dalam hakikat, sebab kalau ia tak mempunyai wujud dalam hakikat
dan hanya mempunyai wujud dalam pikiran, zat itu tidak mempunyai sifat
lebih besar dan sempurna dari yang lain. Mempunyai wujud dalam alam
hakikat, lebih besar dan sempurna daripada mempunyai wujud dalam alam
pikiran. Yang maha sempurna dan sesuatu yang besar itu ialah Tuhan, dan
karena sesuatu yang terbesar dan tersempurna tak boleh tidak mesti
mempunyai wujud, maka Tuhan mesti mempunyai wujud. Tuhan mesti ada.
2. Kosmologi Membendung Keraguan terhadap Eksistensi Tuhan
Ada
merupakan apa yang memiliki akualitas. Lorens bagus menyamakannya
dengan eksistensi dalam pengertian secara umum. Jadi ada itu tidak harus
tampak pada indera atau ada itu tidak terbatas pada yang temporal saja,
tetapi lebih dari itu juga termasuk yang metafisik, yang tidak tampak
pada indera, yang mempunyai akualitas.
Kosmologi
berarti alam semesta, dunia. Lebih luasnya, ia berpengertian ilmu
tentang alam semesta sebagai suatu sistem yang rasional dan teratur.
Dalam kajiannya, menyatakan bahwa alam adalah bersifat mungkin dan
bukannya wajib dalam wujudnya. Alam adalah akibat dan setiap akibat
tentu ada sebabnya.
Kosmologi
ini sering kali disebut dengan sebab akibat. Di dalam hukum sebab
akibat, selalu ada yang lebih dahulu (prioritas). Setiap sebab akibat
pasti ada yang mengatakan bahwa yang satu adalah sebab dan yang satu
adalah akibat. Sedangkan sebab harus mendahului akibat.
Oleh Ibnu Sina dikatakan bahwa alam pada dirinya adalah mumkin al-wujud.
Kalau alam itu merupakan mumkinun wujud, maka tidak mungkin
mengaktualkannya sendiri. Di mana terdapat mumkinul wujud, maka harus
diaktualkan. Kalau mumkinul wujud itu dibiarkan, maka tidak pernah
aktual karena sifat dasar dari wujud potensial itu adalah bahwa jika dia
diaktualkan tetapi tidak bisa mengaktualkan dirinya sendiri.
Kalau alam yang pada dirinya adalah mumkin al-wujud,
maka sampai kapan pun ia tidak akan mewujud kecuali ada yang
mengaktualkannya dan yang mengaktualkannya sudah pasti ia adalah aktual,
karena kalau ia potensi juga. Jangankan mengaktualkan orang lain,
mengaktualkan dirinya sendiri saja tidak bisa? Jadi jika alam dibiarkan,
tanpa bantuan Allah, ia hanya ada dalam potensi saja. Dengan bantuan
Allah, kemudian alam menjadi seperti yang kita alami.
Al-Kindi
tidak mau ketinggalan, ia juga membuktikan keberadaan Tuhan dengan tiga
konsep kosmologinya, yaitu; barunya alam pembuktian adanya Tuhan,
keragaman dalam ujun juga demikian dan kerapian alam tak terelakkan
bahwa ia tak mungkin serapi itu tanpa ada yang merapikannya, ia pasti
maha sempurna. Terus, bagaimana tuhan itu? Al-Kindi mengatakan bahwa
tuhan ialah kenegativan. Ia bukan benda, bukan pula bentuk, tidak
mempunyai kwantitas, tidak mempunyai kwalitas dls.
3. Keberadaan Tuhan dalam Perspektif Teleologi
Teleologi itu berasal dari bahasa yunani telos yang berarti tujuan, akhir dan logos
yang berarti doktrin. Istilah ini diperkenalkan oleh Christian Wolff
pada abad ke-18. Dengan demikian teleologi merupakan studi tentang
gejal-gejala yang memperlihatkan keteraturan rancangan, tujuan, akhir,
maksud, kecenderungan, sasaran dan bagaimana hal ini dicapai dalam
proses perkembangan. Eksistensi ialah apa yang memiliki aktualitasa. Ia menekankan bahwa sesuatu itu ada.
Seperti
yang dikatakan William Paley, manusia mempunyai membunyai tubuh dengan
struktur yang seperna. Contohnya tangan, kaki, mata dsb. Ini merupakan
alat tubuh yang sangat ideal. Kesempurnaan tubuh itu tidak lah kosong
tanpa kegunaan tertentu, tatapi ia mempunyai tujuan yang sangat begitu
penting sesuai dengan alat itu sendiri. Setiap alat tubuh mempunyai
tujuan tertentu. Kita ambil sample mata, mata yang sempurna ini
mempunyai tujuan yang sangat urgen bagi kehidupan manusia sebagai alat
penglihat. Kita bayangkan bagaimana manusia bisa beraktivitas kalau
tidak ada mata. Keadaan ini tidak hanya berlaku kepada manusia saja,
tetapi seluruh alam pun juga demikian, mempunyai tujuan tertentu.
Dalam
pandangan teleologi, segala sesuatu di pandang sebagai struktur
(organisasi) yang tersusun dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan
erat dan bekerja sama untuk tujuan prganisme itu. jadi dunia ini bagi
seorang teleologi tersusun dari bahan-bahan yang erat hubungannya satu
dengan yang lainnya dan bekerja sama untuk tujuan yang tertentu.
Tujuan
alam yang dimaksud di sini ialah kebaikan dunia dalam keseluruhan.
Dalam artian ia terus beredar dan berevolusi menuju kebaikan universal
di bawah pimpinan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di muka
bumi yang juga sebagai khalifahnya. Nah, kalau demikian, tidak mungkin
alam berjalan sendiri menuju tujuan tertentu itu. oleh karena itu,
dibalik kejadian tersebut, pasti terdapat yang zat menggerakkan atau
menentukan tujuan tertentu. Zat itu tidak mungkin tidak sempurna, pasti
jauh lebih sempur dari yang ditentukan. Zat yang maha sempurna ini lah
yang disebut dengan Tuhan.
4. Moralalitaspun tak Gentar MembuktikanNya
Mengenai
wujud Tuhan dalam argument moral, Immanuel Kant berargumen bahwa
menurutnya argument moral inilah yang benar-benar membawa kepada
keyakinan. Kant berpendapat bawaha manusia mempunyai perasaan moral
yang tertanam dalam jiwa dan hati sannubarinya. Orang merasa bahwa ia
mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan
menjalankan perbuatan-perbuatan baik.
Kant
berpendapat bahwa perbuatan baik menjadi baik tidak karena
akibat-akibat baik yang timbul dari perbuatan itu dan tidak pula karena
agama mengajarkan bahwa perbuatan itu baik. Sesuatu perbuatan adalah
baik, karena manusia tahu dari perasaan yang tertanam dalam jiwanya
bahwa ia diperintahkan untuk mengerjakan yang baik itu. Berdasar pada
pendapat ini, Kant mengatakan bahwa manusia mempunyai kemerdekaan,
karena tiap hari manusia selalu mengadakan pilihan antara tunduk pada
perintah hati sanubari dan patuh pada kemauan. Kant berpendapat bahwa
logika tak dapat membawa keyakinan tentang adanya Tuhan dan oleh karena
itu ia pergi kepada perasaan. Perasaan inilah yang dapat membuktikan
dengan sejelas-jelasnya bahwa tuhan itu mesti ada. Kalau akal memberi
kebebasan bagi manusia untuk percaya atau tidak percaya pada adanya
Tuhan, hati sanubari member perintah kepadanya untuk percaya bahwa Tuhan
itu ada.
Argument
moral ini disederhanakan sebagai berikut, Kalau manusia merasa bahwa
dalam dirinya ada perintah mutlak untuk mengerjakan yang baik dan
menjauhi perbuatan yang buruk, dan kalau perintah ini bukan diperoleh
dari pengalaman, tetapi telah terdapat dalam diri manusia, maka printah
itu mesti berasal dari suatu zat yang tahu akan baik dan buruk. Zat
inilah yang disebut Tuhan.
Salam Filosof
Salam Filosof
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. Filsafat Agama, (Jakarta: Rajawali Press. 2009 ). Hal. 171
Harun Nasution. Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang. 2003), hal.53
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, cet. Iv, 2005), h. 183