BIOGRAFI
HERAKLITUS. MANUSIA API DARI IONIA
“kebijaksanaan
seorang manusia tak lebih dari seekor monyet”
Sebuah Ringkasan
dari sejarah filsafat barat, Bertrand Russel.
Kita akan membicarakan seorang bijak dai Ionia
yang datang setelah Phytagoras yang menemukan teori yang masih berpengaruh.
Heraklitus seorang bangsawan Ephesus yang telah dewasa pada tahun 500 SM dan
meninggal pada tahun 480 SM. Ia begitu terkenal di zaman antik Yunani karena
doktrinnya bahwa segala sesuatu mengalami perubahan secara terus menerus.
Ia menganggap api sebagai substansi dasar, segala
sesuatu seperti pijar yang muncul dari api, terlahir berkat kematian sesuatu
yang lain.di dunia ini terdapat kesatuan yang terbentuk oleh kombinasi
unsur-unsur yang berlawanan.
Heraklitus adalah seorang yang bersikap keras dan
berkoar-koar. Ia digambarkan sebagai seorang yang selalu mengkritik. Sikapnya
ini sejalan dengan doktrinnya. Ia tergambar sebagai eorang yang bersifat api. Ia
banyak mengomentari dengan panas para pendahulunya di antaranya adalah
phytagoras. Heraklitus berkata “ Phytagoras ... menyatakan dirnya sebagai
kebijaksanaannya sendiri sesuatu yang tak lain hanyalah pengetahuan tentang
banyak hal dan seni menyesatkan.” Heraklitus mendukung Teutanus yang berkata “
Kebanyakan manusia adalah jahat”. Maka Heraklitus sangat sulit mempercayai
kebijaksanaan orang lain kecuali dirinya sendiri.
Heraklitus mendukung kegiatan “Perang” dengan
pendapat bahwa hanya kekerasanlah yang bisa memaksa manusia bertindak demi
kebaikannya sendiri. Ia mengatakan “Semua binatang hanya bisa di giring ke
padang rumput dengan lecutan” dan ungkapan metaforanya bahwa “ keledai lebih
menyukai jerami dari pada emas.” Menjadi alasannya mendukung perang.
Ia mirip dengan seorang yang datang jauh
setelahnya, seorang Niatsche yang berkata “Tuhan telah mati.” Heraklitus
memiliki pandangan asketisme mengenai etikanya. Ia menganggap jiwa adalah
adonan antara api dan air, di mana api bersifat mulia dan air bersifat nista.
Jiwa yang paling banyak mengandung api di sebut sebagai jiwa yang “kering”. Dan
menurut Heraklitus “jiwa yang kering itulah jiwa yang terbaik dan paling
bijaksana karena jiwa yang ber air adalah jiwa yang yang tak dapat menahan
keinginan nafsu yang bararti air adalah kematian bagi jiwa.” Dari sini
Heraklitus juga memiliki kebijaksanan diri yang tinggi saat memuliakan
orang-orang yang dapat menguasai dirinya dari dorongan nafsu. Dan memandang
rendah orang-orang yang terbuai oleh nafsunya yang membuatnya menyimpang dari
ambisi-ambisi utamanya.
Sedangkan pandangan metafisika Heraklitus cukup dinamis
untuk bisa memuaskan orang-orang modern.
“Dunia ini, yang sama bagi semuanya, bukan
diciptakan oleh Dewa atau manusia, tetapi dahulu , sekarang dan seterusnya
adalah Api yang terus menyala, yang kadang berkobar dan kadang meredup.”
“pertama-tama api berubah menjadi laut, separuh
dari laut adalah tanah, separuhnya lagi adalah angin puting beliung”.
Heraklitus menyukai keberagaman dengan menganggap
bahwa perselisihan yang di hasilkan dari keberagaman itu akan menghasilkan sebuah
harmoni yang indah yang kemudian mempersatukan dunia. Dimana kesatuan dunia itu
di awali oleh keberagaman. Dan kesatuan itu tidak akan tercipta jika tak ada
hal-hal bertentangan yang berkombinasi. Pertentangan yang berkombinasi ini berasal
dari filsafat Anximander yang mencegah perselisihan antara hal-hal yang
berlawanan janganlah menghasilkan kemenagan mutlak salah satu pihak. Maka bisa
di ambil pelajaran dari Heraklitus bahwa keberagaman itu adalah mutlak bagi
sebuah kesatauan, pertentangan adalah sesuatu proses menuju kesatuan yang di
sebutnya sebagai Logos. Logos inilah yang menyatukan keberagaman.
Heraklitus juga menganggap bahwa tidak akan ada
manusia yang bijak. Hanya Tuhanlah yang disebutnya “Dewa bukan dewa-dewa” yang
memiliki kebijaksanaan. Dewa menganggap manusia hanyalah seorang bayi yang tak
tau apa-apa. Manusia yang di anggap bijaksana sekalipun tak lebih dari seekor
monyet. Secantik apapun monyet itu akan selalu terlihat jelek dibandingkan
manusia. Itulah perbandingan antara kebijaksanaan Tuhan dan Manusia. seperti
perbandingan antara manusia dan seekor monyet.
Yang paling terkenal dari filsafatnya Heraklitus
adalah doktrinnya mengenai sesuatu yang berubah terus menerus yang banyak
mempengaruhi para bijak setelahnya. Dalam Thaetetus karya Plato. Heraklitus
mengatakan.
“ Engkau tak dapat tercebur dua kali di kolam yang
sama, karena air selalu mengalir melintasimu.”
“matahari selalu baru setiap hari”.
Dari anggapan ini para teologi liberal modern
meyakini bahwa Tuhan sendiripun tak luput dari perkataan Heraklitus yang mengaggap
semuanya mengalami perubahan termasuk Tuhan itu sendiri. Teologi liberal
meyakini pula terjadi gerak maju di Sorga dan terjadi pula evolusi pada Tuhan.
Manusia pun akan selalu baru setiap hari.
Meski segala sesuatu terus mengalami perubahan .
Heraklitus tak dapat menyangkal bahwa ada sesuatu yang abadi sesuatu yang tak
memiliki batas akhir. Menurut pendapat lain Api lah keabadian itu. Api tidak
akan pernah padam meski terus mengalami perubahan dari segi prosesnya. Dari
dulu dan seterunya api tidak akan pernah padam.
Dari pendapat Heraklitus inilah , terjadi
rangsangan terhadap ilmu pengetahuan yang berusaha lepas dari doktrin ini. Atom
lalu di temukan sebagai sesuatu yang dapat hancur. Lalu para fisikawan
menemukan sesuatu yang lebih kecil dari atom yakin proton dan elektron yang
menyusun Atom. Yang dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat hancur. Namun
kemudian di temukan jika proton dan elektron bertuburukan maka akan terjadi penghancuran
dan membentuk sebuah energi dengan kecepatan cahaya. Energi secara khayali
adalah api menurut Heraklitus.
Bukan hanya persoalan yang sangat kecil seperti
atom. Heraklitus juga ikut merangsang sesuatu yang besar. Ilmu Astronomi sudah
mengharamkan orang untuk berangggapan bahwa benda-benda langit bersifat abadi.
Benda-benda langit akan hancur dari sebuah ledakan yang maha dahsyat seperti
pada ledakan pembentukannya. Lalu kembali menjadi Gas yang campur aduk tak
karuan.
Begitulah Heraklitus. Hidupnya bukan hanya
merangsang orang-orang yang hidup sezamannya tapi terus menjadi momok untuk di
gugurkan oleh ilmu pengetahuan yang membuat orang-orang ber jerih payah. Dari
Heraklitus inilah muncul Parmenides sebagai antitesanya.