Jumat, 20 November 2015

Pengertian Universitas (Hakikat Perguruan Tinggi)

Pada hakekatnya Universitas (Perguruan Tinggi) adalah masyarakat ilmiah (para dosen, mahasiswa dan para pelaksana teknis dalam lingkungan perguruan tinggi) yang bertugas memajukan martabat manusia dan warisan budaya melalui penelitian, pengajaran dan pelayanan, yang dapat diberikan kepada lingkungan setempat, nasional, regional dan internasional. Agar tugas ini dapat dilaksanakan dengan baik, oleh negara atau yayasan pendirinya kepada Universitas diberikan otonomi kelembagaan dan kebebasan akademik. Otonomi kelembagaan itu membuat Universitas dapat menjalankan tugas utamanya dengan bebas, baik misalnya dalam penerimaan mahasiswa, pengolahan dan pengelolaan program studi dan metode, pemilihan proyek penelitian, maupun dalam pengelolaan anggaran. Tentulah kebebasan itu ada juga batasnya. Namun pada azasnya, negara atau yayasan pendiri perlu menjamin tidak akan melibatkan diri pelaksanaan tugas yang mulia itu.


Kebebasan akademik pada dasarnya bersumber pada martabat manusia yang memiliki kebebasan dasar, katakanlah hak azasi, yaitu kebebasannya dalam menentukan nasibnya sendiri, kecuali keterbukaannya sendiri kepada Yang Transenden, Allah, sumber segala sesuatu baik yang kelihatan maupun yang tak kelihatan. Keterbukaan kepada Yang Transenden itu terungkap dalam kecenderungannya untuk senantiasa mencari, menemukan dan mengkomunikasikan kebenaran dalam setiap bidang pengetahuan, sampai kepada akarnya yang terdalam. Kebebasan akademik dapat dirumuskan sebagai kebebasan para pengajar dan peneliti dalam lembaga pendidikan tinggi untuk mengkaji dan mendiskusikan masalah yang menyangkut ilmu pengetahuannya dan untuk mengungkapkan kesimpulan-kesimpulannya melalui publikasi dalam forum yang sesuai tanpa campur tangan atasannya, kecuali jika oleh lembaga profesi yang berwewenang metodenya dinilai tidak memadai atau bertentangan dengan etika profesi. Maka kompetensi ilmiah dan etika profesi secara alami membatasi ruang gerak seorang pengajar atau peneliti.

Kebebasan akademik terkait dengan hakekat universitas sebagai forum untuk bertanya, termasuk mempertanyakan asumsi yang biasanya tidak ditanyakan. Semua itu dilakukan dalam rangka mencari kebenaran dan memberi kepastian mengenai sumber dari mana pengetahuan diperoleh. Dalam konteks itu kejujuran merupakan salah satu prinsip yang harus ada bagi tegaknya kebebasan akademik dan kelangsungan hidup universitas. Sekaligus juga harus dicatat bahwa hasil penelitian seorang anggauta masyarakat akademis pada akhirnya tidak bisa lepas sama sekali dari, dan sangat tergantung kepada, hasil penelitian orang lain (sebelumnya) juga. Ilmu pengetahuan merupakan akumulasi prestasi banyak pribadi yang secara langsung atau tidak langsung telah membentuk kerjasama tak kunjung henti menuju kepada pengungkapan kebenaran.

Sebenarnya, otonomi kelembagaan dan kebebasan akademik ini terkait erat juga dengan otonomi ilmu pengetahuan. Kesadaran akan hal ini, atau pengakuan akan otonomi itu, baru terbentuk sesudah melalui proses yang yang panjang, khususnya dalam kaitannya dengan (kekuasaan) keagamaan. Dalam sejarah dikenal, misalnya, peristiwa Galileo yang ternyata harus dicacat sebagai konflik yang tidak perlu terjadi antara ilmu pengetahuan dan agama. Otonomi ilmu pengetahun pada akhirnya disadari merupakan konsekuensi logis dari otonomi manusia yang memiliki akal-budi. Akal-budi, yang diakui sebagai rahmat istimewa dari Yang Transenden kepada manusia, ternyata mampu menemukan hukum-hukum alam dan hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat manusia yang imanen. Lebih konkrit lagi, cabang-cabang ilmu dalam ilmu pengetahuan ternyata memiliki metodenya sendiri-sendiri, yang sifatnya khas apalagi dalam konteks cabang ilmu yang bersangkutan. Oleh kemajuan ilmu pengetahuan, seakan-akan dunia dibebaskan dari pengaruh agama, dalam arti agama dan apa yang sakral tidak lagi menguasai masyarakat manusia dan pandangan tentang manusia. Sebagai akibatnya muncul gerakan-gerakan yang berusaha memberi warna agama (tertentu) kepada ilmu pengetahuan. Namun pelajaran berharga dari peristiwa Galileo adalah, bahwa ilmu pengetahuan berurusan dengan kebenaran yang hanya dapat diperoleh melalui kegiatan penalaran yang sistematis dan koheren, sedang agama berurusan dengan kebenaran iman, yang hanya dapat diperoleh dalam sikap hati yang tulus membuka hati kepada Yang Transenden, Allah yang maha gaib itu. Menurut Yohanes Paulus II, jika dilaksanakan dengan cara yang sungguh-sungguh ilmiah dan sesuai dengan norma moral, sesungguhnya ilmu pengetahuan tidak pernah bertentangan dengan iman. Truth cannot contradict truth.

Setelah menguraikan prinsip-prinsip yang mendasari sebuah unversitas, sekarang dapat dibahas misi universitas dan tantangannya pada zaman ini.

Misi utama universitas adalah humanisasi (pemanusiaan). Bagi setiap orang yang menggabungkan diri dalam masyarakat akademis itu sebagai mahasiswa, misi humanisasi dialami sebagai proses pendidikan, yaitu proses yang memungkinkan mahasiswa itu membangun visi kehidupan, yaitu pandangan menyeluruh mengenai posisi dan peranannya di masa depan dalam masyarakat dan bangsanya. Dengan demikian ia dapat berharap akan menjadi manusia yang berkepribadian utuh, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, serta memiliki wawasan yang terbuka dan dewasa. Dalam konteks itu pendidikan sekaligus berarti pembudidayaan dan pemberdayaan.

Bagi masyarakat dan bangsa yang dilayaninya, misi humanisasi terwujud dalam keterlibatannya dalam “mencerdaskan kehidupan bangsa”, dalam proses pewarisan nilai-nilai budaya yang luhur kepada generasi penerus, serta dalam keikut-sertaannya dalam mewujudkan ketertiban dunia. Semua itu dilakukan oleh Universitas antara lain melalui dialog dan kajian antara berbagai disiplin ilmu pengetahuan, dengan mengembangkan dialog budaya dan mengkaji masalah-masalah manusia dewasa ini, dan dengan mendorong dialog yang jujur antara iman dan akal-budi. Itu semua merupakan tantangan konkret universitas zaman ini.


Ditulis oleh : F Soesianto

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon