Pemikiran kiri
Kilas definisi
Kata
atau istilah kiri adalah sebuah bentuk kata yang telah disepakati sebagai
lawan dari kata kanan, lawan dari arah kanan, lawan dari sebelah kanan, dan
kanan kanan yang lainya. Namun dalam tulisan ini kita akan mengarahkan dan
mengaitkan “kiri” ke dalam ranah pemikiran. Pemikiran seperti apa yang
dimaksud. Berikut akan coba kami paparkan. Dengan harapan semoga pembaca tidak terpuaskan.
Nietzsche |
Kata “Kiri”
akan menjadi kata kunci pada pembahasan ini. Kata kiri yang bila disematkan
kedalam pemikiran akan menjadi sesuatu yang luar biasa. Bukan hanya karena
gagasan yang di kandungnya menantang, melawan, beraroma revolusiner, sekaligus
merusak padangan yang di anggap establishment, tetapi karena ia
memainkan peran yang signifikan sebab ide ide besar yang merubah keadaan.
Jika kita menengok
dalam sejarah. Pemikiran kiri sering kali bersentuhan dengan kritik terhadap
ideologi atau situasi yang ditetapkan dan di mapankan oleh kekuatan yang
mendominasi. Kemudian menjadi ciri tersendiri ketika berada dalam zona
pemikiran yang mengusung revolusi seperti marxisme, komunisme dan lain lain.
Mungkin tak
salah jika penulis mencoba menjudge bahwa banyak kalangan yang memberikan citra
buruk pada “kekirian” atau istilah kerenya stigmatisasi. Sebagai contoh syekh
siti jenar yang di anggap menyimpang karena pemikiran pemikiranya. Atau
indonesia misalnya pada april 2001 tragedi pembumi hangusan buku buku yang
berbau kekirian.
Kesalahan cara
perlawanan terhadap pemikiran menjadi kaca mata instropeksi diri bagi kita.
Perlawanan terhadap pemikiran kiri tak seharusnya di lakukan dengan pembakaran
buku –buku kiri. Tidak melalui tindakan fisik. Jika memang ingin melawan
pemikiran kekirian seharunya di lakukan dengan menggunakan argumen pembelaan
dalam bentuk buku juga. Seperti halnya yang pernah terjadi antara al-Gazali dan
Ibnu Rusyd.
Hal ini sesuai
dengan ungkapkan franz magnis suseno bahwa fenomena ini adalah tindakan fisik
yang di lakukan untuk membungkam pemikiran yang tak mampu di lawan dengan
fikiran, terutama di abad 20 ini. Ini menjadi teguran telak bagi kita,
membuktikan bahwa tindakan yang demikian menjadi bukti minimnya pemahaman
masyarakat akan keberagaman pemikiran. Juga terjadinya pemahaman yang fatal akan pemikiran kiri.
Kemungkinan
lain terdapat judgement yang keliru atas anggapan bahwa pemikiran yang berlawan
dengan arus adalah sesuatu yang salah. Dan parahnya juga pemikiran kiri divonis
sesat dan tak pantas. Padahal hal yang demikian belumlah tentu. pemikiran yang
keluar dari pemikir (kiri) pada dasarnya dapat di jadikan sebagai bahan
evaluasi dan penelitian. Semisal saja, mungkin dalam pemikiran yang dominan
terdapat kepentingan yang tersembunyi dan itu patut untuk di curigai.
Pembongkaran
seperti itu jelas dapat membahayakan pihak yang berkaitan. Bukan saja
menghancurkan pilar yang telah lama dibangun tetapi juga dapat merekonstruksi
keadaan kedaan formal secara efektif dan manipulatif.
Salah satu
permasalahan lain adalah logosentrisme yaitu suatu ikhtiar untuk memperoleh
ilmu pengetahuan yang terlalu dipusatkan dan diseragamkan. Dengan kata lain
bisa di sebut sebagai sentralisasi kebenaran. Sehingga hanya terdapat satu
pintu. Dan targisnya jika kebenaran monolistik itu mengatasnamakan kekuatan,
kekuasaan, ideologi atau gelar(seperti doktor, profesor) menjadi sebuah
kepentingan yang hanya memusatkan diri sebagai satu satuya kebenaran.
Atau mungkin
saja ada benarnya jika kita coba menariknya ke lingkungan akademik. Misalnya
kebenaran ilmiah yang tampak dimonopoli oleh kalangan doktor dan profesor.
Penulis pernah sekali mengikuti uji penelitian untuk gelar doktor seorang
dosen. Di hadiri oleh tim penguji, setidaknya ada tiga profesor penguji dan
satu orang doktor.
Kritikan dan
kesalah (menurut penguji) dalam beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian
tidak bisa di tolelir dan harus di ulangi. Sampai disitu saja. Mungkin yang
mereka(penguji) anggap sebagai kesalahan justru membuka jalan baru bagi dunia
penelitian. Tidak monoton dan memakasakan. sehingga yang tampak adalah monopoli
kebenaran. Mungkin saja tak jarang dunia akademik sering di sesaki oleh guru
besar yang masih suka mengklaim membuat kalim kebenarana secara
monolitik.(hanya sebagai contoh saja, wallahu’alam)
Sebenarnya
model monopoli kebenaran adalah salah satu bentuk pembelengguan kreativitas dan
inovasi bagi realitas lain yang boleh saja berbeda.
Sebegai
penutup, bahwasanya pengetahuan yang muncul dan keluar dari mainstream yang
dominan tidak selamanya berada track yang salah. Juga pengetahuan yang dominan
tidak serta merta menjadi kebenaran yang sesungguhnya. Jika kita masih
berfikiran salah, maka kita sebenarnya masih terjebak dogmatisme pemikiran dan
pengetahuan. Mengutip ungkapan dari paul natorp: segala kebenaran maunya
ditemukan, dinyataan dan juga di benarkan; kebenaran itu tidak memerlukan hal
itu. Karena dia lah yang menunjukan apa yang
diakui benar dan harus di lakukan.