Minggu, 27 September 2015

Bertuhan Tanpa Agama

Bertuhan Tanpa Agama

            Salah satu tema yang sering menjadi objek pembicaraan ialah mengenai masalah agama. Kehidupan manusia yang tak terlepas dari berbagai perbedaan dan berujung pada konflik berkepanjangan diawali dari masalah agama. Menurut  sebagaian teoritikus agama adalah produk dari budaya primitif. Namun bila dikaitkan dengan teori yang mengatakan bahwa agama itu berasal dari tuhan, terjadi sebuah perbedaan. Padahal perbadaan tersebut hanya terlihat pada bentuknya saja, tidak pada esensinya. karena semua agama memiliki tujuan yang sama, yaitu “Tuhan”. Tapi karena para pengikutnya yang memiliki pemahaman yang dangkal hingga melahirkan suatu perpecahan dan berujung pada pertengkaran.

            Berbicara mengenai agama maka akan menjurus kepada persoalan keimanan atau keyakinan. Dimana keimanan merupakan agenda pokok dalam ajaran agama yang selalu menuntut hal-hal yang pasti dan mutlak. Dan kemutlakan dalam ajaran agama selalu bersifat supernatural yang tidak terjangkau oleh kekuatan akal/rasio (nonempirik). Namun kemutlakan yang irrasional tersebut tidak menjadi penghalang bagi para agamawan. Manusia yang terlahir dalam lingkungan yang beragama secara otomatis akan menganut agama tersebut tanpa sebuah proses pemikiran dan analisis. Dan berujung pada fanatisme dan eksklusivisme beragama. Yang pada akhirnya memunculkan sebuah hipotesa yang saling menkritisi dan menyalahkan antar umat. Dari hipotesis tersebut lahir sebuah implikasi bahwa agama hanya merupakan paham yang menuntun manusia pada konflik berkepanjangan.

            Persoalan agama tidak terlepas dari pembahasan masalah eskatologis, yang menjadi acuan manusia dalam beribadah. Konsep ketuhanan, hari pembalasan, dan kematian merupakan ajaran primer yang mesti diyakini kaum agamawan. Hari pembalasan kadang kala menjadikan manusia bernostalgia pada keindahan taman surge, yang sangat bertentangan dengan kehidupan duniawi yang penuh dengan bencana alam dan penindasan. Terlepas dari masalah tersebut konsep ketuhanan merupakan hal primordial dalam keyakinan agama. yang bila dianalisis dengan akal sehat Tuhan terkesan berada di balik tabir dan meminta manusia untuk mencarinya. Sementara itu manusia dari tahun ketahun, abad ke abad selalu mencari-Nya. Dan belum ada yang menemukan-Nya. Ribuan tahun manusia berdialog, berantem, dan berperang dalam sebuah kompetisi keagamaan untuk menemukan sebuah kebenaran tuhan.


            Karena kompetisis tersebut yang berlansung sepanjang sejarah, sehingga melahirkan berbagai kelompok-kelompok yang mengaku memiliki tuhan, dekat dengan tuhan, menganggap ajarannya yang paling benar dan menyalahkan kelompok lain. Peristiwa ini akan terus berkembang dan melahirkan kelompok hingga pada akhirnya stagnan pada satu titik kepalsuan tanpa menemukan Tuhan. Karena pada dasarnya kelompok ini hanya melihat  dengan pandangan sosialis-horizontal tanpa menengok kepada hubungan vertikalnya. Fenomena ini mengilustrasikan bahwa tuhan merupakan hadiah didalam sebuah kompetisi. Yang kuat dan hebatlah yang bersama tuhan dan yang lemah akan menjadi bulan-bulanan. Pada akhirnya timbul sebuah hipotesa bahwa tuhan hanya sebagai kambing hitam dari agama.

            Secara intuitif Tuhan yang menjadi tujuan hidup tidak berpihak kepada yang hebat atau yang lemah. Namun Dia berada didalam jiwa-jiwa yang mampu menghadirkan dan mengadakan Zat-Nya. Zat Tuhan akan terasa bila kemampuan manusia dalam ber-Takhalli, tahalli, dan tajalli dilakukan dengan sempurna. Ibarat sebuah cahaya senter yang diarahkan kepada cahaya matahari, penyatuan cahaya tersebut merupakan analogi dari penyatuan ke-aku-an kami tanpa ikatan agama apapun dan hanya terikat oleh kekuatan “kita” diatas singgasana kerajaan langit dan bumi.


Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon