Senin, 29 Juni 2015

Bangsa yang sangat filosofis

Bangsa  filosofis
Sudah hampir tujuh puluh tahun bangsa ini di jajah oleh Negaranya. Tahun 45 adalah awal dari revolusi yang di canankan bangsa ini, namun pada tahun itu pula sang diktator mengambil alih kepemimpinan bangsa ini, sebagai seorang proklamator  dengan kepiawaian dan ketegasan yang melekat pada dirinya sehingga dia cukup terkenal di kalangan para gadis-gadis  cantik yang membuatnya menjadi seorang pemimpin keluarga besar para gadis Indonesia. “berikan aku sepuluh pemuda maka akan kuguncangkan dunia”. Sebuah kalimat yang masih tersimpang didalam ingatan para lansia yang membuat dia masih dikenang sampai sekarang. Namun hanya sebagai kata mutiara yang tercantum buku-buku.

Setelah rezim orde lama rungtuh atau revolusi ke-2, maka tampillah sang maha diktator saudara dari kakanda Hitler dengan rezim orde barunya. Berkuasa selama tiga puluh dua tahun dia sempat memancarkan cahaya kebahagian. Namun diakhir masa pemerintahannya terkuaklah semua rahasia-rahasia isuhar yang cukup mengagetkan bangsa ini. Dengan kepemimpinan yang cukup lama (lama sekali) berbagai problematika kehidupan sosial terjadi, pelanggarang HAM, KKN (korupsi,kolusi, dan nepotisme), dan pelaksanaan daerah operai militer yang menyebabkan trauma bagi sebagaian masyarakat. Dan pada tahum 1998 terjadilah renaisens Indonesia sekaligus akhir dari masa orba (revolusi ke-3).



Renaisens Indonesia telah membawa perubahan bagi bangsa ini (perubahan sistem maksudnya) munuju sistem pemerintahan yang demokratis menurut isi buku-buku yang beredar, namun tidak teraktualisasikan didalam kehidupan bangsa. Sebuah perubahan yang hanya menjadi objek pembahasan bagi anak-anak bangsa yang berseragam sekolah. Inilah gambaran bangsa filosofis yang mesti di tafsirkan visi misinya dengan penalaran filosofis pula demi untuk membumikan sifat-sifat ketuhanan. Bagaimana tidak, bangsa ini telah berada dalam genggaman indonesia yang penuh dengan ambiguitas kehidupan. Eksistensi aturan hanya berwujud didalam dunia Plato, namun tidak terealisasikan di dunia Aristoteles, Keadilan hanya sebagai pengisi kursi penonton dalam pertarungan Rupiah, dan Ketukan palu ibarat suara gendang yang mengiringi pernikahan raja kebohongan dan permaisurinya ratu Rupiah. Sebuah fenomena yang menunjukkan bahwa kebahagian dan kesejahteraan hanya tergantung  pada bagaimana seseorang menjadi filosof  yang baik.

Dengan dasar filsafatlah empat pilar bangsa ini akan lahir kembali di dalam kehidupan. NKRI merupakan bukti kesatuan dan keutuhan bangsa ini, PANCASILA sebagai sumber segala hukum yang berlaku dalam bangsa ini, UUD  sebagai aturan  perilaku masyarakat sehingga terciptanya keadilan sosial, Bhinneka Tunggal Ika merupakan tali pengikat dari suatu perbedaan aksidental bangsa ini.  Dengan kelahiran empat pilar tesebut maka bangsa ini berhak di sandingkan dengan Negara-negara maju seperti Amerika, bukan lagi sebagai boneka milik amerika. Bersaing didalam pasar internasional, bukan sebagai pasar internasional. Nasionalisme instan akan menjadi kenangan pahit di masa lalu, korupsi akan menjadi bahan cerita bagi para generasi penerus bangsa. Kemerdekaan bangsa ini akan tercapai, Indonesia bukan lagi penjajah bagi bangsa ini. Melainkan sebagai identitas  bangsa yakni, bangsa Indonesia.

Indonesia disatu sisi sebagai penjajah disisi lain sebagai identitas, sebuah fenomena yang membingungkan. Dimana letak kebenarannya, Indonesia sebagai penjajah Indonesia sebagai identitas.. Inilah bentuk fiosofisnya bangsa ini, yang membutuhkan penalaran filsafat . karena dibalik kebingungan pembaca berarti anda telah berfilsafat. Dan nantikan revolusi ke-4 nya bangsa ini.




Facebook Komentar
1 Blogger Komentar

1 komentar


EmoticonEmoticon