Filsafat adalah
ibarat bungkusan kado yang menyembunyikan sebuah hadiah yang masih abstrak.
Jika kado itu berada didepan manusia umum maka kado itu ibarat sesuatu yang sangat
membingungkan untuk dibuka. Tapi bila kado itu berada ditangan manusia yang
berusaha autentik. Maka kado itu ibarat emas berlian. Tak sabar untuk
membukanya.
Filsafat di dalam
benak banyak orang, adalah sesuatu yang mengawang-ngawang. Awang-awangnya bisa
jadi adalah sesuatu yang membingungkan, susah dimengerti, terlalu kabur atau
terlalu abstrak. Hingga menyulitkan untuk bisa dicerna. Tapi mengawang-awang
bisa jadi juga berarti sesuatu yang konyol, kurang kerjaan, over acting. Apalagi
di dunia yang sudah dikelabui oleh libido konsumeristik. Dan teknologi yang
sudah mencapai galaksi tetangga. Membuat Filsafat ibarat gunung api yang sudah
kehabisan isi perut. Atau filsafat ibarat buku tebal yang menawan tapi hanya
bisa membisu dibarisan buku-buku masakan.
Lebih dramatis
lagi. Dunia pasca modern yang telah diwarnai oleh antusiasme keagamaan yang
menggebu-gebu memandangi filsafat sebagai seorang yang liar, bebas dan sombong
yang bisa membawa ancaman menuju kekacauan dan kemurtadan. Filsafat juga
dipandang sebagai seorang yang mengalami gejala gangguan jiwa alias “gila”.
Maka mereka menyarankan untuk tidak berteman dengan filsafat apalagi berusaha
menjalin hubungan dengannya.
Dizaman
libidosophy ini. Dunia telah menuhankan nafsu. Membawa manusia keujung harakiri
peradaban. Sikap konsumeristik sudah berada pada puncak kecanduan yang parah.
Sikap Fundamentalis positiv seakan-akan telah hancur lebur. Jika filsafat masih
dianggap berharga. Filsafat hanya hadir sebagai penghibur sesaat. Ibarat hiasan
diksi yang memajas hiperbolakan realitas saja. Atau menjadi topeng jenius bila menyisipkan
kata-kata mutiara dari filosof tua disetiap kalimat yang di ucapkan. Adalah
sesuatu yang bergengsi bila dikamar kita terpajang beberapa baris buku tebal
Das Kapital atau karya Magnum Opus filosof lainnya dijajaran lemari kayu yang
halus.
Namun seberapa
jeleknya karikatur makhluk bernama filsafat itu. keindahannya tidak akan pernah
terkikis habis lalu bergabung bersama sesuatu yang sudah tiada. Seliar apapun
Filsafat itu. Dia sebenarnya adalah makhluk yang paling kalem. Berusaha
menunjukkan cara berpikir yang lurus. Mengembalikan kodrat dialektika yang
sudah muncul dimasa kanak-kanak. Filsafat adalah suatu upaya untuk mencari
sesautu yang tak berujung. Di mana di masa pencarian itu bukanlah sesuatu yang
menghabiskan keringat saja tapi itulah usaha sebenarnya menuju kautentikan
diri.
Tradisi mistik
yang diwarnai oleh berbagai mitos mulai dikepung oleh “senjata” tanya. Dan
peluru yang paling tepat untuk menyerang mitos itu adalah cara berpikir filsafat.
Ketika pola-pola baku mulai digugat dipengadilan dialektika. Filsafat berusaha
menjadi hakim yang paling peka. Membahas langsung ke inti persoalan. Yakni
membedakan manakah yang layak dibela, manapula yang layak dibebaskan.
Ketidak biasaan
masyarakat untuk berpikir ala filsafat membawa Indonesia menuju kemiskinan diberbagai
sisi kehidupan. Mulai dari kemiskinan materi, kemiskinan moral, kemiskinan
mental, kemiskinan eksistensi sejati dan kemiskinan intelektual. Berbagai
persoalan yang muncul di negeri yang sebenarnya kaya raya ini disebabkan karena
kerancuan berpikir itu. Diskomunikasi amat mudah terjadi dan diskriminasi tak
jarang menumpahkan darah. Indonesia menjadi terpalang, terkelompok oleh ego
etnosentrisme. Kemerdekaan hanyalah menjadi bualan saja. Ilmuwan dan filosof
masih terkungkung oleh penjajahan apatisme. Maka filsafat menjadi menu yang
paling tepat untuk mengenyangkan Indonesia dari kelaparan madani.
Maka secara
posesif. Filsafat adalah jalan keluar sekaligus menjadi jalan buntu. Jalan
keluar bagi kemiskinan autentik diri. Ia juga menjadi jalan buntu bagi over
libido. Maka belajar filsafat adalah sesuatu yang mutlak menuntut untuk berani
menjelajahi hutan “agave” yang lebat. Menuntut diri untuk bebas dari penjajahan
apatis. Jika tubuh sangat membutuhkan olahraga. Maka batin pula butuh olah
batin. Maka filsafat adalah pilihan paling tepat untuk tumbuh sehat ber evolusi
didunia yang sudah sekarat dan moral yang kian terdegradasi ini.