Rabu, 16 September 2015

Filsafat Lokal. Kearifan Lokal Sulawesi selatan

Filsafat Lokal/Kearifan Lokal

aluk tadolo Toraja


Filsafat local adalah sebuah pandangan filosofis, petuah-petuah, wejangan-wejangan yang tumbuh dan berkembang pada sebuah tempat/daerah yang masih mempertahankan budayanya. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Di Sulawesi Selatan sendiri terdapat beberapa daera-daerah yang masih memegang teguh sifat-sifat kebujaksanaan dari para sesepuh yang pernah hidup di tengah pusaran budayanya. Secara garis besar prinsip Siri’ na Pacce adalah pandangan hidup yang mendominasi masyarakat di Sulawesi Selatan secara umum dan di suku Bugis-Makassar secara khusus.

Kearifan Lokal tersebut hadir karena adanya sikap mengormati terhadap sesame, terhadap alam dan terutama kepada Yang Adikodrati. Di Sulawesi Selatan sendiri sumber utama kebijaksanaan tersebut terdapat pada Sure’ Galigo.yang membahas tentang kebijaksanaan hidup pada masa Sawerigading.
Fungsi Kearifan Lokal

1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate.
3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji.
4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
5. Bermakna sosial, misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
6. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.
7. Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian roh leluhur.
8. Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client
Dalam buku Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, karangan Prof.Dr.H.A Rahman Rahim, dijelaskan bahwa ada 5 nilai-nilai utama yang terdapat dalam kebudayaan Bugis-Makassar, yaitu:
• Lempu’ ( Bugis ), kontu tojeng/kana tojeng ( Makassar ) yang berarti jujur.
• Acca ( Bugis ), caradde ( Makassar ) yang berarti certdas.
• Assitinajang ( Bugis ), sitinaja ( Makassar ) yang berarti kepatutan.
• Getting ( Bugis ) , tojeng ( Makassar ) yang berarti kesungguhan.
• Usaha,
• Siri’

Beberapa Kearifan Lokal di Sulwesi Selatan

a. Kepercayaan Toani Tolotang
Ajaran Toani Tolotang tentang pandangan ke-Tuhanannya mengakui adanya Tuhan sebagaimana pula pengakuan dari agama lain, dan bagi ajaran Tolotang yang diakui Tuhan adalah “Dewata SeuwaE (Tuhan yang Maha Esa) yang bergelar PatotoE

b. Kepercayaan Ammatoa
Kepercayaan Ammatoa termasuk Kepercayaan Patuntung. Yaitu kepercayaan kepada nenek moyang yang bersumber kepada Amma Toa ( leluhur yang tertua )

c. Aluk Tudolo
Aluk tudolo adalah salah satu keprcayaan Religio-magis yang ada di Tana Toraja, dengan tokoh sentral adalah Puang Matua. Penyelenggaraan kegiatan kepercayaan itu melalui berbagai upacara ritual, seperti: Rambu Tuka dan Rambu Solo’. Pemujaan dan penghormatan kepada leluhur di alam Puya ( alam Roh ), dihubungkan dengan kehidupan dalam keluarga, melalui berbagai Tongkonan Layuk

d. Kepercayaan kepada Saukang
Kata Saukang berasal dari 2 kata yaitu, Sau yang berarti istirahat/ammari-mari dan Kang yang berarti menunjukkan tempat. Saukang dipercayai sebagai tempat beristirahatnya arwah para nenek moyang, orang-orang hebat, karaeng, Dewata

Kearifan Lokal di Daerah Malakaji
Ada beberapa kearifan local yang akan penulis sebutkan sebagai sebuah tambahan ditulisan ini, di antaranya:

a) Akkudu’-kudu’, adalah tradisi yang dilakukan masyarakat setelah masa panen padi. Tradisi ini adalah sebuah tanda rasa sykur kepada Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan. Tradisi ini masih terjaga sampai sekarang, terutama di daerah Sapayya ( Kec.Bungayya ). Alat utama yang digunakan dalam tradisi ini adalah Assung ( lesung ) yang melahirkan irama music yang merdu.

b) A’rate’, adalah tradisi pembacaan kitab Barzanji pada bulan Rabiul Awwal ( bukan kelahiran Nabi Muhammad saw ). Tradisi ini menyebear di semua wilayah yang berada di dataran tinggi Kabupaten Gowa. A’rate’, pada umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki, baik usia muda maupun tua.

c) Accera’ Pabballe, yang berarti memotong hewan tertentu disebabkan karena ada hajat. Dilakukannya tradisi ini dikarenakan ada orang yang berhajat bila mendapatkan hal yang baik, misalnya kesembuhan, kesehatan, maka akan memotong hewan tertentu pada tempat yang memang sudah sering didatangi, seperti Saukang dan Batarayya.

d) Appalili’, adalah tradisi pembacaan kemenyam dan mengarak sepasang sapi/kerbau di sawah. Tradisi ini dilaksanakan sebelum tanam padi. Ada juga tradisi appalili’ yang dilaksanakan secara besar-besaran yaitu mengarak seekor kerbau jantan besar mengelilingi kampong dan diiringi dengan ganrang dan pui-pui.

Kearifan local seperti yang tertera di atas menjadi salah satu wadah dalam menguatkan kebersamaan atau nuansa kolektifitas, dimana hal yang seperti itu sudah sangat sulit dijumpai terutama di kota-kota besar seperti Makassar. Dengan adanya kearifan local maka secara tidak langsung harga diri dari masyarakat ikut juga terjaga. Karena kearifan local ini adalah cirri khas yang dimiliki setiap masyarakat yang mendiami daerahnya masing-masing.
Kearifan local ini akan tetap terjaga manakala selalu ada kesadaran dalam setiap inividu ataupun masyarakat. Di tengah derasnya arus modernisasi merupakn tantangan bagi masyarakat terutama kalangan muda untuk bisa menjaga tradisi tetapi tidak juga membelakangi modernitas.

PENULIS : IRWAN IBNU BANALOEKA

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon