Menurut Jujun S. Suria Sumantri, jenis manusia dalam kehidupan ini
berdasarkan pengetahuannya dibedakan sebagai berikut :
-
Orang yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya
-
Orang yang mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya
-
Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang diketahuinya
-
Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya.
Orang yang dapat memperoleh pengetahuan yang benar apabila orang
tersebut termasuk
golongan 1 dan sekaligus 2 yaitu :
-
Orang yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya
-
Orang yang mengetahui apa yang tidak diketahuinya
Dengan demikian maka filsafat didorong untuk mengetahui :
-
Apa yang telah kita ketahui
-
Apa yang belum kita ketahui
Pengetahuan diperoleh dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan
rasa ragu-ragu dan
filsafat dimulai dari kedua-duanya.
Orang mampu berfilsafat apabila :
-
Rendah hati
Memahami bahwa tidak semuanya akan dapat diketahui dan merasa dirinya
kecil dibandingkan dengan kebesaran alam semesta.
Filsuf Faust mengatakan : ”Nah disinilah aku, si bodoh yang malang,
tak lebih pandai dari
sebelumnya”. Socrates menyadari
kebodohannya dan bilang ” Yang saya ketahui adalah
bahwa saya tak tahu apa-apa”
-
Bersedia untuk mengoreksi diri, berarti berani berterus terang terhadap seberapa jauh
kebenaran yang sudah kita jangkau
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita alami sejak di bangku sekolah
dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat
tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri sendiri :
-
Apakah yang sebenarnya saya ketahui tentang ilmu
-
Apakah ciri-ciri yang hakiki tentang ilmu dibanding dengan yang bukan ilmu
-
Bagaimanakah saya tahu bahwa ilmu yang saya ketahui memang benar
-
Kriteria apa untuk menentukan kebenaran.
Berfilsafat antara lain meliputi :
-
Apakah ilmu yang telah ada sudah benar
-
Mengapa kita harus mempelajari ilmu
-
Apakah kegunaan ilmu itu
-
Apakah ilmu yang ada sudah meliputi semua aspek kehidupan
-
Di manakah batas cakupan ilmu.Apakah ada aspek kehidupan yang tidak dapat dijelaskan
oleh ilmu
-
Apakah kelemahan dan kekurangan ilmu
Pada hakekatnya berfilsafat adalah merenung.
Orang berfilsafat diibaratkan seperti
seseorang di malam hari yang cerah memandang ke langit melihat
bintang-bintang yang bertaburan dan merenungkan hakekat dirinya
dalam lingkungan alam semesta. Di samping itu juga memperhatikan
tanah tempat berpijaknya dan berkeinginan
untuk membongkarnya secara fundamental.
Hamlet berkata ” Ah Horaito, masih banyak
lagi di langit dan di bumi, selain yang
terjaring dalam filsafatmu ”. Inilah
karakteristik berpikir filsafat yang pertama yaitu menyeluruh”.
Namun demikian ilmuwan juga memiliki kelemahan. Sebagai contohnya,
ahli fisika nuklir memandang rendah ahli ilmu sosial, lulusan IPA
merasa lebih tinggi dibanding lulusan IPS, ilmuwan memandang rendah
pengetahuan lain, ilmuwan meremehkan moral, agama, dan estetika.
Sebaiknya ilmuwan tersebut menengadah ke bintang-bintang dan kalau
dia normal akan berkata ” Lho, kok masih ada langit lain di luar
tempurung kita” dan akhirnya dia menyadari kebodohannya. Pada saat
itu Socrates berkata : ”Ternyata saya tak tahu apa-apa”.Selanjutnya
Socrates berpikir filsafati sebagai berikut :
-
Dia tidak percaya bahwa ilmu yang sudah dimilikinya itu benar
-
Apakah kriteria untuk menyatakan kebenaran
-
Apakah kriteria yang digunakan tersebut sudah benar
-
Apakah hakekat kebenaran itu sendiri.
Socrates berpikir tentang ilmu secara mendalam dan
ini merupakan karakteristik berpikir filsafat yang kedua yaitu
mendasar.
Pertanyaan-pertanyaan berputar-putar dan melingkar
yang seharusnya mempunyai titik awal dan titik akhir.Namun bagaimana
menentukan titik awal? Akhirnya untuk menentukan titik awal, kita
hanya berspekulasi. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang
ketiga yaitu spekulatif.
Ciri filsafat adalah spekulatif dalam arti bahwa
untuk menembus suatu rangkaian pengetahuan harus dengan penjelajahan
berbekal asumsi, meskipun dengan asumsi yang spekulatif. Contoh,
dengan adanya UFO (Unidentified Flying
Object), manusia mulai berpikir bahwa
manusia bukan satu-satunya penghuni alam semesta (lihat Lampiran I).
Akhirnya kita menyadari bahwa semua pengetahuan
yang sekarang ada dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian spekulasi
kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan
titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Dengan demikian lengkaplah
tiga karakter berpikir filsafat yaitu menyeluruh, mendasar, dan
spekulatif.