Jumat, 04 September 2015

Beta sonde di Ufuk Timur (Cerpen)




BETA SONDE DI UFUK TIMUR
KARYa : Mr M

         Angin dingin masih terasa menusuk, ditengah kegelapan yang masih gulita. Suasana sunyi, senyap dan seram masih terasa, suara burung hantu dan bunyi gonggongan suara anjing bersahutan panjang bernada.

Ditengah hutan belantara, disela sela pepohonan, diatas sebuah tanah lapang, ada 3 bersaudara yang sedang tidur ternyenyak dibawah naungan perlindungan seatap jerami. Mereka tidur bersaf, yang paling kanan bernama Rumere, posisi tidurnya terlentang, dengan telanjang dada yang menutupinya hanyalah sehelai  kain kecil yang melilit selangkangan pahanya, ditutupi lagi dengan daun panjang membentuk setengah rok, Rumere adalah yang paling tua, aku tak tau ia sedang bermimpi apa tapi dengan nyeyaknya ia tertidur, nyamuk tak dapat mengusiknya, karena kulitnya sudah berlapis baja, jika sinyamuk menggigit tak ada yang ia rasakan, Rumere kini mulai gelisah, ia mengubah posisi tidurnya, bergerak menyamping kekanan, tangannya ikut bergerak dan pas mendarat dimuka Boas adiknya, “PAK” suara tamparan dipipi Boas jelas terdengar, spontan boas terkaget, tapi tak sampai terbangun, ia malah menikmati ibu jari Rumere, ia lumat ibu jari rumere dengan mulutnya, mungkin Boas sedang bermimipi menikmati sebatang es krim coklat, yang pernah diberikan oleh para petualang dari luar hutan. Sementara itu.

“Krok…..Krok…Krok”

Suara menyeramkan terdengar, ini bukan suara burung hantu, ini juga bukan suara kodok, dan salah bila kalian mengira ini suara babi hutan, lalu suara apakah itu?. Ternyata suara menyeramkan itu berasal dari mulut Minus, yang tidur diposisi paling kiri, ini sudah kebiasaan Minus, selalu ngorok ketika tertidur, Minus adalah yang paling termuda dari 3 bersaudara ini, kira kira umurnya 12 tahun.

Rumere, Boas dan Minus. Mereka adalah anak-anak pedalaman, mendiami hutan belantara diufuk timur sana tempat matahari mulai memunculkan Sinar kehidupannya. Orang bilang mereka orang timur, ciri khas dari mereka adalah kulit hitam berlumpur dan rambut kumal kritingnya, sangat terlihat tidak terawat.

Sinar matahari sedikit demi sedikit mulai menyemburat disela sela pepohonan, setetes embun pagi bening didedaunan pohon itu berjatuhan berirama, dipagi yang tenang itu, terdengar suara langkah kaki, jelas terdengar ketika menginjak dedaunan kering, langkah kaki itu milik seseorang yang bertubuh besar, tinggi, hitam, botak, dan mata besar merah menyala. Berjalan menghampiri Rumere, boas, dan Minus, yang masih nyeyak tertidur.
“Hey, sudah pagi anak, bangun sudah”

Ternyata suara langkah kaki itu milik ayah mereka bernama olo, sudah  berkali kali  iolo membangunkan anaknya, tetapi mereka belum juga terbangun, iolo kesal dan berteriak.
“ Hey, kalian tulikah, sudah saya bilang, bangun sudah”.(akhirnya mereka bangun juga)
“aduh papa sayange, kenapa bapa bangunkan beta, beta ini sudah mimpi enak makan eskrim bapa”(Boas mengeluh)
“ia bapa, beta juga mimpi enak, beta tadi sudah jadi kepala suku bapa”(Rumere juga ikut mengeluh).
“kalau minus anak punya mimpi apa?”(iolo bertanya pada minus yang tidak ikut mengeluh, minus masih terdiam, mungkin nyawanya belum sepenuhnya kembali, lama Minus tak menjawab, lantas iolo kembali berteriak.)
“Hey, Minus kau tulikah?”(Minus terkaget, spontan dengan kasar ia menjawab.)
“siapa bilang saya tuli, hah, ada yang beranikah?”
“bapa yang bilang”(minus malu)
“ooh maafkan beta bapa, ada apa bapa”
“bapa tanya kau mimpi apa?”
“Beta punya mimpi samar samar bapa, tapi beta rasa, beta bermimipi bertemu sumber air bapa.”
“aah, minus punya mimpi bagus, kalau begitu minus anak, wujudkan beta punya mimpi, pagi ini kalian pergi cari sumber air, kalian punya adik sudah kehausan, nah ini saya beri beta 4 ember, kalian penuhi denagn air lalu pulang kembali.
“Ia bapa”( mereka menjawab bersamaan)







Matahari sudah mulai jelas terlihat, 3 bersaudara telah siap memulai petualangan berjalan sejauh 30 km pulang balik, untuk mencapai sumber air yang paling dekat, mereka telah mempersiapkan segala perlenkapannya, tak ada sandal, tak ada baju hanya dedaunan kering yang menjadi celana, dan sebuah busur yang diikatkan ditubuh mereka sebagai penjagaan, dan hanya ada sedikit air yang ia bawa, 3 rambut kriting ini mulai berjalan memulai petualangan, Rumere berjalan paling depan, Boas paling belakang dan minus diantaranya.

Ada sudah 10.000 langkah yang mereka gerakkan, menembus lebatnya semak semak hutan belantara, selama ini belum ada rintangan berarti yang menghalangi, yang mereka takutkan hanyalah seekor ular yang bisa saja bersembunyi dibalik semak semak lalu menyuntikkan bisa beracunnya, ataukah ada seekor hewan buas yang tiba tiba menyerang dan memangsa tubuh kecil mereka.

“aaah, kaka Rumere, beta sudah lelah”(minus mulai mengeluh setelah menempuh perjalanan sejauh 25 km)
“hey Minus, sumber air sudekah, tinggal sedikit lagi beta sudah sampai”
“ya, Minus bangun sudah, kita jalan lagi, nanti kalau sudah ketemu sumber air kita istirahat disana”(Boas menyemangati adiknya)
“ tapi, beta tak bisa jalan lagi kaka”
“sini, biar beta gendong”(Rumere menggendong adiknya yang sudah sangat kelelahan)”

Dari kejauhan mulai terdengar suara deru aliran air, pertanda bahwa sumber air sudekah
“Hey, Minus, beta dengar suara itu”
“ia kaka Rumere, beta dengar , itu suara apa kaka?”
“itu suara sumber air Minus, sumber air sudekah”

Dengan semangat Minus turun dari gendongan Rumere, stelah mendengar bahwa sumber air sudekah, ia berlari kencang kesumber air itu.
“Hey Minus tunggu beta”( Boas tak mau kalah, ia juga ikut berlari)
dan Rumere menyusulk dibelakang.

Kini dihadapan mereka suasana surgawi terlihat, suara air mengalir jelas terdengar, air sungai itu sangat bening, Minus tak tahan memandangnya, segera ia melepaskan busurnya lalu berlari menyeburkan dirinya kesungai itu. Rumere dan Boas tak mau kalah, 4 buah ember ia letakkan, lalu bersemangat menyusul Minus yang sudah lebih dulu menikmati Sumber air surgawi itu. Minus terlihat menggigil, mungkin air sungai itu dingin, ataukah Minus sedang buang air kecil, entahlah.

Matahari mulai beranjak naik, tepat diatas ubun ubun mereka, 4 ember air telah terisi air, tubuh hitam mereka yang tadinya lelah kini segar kembali, 3 perut yang tadi keroncongan sudah terisi dengan ikan bakar hasil tangkapan mereka.  Kini mereka berjalan pulang kembali dengan senangnya, namun disinilah rintangan yang paling sulit, pergi ke sumber air lebih mudah dari pada pulang dari sumber air, karena ada 4 ember berat yang mereka harus seimbangkan, jangan sampai, begitu tiba dirumah, air juga sudah habis tertumpah

Kini mereka telah berada didalam hutan belantara lagi, 4 ember air itu masih penuh, belum ada rintangan yang berarti yang menghadang mereka, sementara itu Minusterus  berucap dengan senangnya.
“sumber air sudah dapat, beta sonde tak perlu lagi kehausan, beta sonde bantu mama rawat adek”
“HEY Minus, coba beta diam dulu”

Rumere mendengarkan sesuatu dibalik semak semak, mereka bersiaga, busur  siap mereka tembakkan, tiba tiba dibalik semak semak itu muncul seeokor babi hutan, Minus lari terbirit birit berlindung dibalik pepohonan, rumere menembakkan busurnya kearah babi hutan itu berdiri, tapi babi hutan itu terlalu gesit ia berhasil menghindar, babi itu berlari mendekati seember air dibelakang boas. Lantas boas juga ikut menembakkan busurnya, tapi lagi-lagi tak mengenai sasaran. Babi ini lagi lagi menghindar dan akhirnya berhasil menumpahkan air dari ember itu, Rumere kini berada sengat dekat dari babi itu, ia sudah tarik busurnya, siap menembak babi hutan itu, ia yakin pasti akan mengenainya, tetapi Minus berteriak” jangan kaka Rumere, jangan Bunuh babi itu, babi itu cuman kehausan sama seperti beta”,Mendengar ucapan Minus, Rumere tersadar, benar apa kata Minus walaupun dia hanya seeokr babi tapi kita harus berbagi dengannya yang sedang kehausan walau kita juga sedang kehausan. Rumere mengurungkan niatnya, ia tak jadi membusur babi itu dan membiarkannya menikmati seember air yang ia sudah tumpahkan,  Rumere dan adik adiknya kembali melanjutkan perjalanan meninggalkan babi itu.



Matahari mulai tenggelam, mereka akhirnya tiba dirumah, dan menyerahkan 3 ember yang tersisa kepada iolo ayah mereka
“Hey anak, kenapa beta punay air 3 ember saja mana ember satulagi”
“ maafkan beta bapa, Dijalan tadi ada babi hutan yang menjatuhkannya”
“ouh begitu, jadi beta busur babi itu?”
“tidak bapa, kami punya hati kasihan bapa, jadi beta punya busur tidak kami tembakkan”
“bagus anak, beta senang, dengar beta ucap seperti itu, walau pun kita kehausan, apabila ada yang lebih kehausan lagi, lebih baik kita menolongnya, walaupun itu hanya seekor babi hutan.AAH, Kalau begitu makan dulu sana, beta punya mama masak enak”
“ ia bapa”

*THE END*

Facebook Komentar
0 Blogger Komentar


EmoticonEmoticon