Beramadhan dengan cara filosofis
Allah Swt berfirman “"bulan
Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu..."
—(Al-Baqarah 2: 185)
Alhamdulillah.
Segala puji bagi Tuhan yang melonggarkan waktu. Dengan kelonggarannya Allah Swt masih memberikan kesempatan
untuk bertemu waktu Ramadhan sekali lagi di tahun 2015. Waktu yang harusnya di
jadikan sebagai waktu untuk mensucikan diri. Juga waktu yang dijadikan sebagai
tempat untuk mempantaskan diri di hadapan Tuhan. Dan waktu Ramadhan secara filosofis
dijadikan sebagai ajang untuk mengenal diri.
Ramadan berasal dari akar kata ر م ﺿ , yang berarti panas yang menyengat. Bangsa Babylonia yang
budayanya pernah sangat dominan di utara Jazirah Arab menggunakan luni-solar
calendar (penghitungan tahun
berdasarkan bulan dan matahari sekaligus). Bulan
kesembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi
hingga petang batu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh sengatan
matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu malamnya.
Di malam hari panas di bebatuan dan pasir sedikir reda, tapi sebelum dingin
betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi berulang-ulang,
sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas yang menghanguskan.
Hari-hari itu disebut bulan Ramadan, bulan dengan panas yang menghanguskan.
Setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis
bulan, yang rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis matahari,
bulan Ramadan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Orang lebih
memahami 'panas'nya Ramadan secara metaphoric (kiasan). Karena di hari-hari
Ramadan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Atau,
diharapkan dengan ibadah-ibadah Ramadan maka dosa-dosa terdahulu menjadi hangus
terbakar dan seusai Ramadan orang yang berpuasa tak lagi berdosa. Wallahu
`alam.
Dari akar kata tersebut kata Ramadan digunakan untuk
mengindikasikan adanya sensasi panas saat seseorang kehausan. Pendapat lain
mengatakan bahwa kata Ramadan digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa
dihapuskan oleh perbuatan baik sebagaimana matahari membakar tanah. Namun kata ramadan tidak dapat disamakan artinya
dengan ramadan. Ramadan dalam bahasa arab artinya orang yang sakit mata mau
buta. Lebih lanjut lagi hal itu dikiaskan dengan dimanfaatkannya momen Ramadan
oleh para penganut Islam
yang serius untuk mencairkan, menata ulang dan memperbaharui kekuatan fisik, spiritual dan tingkah lakunya, sebagaimana panas
merepresentasikan sesuatu yang dapat mencairkan materi.
Ramadhan juga disebut sebagai
bulan shaum atau bulan puasa. Bulan yang artinya selama kurun waktu sebulan itu
di isi dengan kegiatan berpuasa. Dari terbitnya matahari hingga tenggelamnya
matahari. Namun bulan puasa tidak akan memiliki arti jika tak beramadhan. Karena
jika difilosofiskan. Inti dari puasa adalah proses penyucian. Maka dengan
berpuasa saja tanpa Ramadhan adalah nihil. Namun beramadhan dengan berpuasa
adalah kesempurnaan.
Ada banyak sekali ibadah yang
ditawarkan Tuhan di bulan Ramadhan. Mulai dari puaa itu sendiri. Sholat wajib
yang pahalanya dijanjikan berlipat ganda. Juga sholat sunnah yang di seolah
olahkan sama nilainya dengan sholat wajib. Bacaan Al-Qur’an yang adalah satu
huruf nilainya 10 pahala. Sholat tarawih yang dilaksanakan setelah sholat isya.
juga sahur dan berbuka puasa yang mengajarkan kebersamaan. Lalu datanglah hari
ke tujuh belas. Hari yang disebut sebgai hari lailatul Qadar. Malam yang adalah
malam seribu bulan. Malam yang begitu penting. Malam yang menjadi puncak dari
bulan ramadhan.
Bulan ramadhan jika kita tilik
esensinya. Seorang yang sedang menjalankan Ramadhan sama dengan seorang yang
sedang mencari harta karun yang terletak diatas sebuah gunung. Awal ramadhan
manusia berada pada lereng gunung mempersiapkan dirinya mendaki gunung untuk
mendapatkan harta karun di puncak. Namun manusia harus mesti menahan(berpuasa)
dari egonya untuk ingin cepat mendapatkan hasil. Selain dari pada itu dia harus
mesti selalu ingat dengan Tuhannya. Jika itu dilakukannya maka dia akan berada
di puncak pada hari ke 17. Dan harta karun akan ia peroleh yakni malam lailatul
Qadar. Sebuah harta qarun dari sang maha kebenaran. Lalu setelah mendapatkan
hasil itu manusia harus mempertahankan apa yang sudah di raihnya hingga terus
berada kembali ke lereng gunung. Jika ia berhasil maka dia akan disambut dengan
hari raya idul fitri.
Kurang lebih seperti itulah
gambaran akan manusia yang sedang berpuasa. Ramadhan mesti dijadikan sebagai
peluang untuk memperkenalkan diri di hadapan Tuhan. Yang adalah tempat kita
untuk kembali. Yang adalah dialah yang menciptakan kita dari ketiadaan. maka marilah
kita beramadhan dengan cerdas.