Di luar gerbang Istana besar Dinasti Abbasiyah.
Seorang lelaki yang berjubah lusuh dan sorban putih yang berdebu mengikat
kepalanya sedang duduk di depan rumah yang lebih menyerupai sebuah gubuk yang sangat
sederhana. Lelaki itu dipanggil oleh rakyat sekitar dengan sebutan Abu nawas.
Yah dia adalah tokoh sufi besar yang punya seribu satu kisah lucu di dalam
daftar kisah seribu satu malam di Baghdad. Namun kisahnya tak melulu
menghadirkan kisah lucu pelipur lara 100%. Kadang ceritanya itu lebih tepat di
katakan sebagai kisah yang memeberikan kuliah moral.
Misalnya saja. pada suatu hari, saat Abu Nawas
sedang membaca Al-Qur’an di teras rumahnya. Dari kejauhan datanglah seorang
laki-laki setengah baya yang berwajah murung. Wajah murung itu memberikan
sinyal kepada Abu Nawas bahwa laki-laki ini sedang di sudutkan oleh sebuah
masalah yang membuat hatinya gundah. Dan benar saja.
“Assalamu Alaikum” ucap lelaki itu kepada Abu
nawas.
“ Walaikum Salam” Abu nawas meletakkan Kitabnya
dan menghampiri lelaki itu.
“ Ada perlu apa kisana menemuiku?” lanjut Abu
Nawas.
“ saya memiliki masalah yang pelik. Dan saya tidak
bisa menemukan jalan keluarnya.” Laki-laki itu mengeluh di hadapan Abu Nawas.
“ Cobalah utarakan kesulitanmu kepadaku barangkali
aku bisa membantu.”
“Baiklah. Aku mempunyai rumah yang sangat sempit.
Sedangkan aku tinggal bersama istri dan kedelapan anak-anakku di dalam rumah
itu. Sehingga rumah yang sudah sempit terasa semakin sempit.sehingga mereka
selalu mengeluh kapadaku”.
Abu Nawas mencerna sejenak permasalahan yang di
hadapi laki-laki itu hingga akhirnya ia mendapatkan sebuah jalan.
“ apakah anda punya seekor Domba?”
“ Tidak, tapi aku bisa membelinya jika itu yang
kau mau?”
“Kalau begitu belilah seekor domba dan tempatkan
domba itu di dalam rumahmu.” Abu Nawas menyarankan.
Orang itu menurut saja. hari itu juga dia
berangkat kepasar dan membeli seekor domba yang di sarankan Abu Nawas.
Beberapa hari berlalu. Laki-laki itu kembali
datang menemui Abu Nawas di rumahnya.
“ Wahai Abu Nawas aku telah menjalankan amanahmu.
Tetapi rumahku rasanya bertambah sesak saja. aku dan keluargaku merasa keadaan
malah semakin buruk setelah Domba itu tinggal bersama kami.” Kata orang itu
semakin mengeluh.
“ kalau begitu. Kamu pergi lagi kepasar dan
belilah beberapa ekor Ayam dan bebek. Dan pelihara mereka di dalam rumahmu”
Kata Abu Nawas dengan santai.
Orang itu tetap mengikuti saran Abu Nawas. Ia
pergi lagi ke pasar dan membeli beberapa ekor ayam dan bebek dan di bawa pulang
kerumahnya. Di pelihara baik- baik di dalam rumah yang semakin sesak.
Benar saja beberapa hari kemudian laki-laki itu
tak merasa lebih baik. Ia kembali datang menemui Abu Nawas yang sedang menanam
beberapa tumbuhan di depan rumahnya.
“Wahai Abu Nawas, aku telah melaksanakan semua
saranmu dengan menambah penghuni rumahku dengan beberapa ekor unggas. Namun aku
dan keluargaku semakin tidak betah tinggal di rumah yang makin banyak
penghuninya. Kami malah semakin bertambah tersiksa.” Kata orang itu yang
wajahnya semakin muram.
“Kalau kau ingin mengurangi kesulitanmu belilah
seekor anak unta. dan peliharalah dia di dalam rumahmu”. Ucap Abu Nawas yang
menunjukkan eksperesi yang meyakinkan.
“Apa?” Orang itu kaget mendengar saran Abu Nawas.
“percayalah”. Tapi karena ia mengenal Abu Nawas
adalah orang yang bijak. Meskipun ia dalam keadaan kesal. Ia tetap pergi kepasar
dan membeli seekor anak unta yang sehat.
Namun. Dengan hadirnya penghuni baru. Anak untu itu
malah semakin membuat rumahnya sudah seperti kapal kecil pecah. Kesulitannya tidak
berkurang sama sekali. malah masalah semakin bertambah. Istri dan anak-anaknya
sering memprotes dirinya. Karena tidak ingin membuat keluarganya tercerai
berai. Maka ia datang kembali kerumah Abu Nawas.
Abu Nawas duduk di teras rumahnya sedang menikmati
angin segar menerima dengan ramah kedatangan tamunya yang terlihat ingin marah.
“Wahai Abu Nawas. Tahukah engkau bahwa keadaan di
dalam rumahku sudah seperti neraka. Rumahku sudah seperti rumah hantu yang
sangat menyeramkan. Aku sudah tidak tahan lagi tinggal dengan binatang –
binatang itu.” Ucap laki-laki itu dengan nada keras dan putus asa.
Tapi dengan santainya Abu Nawas berucap.
“jika kau sudah tidak tahan lagi. Anak unta yang
kau beli kemarin juallah kembali ?”
Orang itu lalu sumringah mendengar saran Abu Nawas
yang kini sudah masuk akal. Bergegas ia pulang kerumahnya dan menjual anak unta
itu.
Beberapa hari kemudian orang itu tidak pernah lagi
datang menemui Abu Nawas. Tapi di sore hari yang cukup menawan. Abu Nawas mendatangi rumah laki-laki itu.
“Bagaimana keadaanmu saat ini”. Ucap Abu Nawas
kepada lelaki yang sedang memberi makan unggas-unggas di dalam rumahnya.
“ Alhamdulillah keadaan rumah kami kini sudah
lebih baik. Karena anak unta itu kini sudah tidak ada lagi.” Kata orang itu yang
kini sudah tersenyum.
“Kalau begitu juallah unggas-unggasmu atau kau
santap menjadi makan malammu”.
Orang itu semakin tersenyum dan berkata. “ Baiklah
Abu Nawas”.
Beberapa hari kemudian Abu Nawas datang kembali
menemui laki-laki yang sedang berkumpul dengan kelaurganya.
“ bagaimana keadaan kalian sekarang?” tanya Abu
Nawas
“ Keadaan rumah kami sekarang kini lebih
menyenangkan. Karena unggas-unggas itu telah tiada” kata orang itu yang sudah
semakin ceria.
“sekarang domba yang kau beli kemarin. Juallah kepasar.”
Orang itu dengan senang hati menuruti perkataan
Abu Nawas. Ia lalu bergegas menjual dombanya di pasar.
Beberapa hari kemudian Abu Nawas datang kembali
kerumah laki-laki itu. Dan kembali bertanya pertanyaan seperti yang sebelumnya.
“Bagaimana keadaan kalian sekarang?”
“Kini kami merasa rumah ini semakin bertambah
luas. Karena binatang-binatang iu tidak lagi tinggal bersama kami. Kini kami
semakin berbahagia dari pada kemarin-kemarin. Kami mengucapkan bayak terima
kasih atas semua bantuanmu wahai Abu Nawas.” Kata wajah orang itu dengan wajah
yang berseri-seri.
“Sebenarnya. Rumahmu ini tidaklah sempit. Tapi
yang sempit itu adalah pikiranmu. Batas antara sempit dan luas tertancap di
dalam hati dan pikiranmu. Jika kamu sering berdoa dan bersyukur atas pemberian
Tuhan maka Tuhan akan mencabut kesempitanmu.”
“ tapi Abu Nawas aku sudah sering berdoa. Tapi
rasanya Tuhan belum mengabulkan doaku?”
“ketahuilah bahwa doa seorang hamba tidak selalu
mesti di terima oleh Allah. Karena manakala Allah membukakan pintu pemahaman
kepada engkau ketika Dia tidak memberi engkau,
maka ketiadaan pemberian itu merupakan pemberian yang sebenarnya”.
Orang itu lalu mengangguk-ngangguk.
Seperti itulah sebuah kisah dari seribu satu kisah
mengenai Abu Nawas. Satu kisah ini tidaklah terlihat lucu. Tapi pelajaran moral
bisa kita petik dan memakan kesegarannya.