Mengartikan filsafat agak sedikit menyulitkan,
mengapa menyulitkan?. Karena Filsafat adalah sebuah anugrah yang sudah
sangat tua. Bahkan Filsafat tak bisa di pungkiri adalah pusat dari segala ilmu.
Ia pun disebut pula sebagai bapaknya para ilmu. Hingga Filsafat itu selalu
berkembang dari masa ke masa. Apa lagi ketika pengertian Filsafat itu di
sandarkan kepada satu tokoh filosof yang bisa berbeda dengan filosof lainnya
menjadikan pengertian filsafat akan jadi lebih membingungkan.
detik-detik kesucian Socrates |
Menurut para ahli dan orang-orang yang melakukan
perjalanan jauh kedalam dunia filsafat, kita tetap sulit untuk mendapatkan
sebuah jawaban defenitif terhadap pertanyaan tersebut. setiap jawaban yang di
suguhkan tidak akan pernah mampu memberi jawaban final. Sebab perbicangan
filsafat bukan hanya sebatas wacana intelektual, pemikiran, konsep-konsep, dan
teori-teori abstrak filosofis, melainkan juga perenungan, penghayatan,
pengembaraan tanpa henti, dan petualangan kehidupan. Yang hanya bisa di tutup
oleh tirai kematian.[1]
Moh Hatta sendiri memilih untuk tidak membicarakan
filsafat lebih dulu. Nanti, bila orang telah banyak membaca atau mempelajari
filsafat. Orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu menurut
dirinya sendiri sesuai dengan daya tangkapnya. Pendapat Hatta ini sejalan
dengan Langeveld. Dia mengira orang yang mempelajari filsafat dengan setia akan
dapat mengerti dengan filsafat itu nantinya.[2]
Maka ketika seseorang melemparkan pertanyaan. What
is Philosophy ?. apakah Filsafat itu?. Maka sah saja ketika anda menjawab. “
aku masih belum tahu pak, aku masih dalam pengembaraan pencarian filosofis”.
Jawaban itu benar juga. Akan tetapi jika
pengertian filsafat tidak di kemukakan. Habislah pembahasan filsafat itu dan
malah semakin membuat filsafat itu terlihat membingungkan. Maka untuk
menyesuaikan antara satu pembahasan dengan pembahasan yang lainnya dan untuk
membantu memudahkan kita memahamani makna filsafat. Mari kita berpetualang
menjelajahi defenisi filsafat dari berbagai definisinya.
Menurut sejarahnya kata filosofi pertama kali
terucap dan terdengar dari mulut seorang bijak bestari yang berjalan di dataran
Yunani kuno. Orang bijak itu bernama Phythagoras. Konon katanya ketika
Phythagoras di tanya oleh Leon apakah ia orang yang arif ( Sang pemilik
kearifan), ia dengan takzim dan rendah hati menjawab bahwa dirinya bukan orang
arif, melainkan hanya seorang pecinta kearifan (philosophos).[3]
Berdasar kerendahan hati Phytagoras itu. Maka
filsafat secara epitimologi berasal dari bahasa Yunani, Philosophia, yang
merupakan gabungan dua kata: Philo dan Shopia. Philo berarti cinta, dan sophia
berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat itu berarti mencintai kebijaksanaan; the
love and pursuit of wisdom.[4]
Namun perlu kita catat bahwa para bijak bestari
dari Yunani klasik dahulu , memaknai sophia bukan hanya kebijaksanaan atau
kearifan saja, melainkan juga meliputi mengenal Kebenaran pertama atau Tuhan ,
pengetahuan yang luas, kebijakan intelektual, pertimbangan yang sehat sampai
keterampilan, dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan persoalan-persoalan
praktis.[5]
Homerus saja bahkan memasukkan Tukang kayu juga sebagai orang bijak karena
memiliki keterampilan tertentu. [6]
Sedangkan kata filsafat menurut Harun Nasution
berawal dari bahasa Arab, falsafa bukan Inggris. Karena bahasa Arab lebih awal
mempengaruhi bahasa Indonesia di bandingkan bahasa Inggris. Falsafa berasal
dari kata fa’lal, fa’ lalah dan fi’lal. Inilah yang membentuk kata filsafat
dalam bahasa Indonesia.[7]
Maka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata
filsafat menunjukkan pengertian yang di maksud, yaitu pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal,
dan hukumnya.[8]
Nah, setelah menjelajahi filsafat dari segi
epitimologinya. Sedikit demi sedikit kita telah berhasil mendapatkan petunjuk
untuk lebih jauh masuk lagi kedalam hutan Fisafat yang lebih lebat. Tempat
selanjutnya yang akan kita jelajahi adalah Filsafat menurut terminologinya.
Berikut ini adalah beberapa pendapat dari filosof
yang telah berusaha mengartikan Filsafat sesuai dengan konotasi yang di tangkap
oleh mereka.
Plato
Kita memulainya dari Plato. Plato mengatakan bahwa
filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada atau filsafat adalah visi
untuk mencapai kebenaran yang asli.[9]
Aristoteles.
Aristoteles mengatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika,
logika, retorika, ekonomi, politik, dan estetika.[10]
Cicero
Cicero menyebutkan filsafat sebagai “The mother of
all the arts”. Juga filsafat di anggapnya sebagai arts vitae yaitu seni
kehidupan.[11] Ini
bisa di artikan bahwa orang yang berfilsafat sedang memainkan sebuah seni yang
sangat indah.
Al Farabi
Filsosof dari zaman Abbasiyah ini mengatakan bahwa
filsafat adalah pengetahuan tentang alam diluar yang nyata dan bertujuan menyeldiki hakikat dari
yang sebenarnya.[12] Dari
sini filsafat adalah sebuah kegiatan berpikir yang sangat tinggi karena tidak
hanya berpikir di daratan tapi berpikir sampai menembus langit.
Immanuel Kant
Filosof kritisisme modern ini mengartikan filsafat
sebagai pengetahuan yang menjadi pokok pangkal segala pengetahuan yang tercakup
di dalamnya empat persoalan yakni metafisika, etika, Agama dan Antropologi.[13]
Friedrich Hegel
Beliau mendifinisikan filsafat sebagai
penyelidikan mengenai hal-hal yang membutuhkan pemikiran dan perenungan.[14]
Bertrand Russel.
Bertrand Russel menganggap filsafat sebagai suatu
kritik terhadap pengetahuan, karena filsafat memeriksa secara kritis asas-asas
yang di pakai dalam ilmu dan dalam kehidupan sehari-hari dan mencari sesuatu
ketakselarasan yang dapat terkandung dalam asas-asas itu.[15]
Harun Nasution
Filosof Indonesia ini mengatakan bahwa filsafat adalah
berpikir menurut tata tertib ( logika ) dengan bebas ( tidak terikat pada
tradisi, Dogma, dan Agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai
kedasar-dasar persoalan.[16]
Dari sekian banyak definisi yang di kemukakan oleh
para bijak dari berbagai lapisan Zaman itu jelaslah berbeda. Ini di karenakan
mereka tidaklah memiliki satu kepala untuk semua badan. Masing-masing kepala
memiliki isi yang berbeda yang di pengaruhi oleh lingkungan dan latar belakang
masing-masing.
Terlepas dari perbedaan pendapat itu. Kita bisa
menarik sebuah kesimpulan yang kiranya dapat menyimpulkan filsafat itu secara
umum. Yakni filsafat adalah aksi nalar yang berusaha mencari kebenaran yang
sejatinya kebenaran.
[1] Zaprulkhan, Filsafat Umum sebuah
pendekatan tematik, ( Jakarta : Rajawali pers, 2013), h. 2.
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, ( Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,1990), h. 9.
[3] Abdullah, Pengantar filsafat, ( Gowa :
Guna Darma Ilmu, 2014), h.10.
[4] Zaprulkhan, Filsafat Umum sebuah
pendekatan tematik, ( Jakarta : Rajawali pers, 2013), h. 3.
[5] The Liang Gie, pengantar Filsafat Ilmu, (
Yogyakarta : Liberty, 2007), h.29.
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, ( Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,1990), h. 10.
[7] Harun Nasution, Falsafat Agama, ( Jakarta:
Bulan Bintang, 1991), cet. 8, h.4.
[8] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kmus
Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1998 ), cet 1, h. 242.
[9] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, ( Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,1990), h. 10.
[10] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, ( Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,1990), h. 10.
[11] Asmoro Achmadi,Filsafat Umum, (Jakarta:
Rajawali Pers, 20130, h.2.
[12] Abu Ahmadi, Filsafat Islam, (Semarang:
Toha Putra, 1998), h.8.
[13] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, ( Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,1990), h. 11.
[14] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (
Yogyakarta : Liberty, 2007), h.37.
[15] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (
Yogyakarta : Liberty, 2007), h.39.