Sabtu, 12 September 2015

Pandangan Tekstualitas "Tuhanku ada di WC"

Tuhanku ada di WC 
Kutinggalkan dunia, kehidupan dan segalanya untuk mencari tuhan selama 99 hari, apa yang aku dapatkan? ketiadaan. Saat aku berputus asa untuk mencarinya, ku putuskan untuk menikmati dunia dan menjalani kehidupan serta kumanfaatkan segalanya, ketika itu ada sebuah titik terang dalam pencarianku, aku menemukan tuhan di WC, namun aku putuskan untuk tidak mempercayainya. kulanjutkan duniaku, hidupku dan segalanya tanpa WC itu. Namun akhirnya akupun mau tidak mau kembali ke WC itu, entah ada dorongan dari dalam diri untuk setiap saat mengunjungi WC itu.
Aneh tapi nyata tapi itulah nyatanya di dunia ini, akhirnya setiap manusia yang menghampiri aku di kediaman pak upi di mangga dua untuk menanyakan dimana tuhanmu? spontan aku menjawab "Di WC", beberapa di antara mereka tidak setuju, marah, bahkan sampai mengancam. Namun entah mengapa aku semakin hari terus menerus memikirkannya, berfikir akan tuhan yang berada di WC, kemudian setelah lama berfikir aku putuskan untuk mengunjungi WC itu, sesampai disana tuhan yang aku temukan di lain waktu kini tiada lagi, entah dimana dirinya...
Setelah kejadian itu hidupku mulai berwarna, hidupku mulai tentram, entah mungkin ini adalah pertanda bahwa hidup tanpa tuhan memang indah, akan tetapi setelah aku kembal ke WC tersebut tiba-tiba saja aku melihat tuhan itu lagi, hancurlah keindahan hidupku.... kini aku dihantui oleh tuhanku yang berada di WC itu. tak indah rupanya namun aku butuh dengannya. akhirnya aku putuskan menghabiskan waktuku di WC.


Pandangan Tekstualitas "Tuhanku ada di WC"

"Kutinggalkan dunia, kehidupan dan segalanya untuk mencari tuhan selama 99 hari..."  terkadang kita sebagai spesies, yang mau tidak mau melihat apa adanya, melihat di dunia materi, melihat di dunia bayangan pikiran akan selalu dan tidak akan mungkin lepas dari kesalahan dalam memahami segala sesuatu, mungkin itulah mengapa ada sebuah nash yang mengatakan 'Manusia tak lupuk dari kesalahan'. ada sebagain dari kita meninggalkan dunia adalah jalan menuju kebenaran, apakah itu salah? salah dan benarnya dalam konteks kebenaran sebenarnya saya dan anda disingkat kita tidak punya hak akan hal tersebut. namun kita bisa saja menilai sesuatu tentunya, dalam pandangan penulis pribadi hal ini mungkin tidak terlalu benar karena meninggalkan dunia tentunya tak menghargai ciptaan tuhan dan sebenarnya tidak ada yang benar-benar meninggalkan dunia jika sesorang tersebut masih hidup di muka bumi ini. makanya dalam status yang saya kutip di atas penulis mengatakan '...apa yang aku dapatkan? ketiadaan...'. nah mungkin sesingkat penjelasan ini memberikan anda gambaran bahwa setiap kata adalah kabel, setaipa kabel mengantar listrik, yang kita ingin pahami tentunya adalah listrik tersebut bukan kabelnya karena kabel hanya sebua pengantar makna.

Jadi di atas sebenarnya hanya sebagai bahan menguji pandangan seseorang, apakah dia masih terikat dengan dunia dalam artian teksnya atau sudah mengimbangi kedua-duanya, intinya Positif dalam memandang segala hal namun tentunya jangan sampai Pemahaman anda dijadikan Tuhan, Ketika kita menuhankan pemahaman kita sendiri maka yang terjadi seakan-akan kita yang paling benar, kita adalah yang paling pintar hingga muncul ke-Akuan.

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon